Bumbu Merantau Di Doha

Bumbu Merantau Di Doha

Dibalik foto keluarga harmonis dalam sosial media, pasti suka ada kejadian dramatis. Bukan begitu? 😅

Bulan Oktober 2018 benar-benar penuh warna. Kami menyebutnya sebagai Bumbu Merantau Di Doha. Bagaimana tidak, dalam waktu 3 hari berturut kami mengalami beberapa kejadian:

  • Kamis merasakan Sand Storm pertama
  • Jumat nyaris kebakaran dapur
  • Sabtu mobil kebanjiran.

Berbeda dari bulan September dimana suhu masih sekitar 40 derajat Celcius, memasuki bulan Oktober maka suhu mulai turun ke 30an. Kami bilang sih udara di bulan Oktober itu mirip banget sama di Indonesia yang sepanjang tahun memang suhunya 25-35 Celcius.

Kamis 18 Oktober 2018, Sand Storm / Badai Pasir

Bulan Oktober merupakan bulan peralihan musim dari Panas menjadi Dingin. Kami sudah pernah mendengar tentang Badai Pasir di Timur Tengah, tapi baru kali ini mengalami secara langsung.

Sand Storm di gurun merupakan tanda pergantian musim. Biasa terjadi di penghujung musim panas sebagai tanda akan berganti musim dingin, atau sebaliknya.

Angin membawa pasir halus (lebih berat dari sekedar debu), langit mulai berawan, dan disertai hujan, membuat jarak pandang berkurang.

Foto di atas diabadikan PakSuami dari jendela di samping meja kerjanya di kantor.

Melihat pergerakan Badai Pasir di video atas ini, mirip yang ditampilkan dalam film Mission Impossible – Ghost Protocol ya?

Kelihatannya syerem banget kalau dilihat dari atas seperti itu.

Kebetulan saat kejadian, saya sedang berada di dalam taxi perjalanan pulang sekolah bahasa. Saya juga sempat mengabadikannya dalam bentuk video di bawah ini. Gak seberapa menyeramkan, hanya memang harus waspada saat berkendara karena jarang pandang sangat pendek sekali.

https://www.instagram.com/p/BpEfWmWBsg7/?utm_source=ig_share_sheet&igshid=1mi5p3qgyz924

Begitu sampai rumah, bagian yang dekat jendela penuh pasir. Saya lupa melihat IG Qatar Meteorology Department (QMD) untuk mendapat informasi perkiraan cuaca hari itu. Pasir halus masuk dari sela-sela pintu dan jendela. Balkon apartemen pun, LANTAI rasa PANTAI. Saya juga menemukan beberapa ranting pohon kurman yang terbang terbawa angin dan nyasar ke teras balkon. Ampun.

Pelajaran saat musim peralihan di gurun:

Selalu ganjal bagian bawah celah pintu dan jendela dengan handuk basah supaya pasir tidak masuk ke dalam rumah. Rajin mengganti handuk basah ketika badai pasir datang.

Jumat 19 Oktober 2018, Nyaris Kebakaran Dapur

Selama di tanah air saya pernah menggunakan kompor minyak yang menggunakan sumbu saat saya kecil, dan selalu menggunakan kompor gas ketika sudah mulai berumah tangga.

Di Qatar kebetulan dapur apartemen dilengkapi dengan kompor listrik, jadi saya menggunakannya untuk memasak sehari-hari.

Berbeda dengan kompor api, kompor listrik membutuhkan waktu yang lebih lama untuk memulai panas. Kalau menaruh wajan berisi minyak, kita harus bersabar sebelum bisa menggoreng sesuatu karena harus menunggu sampai minyak panas lebih lama daripada di atas api.

Setelah masak, proses pendinginan kompor pun membutuhkan waktu lebih lama. Dan saya masih belum terbiasa dengan hal ini. Merasa kompor tidak ada api, setelah masak saya suka lupa memindahkan alat masak dari atas kompor.

Hari itu saya menggoreng ayam saat PakSuami dan mas Rafa sholat Jumat. Begitu mereka pulang, kami langsung berkumpul di meja makan untuk makan siang bersama. Saya lupa wajan bekas menggoreng masih di atas kompor lengkap dengan tutup yang pinggirannya terbuat dari  karet.

Ternyata karena kompor masih menghantarkan panas meski tombol sudah OFF, karet pinggiran tutup panci meleleh dan masuk ke dalam minyak panas sehingga menimbulkan percikan api.

Saya mulai mencium bau sesuatu, tapi tidak kepikiran kalo karet tutup panci terbakar.

Sampai saat saya melihat pantulan api kemerahan dari kaca tutup microwave … saya langsung lari ke dapur dan kaget melihat api sudah melambung tinggi hampir menempel ke kitchen set bagian atas kompor.

