Tutup Toko

Tutup Toko

Mbak yang sudah membantu di rumah kami selama 5 tahun, memutuskan untuk menikah dan tidak bekerja lagi. Dengan suka cita kami mendukung keputusannya, walo artinya saya harus menjadi single fighter karena si mbak pergi di saat suami tugas ke luar negeri.

Sebulan pertama, saya masih semangat. Saya merasa bisa melakukan segalanya seperti biasa. Saya dengan sombongnya merasa gagah perkasa.

Bulan kedua, badan saya yang pernah melalui 7 operasi (2 sesar + 5 operasi TBC) mulai memberikan alarm. Saya mulai ngerem … sadar bahwa tubuh ini sudah tidak sempurna. Usia juga sudah tidak lagi muda. Pekerjaan rumah yang sekiranya tidak bisa saya selesaikan, saya lanjutkan di hari kemudian.

Bulan ketiga, saya mulai kewalahan menjalankan bisnis. Padahal saya baru mulai memasarkan baju olahraga muslimah (setelah baju renang wanita) dengan reaksi pasar yang lumayan bagus. Kegiatan mencari kain, memikirkan design, koordinasi dengan konveksi sampai memantau penjualan di toko yang biasanya saya lakukan semua sendirian … mulai keteteran. Dengan kondisi toko yang berada di tengah kota Jakarta, sementara saya tinggal di pinggiran, membuat saya harus jumpalitan. Semua order online yang sebelumnya saya tangani sendiri, dengan terpaksa saya alihkan pembeli untuk datang langsung bertransaksi ke toko.

Beberapa bulan saya menjalani kondisi ini. Sungguh tidak mudah. Hilang sudah rasa sombong, karena kondisi badan memang tidak bisa bohong.

Lama kelamaan saya menyadari bahwa pekerjaan domestik rumah tangga mungkin bisa saya tinggalkan sejenak, tapi tidak demikian dengan anak-anak.

Saya juga diingatkan suami bahwa tujuan utama saya berhenti bekerja adalah untuk anak-anak. Jika dirasa bisnis yang saya jalankan sudah mempengaruhi pembagian waktu, tenaga dan pikiran, maka dengan berat hati harus saya kesampingkan.

Kebetulan kontrak sewa toko berakhir bulan November 2015. Saya berdiskusi dengan partner, dan menyatakan niat mundur dari bisnis ini. Saya mempersilahkan tokonya untuk dilanjutkan dengan menjual sisa stok yang saya miliki dan mulai menjual produk yang lain. Alhamdulillah beliau tidak keberatan karena memang paham dengan kondisi saya. Mbak penjaga toko juga tidak kehilangan pekerjaannya.

Ternyata cuma setahun saja perjalanan saya dalam membuka toko Rafayra, yang tahun lalu dengan semangatnya saya ceritakan di sini.

Setahun yang penuh proses pembelajaran.

Saya tidak merasa rugi, saya tidak menyesal, saya justru mengambil hikmahnya dari perjalanan ini. Setidaknya saya sudah mencoba, dan saya tau bagaimana rasanya. Jika di kemudian hari saya memiliki kesempatan untuk membuka toko lagi, saya paham persiapan dan langkah yang harus dilakukan.  Saya juga akan memperbaiki kesalahan yang mungkin saya lakukan sebelumnya, supaya toko baru nanti bisa berlari lebih cepat dari toko sebelumnya.

Doakan saja, ya ^_*

Share this...
Share on Facebook0Share on Google+0Tweet about this on TwitterShare on LinkedIn0

6 thoughts on “Tutup Toko

  1. Aiiiih, itu pun yg aku lakukan mbak. Capek jd produsen skaligus marketing yg full dikerjain sendiri. Dan akhirnya dengan mbrebes mili menanggalkan keinginan utk punya brand sdr. Sekarang fokus jualan aja krn memang waktu dan umur jua yg mengharuskan kita utk menyadari kemampuan kita yg tak seperti dl *kayak tua bgt ya*. Alhamdulillah lebih enjoy kayak gini, gak pusing mikirin design, kain, penjait bla bla bla.
    Dan tetap keluarga nomer satu, krn pahala lbh gd drpd uang yg didapet.
    Semangat!!!

  2. Deeeeee, ya ampun aku kira selama ini toko kau serahkan ke orang lain dan kau ngawasin doang dr rumah tinggal klak klik karena aku liat kau fokus ke Rafa dan Fayra. Hastaga gak kebayaaang itu pusiangnya ngerjain semuaaa sendiri *peluk peluk peluk dan sukurlah kau tetap sehat*
    Iya, siapa tau lagian kau fokus nanti bukan toko hasilnya Fayra ajha ahahaha

Leave a Reply to fitri anita Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *