Ke Qingdao Lagi
Maaf jangan bosen sama perjalanan saya tahun ini yah. Kalau dibilang blog ini sekarang seperti travel blog, ya abis saya bingung mau cerita apa selain kegiatan harian saya dan keluarga. Dan kebetulan tahun ini pekerjaan saya lagi padat sekali, nyaris setiap bulan harus pergi ke luar kota/negeri.
Padahal Kamis dan Jumat sebelumnya saya baru dari Bandung, tapi hari Senin berikutnya sudah harus berangkat lagi ke China. Seperti yang sudah saya bilang sebelumnya, bulan Oktober ini saya kembali mengunjungi kota Qingdao. Visa baru keluar hari Senin jam 3 sore, sementara jadwal terbang saya hari yang sama jam 10 malam. Mepet memang, tapi alhamdulillah lancar.
Seminggu di Qingdao, saya tinggal di hotel yang berbeda dari sebelumnya. Letaknya lumayan jauh, tapi tampilan dari depannya seperti gedung modern.
Begitu sampai di depan pintu kamar, saya takjub. Seperti berada di dalam gedung China tua. Eh ralat bukan berasa di dalam gedung, tapi berada di sebuah kota kecil.
Padahal furniture di dalamnya modern banget loh.
Besoknya saat menunggu jemputan datang sambil menemani teman yang merokok di luar gedung, kami nongkrong di bawah pohon di depan hotel. Saya sambi upload file dan cek email. Lumayan masih dapat cipatran wifi.
Saya datang ke kota ini seperti biasa untuk mengawasi produksi di pabrik. Tapi rugi kalo udah pergi jauh gak disempatkan liat kanan kiri kan yah?
Udara di Qingdao minggu itu mulai dingin. Makanya semua pose saya di foto, kebanyakan lagi masukin tangan ke dalam kantong jaket. Suhu masih sekitar 7-15 derajat celcius. Tapi angin pantai macam menampar pipi yang chubby ini. Pulang dari sana kulit wajah dan tubuh saya mengelupas saking keringnya.
Main layangan di May Fourth Square
Hari pertama kami tiba masih jam 10an. Setelah check in hotel dan mandi, kami langsung jalan untuk cari makan siang. Hari ini belum ada kegiatan ke pabrik. Harusnya sih badan masih capek setelah menempuh nyaris 10 jam perjalanan. Tapi karena udaranya sejuk menyenangkan, kelar makan siang kami lanjut jalan ke lapangan tugu merah alias May Fourth Square. Ngapain lagi disini kalo gak main layangan?
Sebenarnya ini bukan karena masa kecil kurang bahagia yaaa. Tapi karena masa kecil kebanyakan diabisin dengan main layangan sama kakak-adik yang 2-2 nya laki. Gak bisa dapet angin kenceng dikit, langsung main layangan. Iyes saya beli layangan lagi, kan bentuknya beda sama yang saya beli sebelumnya. Hihihi
Qingdao Central Station
Saat menuju pabrik di hari kedua, kami melewati stasiun kereta terbesar di kota ini. Saya minta pak supir parkir sebentar, saya ijin 5 menit untuk lihat-lihat dan foto-foto. Maklum orang kampung, jadi agak norak. Hahahahaha
Saya suka dengan bangunannya … sangat Eropa sekali. Saya sudah cerita kan yah kalau kota ini dulu dijajah Jerman. Makanya tidak heran kalau sebagian besar bangunan tua disini sangat bergaya Eropa.
Dan seketika usil saya kambuh, saya merayu pak polisi untuk foto bersama. Kurang kerjaan banget kan! Hahahahaha
Pak Polisi yang saya ajak bicara menolak dengan halus. Saya berbisik dalam hati “it’s ok lah. nice try“. Eh ternyata rekan disebelahnya menawarkan diri untuk foto bersama saya. Rejeki namanya hihihihi.
Golden Beach
Menjelang malam, saya mengajak teman-teman ke Golden Beach sekalian cari makan malam di pinggir pantai. Sayangnya karena Autumn alias musim gugur, pantainya sepi. Tapi malah punya kesempatan untuk foto-foto gak penting sih. Hahaha
Cuma orang tropis sih yang nekat ke pantai menjelang musim dingin gini. Gak nyebut anak kampung lagi tuh, diganti orang tropis biar lebih keren dikit. Hihihi
Karena sepi pengunjung, stok seafood dan daging di restoran pinggir pantai tidak segar lagi. Kalau hewan laut memang ditampilkan dalam bak penuh air atau aquarium dalam kondisi hidup, tetapi pilihannya tidak banyak seperti saat kunjungan saya di musim panas bulan Juli lalu. Sementara dagingnya sudah dalam tusukan sate dan dikeluarkan dari freezer. Alhamdulillah sate kambingnya masih lezat walau disimpan freezer entah sudah berapa lama.
Qingdao Old Town
Hari ke 3 di Qingdao kami kebut pekerjaan dan lembur, sampai jam 11 malam baru keluar pabrik. Dengan demikian kami punya waktu longgar esoknya dan saya menghabiskan sore di daerah kota tua. Kami menyusuri Guangxi Lu (alias Prince Henry Road), yang merupakan komplek perumahan orang kaya lama macam daerah Menteng di Jakarta lah.
Ada satu rumah dengan pagoda yang ternyata dibuka untuk umum. Kita hanya diminta membayar 10 yuan untuk bisa masuk ke dalam (dikali Rp 1.600). Dan saya menyesal sampai sini menjelang detik-detik matahari terbenam. Karena pemandangan dari rumah ini keren banget.
Tapi saya tetap bersyukur karena saya bisa menikmati sunset dari rumah di atas bukit ini. Kami hanya diam di sana, menikmati pemandangan, foto-foto sejepretnya, tidak ada yang bersuara. Kami bertiga tenggelam dalam rasa takjub pada Sang Pencipta yang menyajikan pemandangan indah ini.
Ini China, bukan Belanda!
Kata teman saya, “China tuh hebat yah. Gak cuma tas – pakaian – gadget yang dibuat versi KW, tapi kota di Eropa pun ada KW nya disini.” Hahahaha
Hari ke-empat alias Jumat, 25 Oktober 2013, waktunya saya kembali ke Jakarta. Suhu makin menggila, kalo liat di aplikasi weather katanya 8 derajat. Saya pakai baju 4 lapis ajah. Maklum anak tropis gampang masuk angin hehehehe. Biar sampai Jakarta tinggal preteli lapisan baju ini 1per1 di toilet airport.
Sampai jumpa lagi Qingdao …
Jadwal padat sudah menanti di Jakarta. Semangat de! *ngomong ama kaca*