Alhamdulillah alat padam api tersedia di dapur. PakSuami dengan sigap mengambil alat tersebut, menarik pelatuk dan mulai menyemprotkan ke arah api. Begitu api padam, kami keluar dari dapur. Ternyata gak lama kemudian api muncul lagi, kami semprot sampai mati dan tinggal pergi. Berulang sampai 3x semprot sampai api benar-benar mati dan kami tunggui. Tidak berani keluar dari dapur untuk memastikan api tidak datang lagi.

Setelah api padam, seluruh dapur saya berwarna kuning. Jadi ternyata cairan yang keluar dari alat itu, berubah bentuk menjadi seperti pasir lengket berwarna kuning. Kami kerja bakti membersihkan dapur. Tapi setelah lantai dipel, PakSuami harus pergi mengantar mas Rafa tanding bola ke luar kota (sekitar jam 4 sore). Jadi saya sendirian mencuci ulang semua peralatan dapur, karena tidak bisa hilang hanya dengan disiram air. Harus dicuci sabun dan digosok sampai benar-benar bersih. Sebagian bumbu dapur yang terkontaminasi cairan alat padam, terpaksa saya buang. Saya baru selesai membereskan dapur jam 10 malam. Sementara Rafa dan papanya baru sampai rumah menjelang dini hari.

Alhamdulillah dapur kembali kinclong lagi, walau bercak kehitaman bekas api di dinding dan bagian atas kitchen set tidak bisa hilang 😓

Pelajaran berharga bagi pengguna kompor listrik: 

Jangan menaruh alat masak apapun setelah masak, meskipun kompor dalam keadaan mati (tombol OFF).

Sabtu 20 Oktober 2018, Doha Banjir

Hujan di gurun biasanya datang setelah badai pasir. Tidak lama, paling sekitar 5-10 menit saja. Ini berlangsung selama kurang lebih 2 bulan selama masa pergantian musim.

Namanya negara gurun pasir, proses penyerapan air tentu tidak secepat di tanah padat. Hujan lama dikit aja, langsung jadi genangan air deh. Sayangnya negara ini  tidak menyiapkan gorong-gorong tanah untuk sistem drainase jalan raya. Mungkin karena memang curah hujan tidak pernah parah.

Setelah hujan, biasanya pemerintah mengirimkan mobil-mobil penyedot air ke jalanan yang banyak genangan air. Bentuknya seperti mobil Septic Tank yang banyak beredar di Indonesia untuk menyedot WC. Tidak sampai sejam, biasanya genangan sudah hilang.

Tepat 2 hari setelah Sand Storm, hujan turun dan berlangsung lebih dari 3 jam tanpa berhenti. Ini curah hujan terlebat dan terlama dalam 18 tahun terakhir di Qatar, katanya. Ini kejadian luar biasa, Qatar kebanjiran!

Saat kejadian, kami sekeluarga ada di rumah. Kami mengintip dari jendela kamar, alhamdulillah jalan depan apartemen masih kering tanpa genangan. Tapi tidak lama kemudian, kami mendengar alarm beberapa mobil mulai banyak yg nguing-nguing. Kebetulan di samping apartemen kami ada lapangan yang biasanya menjadi lahan parkir.

Karena khawatir … PakSuami memutuskan untuk turun ke parkiran mobil di basement. Ternyata air udah sedengkul orang dewasa. Sampai di mobilnya, PakSuami membuka pintu dan air langsung masuk ke dalam mobil kami. Alhamdulillah mobil masih bisa distarter dan segera dipindahkan ke lapangan sebelah gedung.

Karena banyak area yang kebanjiran, mobil sedot kiriman pemerintah baru datang ke area apartemen kami ketika menjelang malam. Air di jalan ke arah Food City sudah setinggi lutut dewasa, sementara air di basement apartemen kami mencapai paha orang dewasa.

Mobil kami terpaksa parkir di lapangan beberapa hari kemudian. Air di basement baru surut 2 hari setelahnya. Alhamdulillah jok mobil tidak basah, hanya karpet dan bagian bawah saja.

Pelajaran setiap turun hujan di gurun:

Kalau hujan turun lebih dari 10 menit, segera bergerak ke basement untuk memindahkan mobil ke tempat yang lebih tinggi.

Sebagai informasi, KEBANJIRAN tidak ada dalam klausal asuransi di Qatar karena memang baru tahun ini terjadi banjir yang sedemikian hebat. Teman saya sampai harus membayar 5ribu riyal (dikali 4ribu rupiah) untuk membetulkan mobilnya yang kebanjiran sampai tidak bisa distarter.

3 hari yang penuh cerita.

Namanya hidup ya gini, pasti banyak COBAAN.

Karena yang sedikit itu namanya COBAIN.

Ya kan? 😬

Alhamdulillah ala kulli hal.

Share this...
Share on Facebook0Share on Google+0Tweet about this on TwitterShare on LinkedIn0

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *