Menemukan Dan Mengembangkan Bakat Anak
Sejak saya rajin update dan posting tentang perkembangan Fayra dalam dunia fashion, beberapa pertanyaan diajukan ke saya:
Bagaimana cara menemukan bakat anak?
Kemudian bagaimana cara mengolah atau mengembangkan bakat anak?
Dengan pengalaman menjadi orangtua dari 2 orang anak selama 15 tahun yang masih terus belajar ilmu parenting, saya akan berbagi dan menulisnya di sini. Berharap semoga apa yang saya sampaikan bisa bermanfaat bagi orangtua lain atau bahkan bagi para calon orangtua.
Ini yang saya dan suami lakukan sebagai orangtua, saya ambil contoh 1 anak saja yaitu Fayra:
1. Observasi minat anak
Awalnya kami pikir Fayra hanya ikut-ikutan mas Rafa corat-coret kertas dengan aneka alat menggambar. Kami baru sadar bahwa anak ini ada minat gambar ketika Fayra ikut lomba mewarnai di sebuah sekolah swasta ternama di BSD. Fayra terpilih menjadi 2 anak perwakilan sekolah dari hampir seratus murid angkatannya. Fayra masih berusia 4 tahun saat itu.
Di setiap kesempatan, Fayra memilih untuk corat-coret kertas daripada bermain boneka. Setiap diajak pergi, Fayra cukup dibekali alat gambar … dijamin anteng.
Saat Fayra sakit, gampang mendeteksi kalo sudah membaik … yaitu saat tangannya sudah mulai menorehkan warna lagi ke lembaran kertas bersih.
2. Gali informasi minat dengan bertanya pada anak
Ketika kita sudah mengetahui kegiatan yang disukai anak, coba konfirmasi dengan bertanya ke anak
“kamu suka menggambar yah?”
“kamu paling suka menggambar bentuk apa?”
Kita juga bisa minta penjelasan ke anak tentang apa yang sedang dilakukannya.
“ini gambar apa, nak?”
Perhatikan binar di mata anak ketika menjelaskan hasil karyanya.
Anak yang memiliki minat, akan bersungguh-sungguh dan memancarkan binar dimata ketika diminta menjelaskan apa yang mereka sukai.
3. Penuhi kebutuhan anak
Supaya minat anak tersalurkan, kita penuhi kebutuhan anak berupa alat menggambar yaitu kertas, buku gambar, alat tulis, pensil warna, krayon, cat atau media lain. Semakin berkembang kemampuan anak, maka anak akan membutuhkan tantangan baru.
Yang awalnya menggambar hanya di kertas putih dengan menggunakan pensil warna, mereka akan merasa bosan dan mulai minta krayon atau spidol warna. Berikan apresiasi ke anak dengan memajang hasil karyanya. Saya pernah membeli tempat minum yang bisa diisi kertas dan minta Fayra melukisnya. Saya bisa melihat sinar bangga di matanya ketika saya pakai tempat minum tersebut.
Saya juga mengumpulkan kertas-kertas gambar Fayra dan menyimpannya dalam bingkai yang dipajang di ruang keluarga. Setiap ada tamu datang, Fayra dengan semangat menjelaskan kalo barisan lukisan itu merupakan hasil karyanya.
Anak yang sudah merasakan gambar di kertas atau buku sketsa, akan mulai minta dibelikan kanvas atau mungkin kain polos. Kenalkan anak dengan aneka cat, mulai dari cat air, cat akrilik sampai cat minyak. Biarkan anak mencoba berbagai material tersebut.
Begitu juga dengan Fayra, yang semakin aneh permintaannya. Fayra pernah minta buku sketsa tapi bukan dari kertas warna putih. Alhamdulillah kami menemukannya di sebuah toko buku, sebuah buku sketsa dari kertas warna coklat (seperti kertas daur ulang).
Kami juga memberikan alat menggambar digital yang dapat dihubungkan ke komputer. Dengan alat tersebut, Fayra merasa seperti menggambar manual dengan pensil/pulpen tapi hasilnya bisa dilihat secara digital di layar dan semua file gambar tersimpan rapih dalam memori komputer.
Tak jarang Fayra menggambar manual di kertas, kemudia di-scan dan retouch di komputer. Hasilnya seperti yang bisa dilihat pada foto di atas ini.
Semakin banyak coretan anak, kita bisa melihat polanya. Kita harus jeli menangkap apa yang paling dominan digambar anak. Untuk Fayra sendiri, makin lama coretannya berupa gambar seorang perempuan.
Fayra terlihat asyik ketika menggambar seorang wanita dengan bentuk baju yang beraneka ragam. Bahkan kita bisa melihat detil jahitan di samping celana yang biasa kita temukan pada celana jeans. Saya tidak menyangka imajinasi Fayra yang saat itu berusia 6 tahun bisa sedemikian detilnya.
4. Cari mentor
Karena saya dan suami berlatar belakang teknis dalam dunia telekomunikasi, bukan pecinta seni, kami merasa butuh seorang guru untuk bisa mengarahkan minat Fayra. Kami mencari mentor yang memang ahli di bidangnya.
Umur 5 tahun, kami masukan Fayra ke tempat les gambar. Hanya bertahan 3 bulan, Fayra merasa bosan karena ditempat gambar tersebut kegiatan yang dilakukan cuma mewarnai. Sementara bentuk gambar sudah disiapkan oleh lembaga tsb. Kami pun tidak bisa memaksakan Fayra.
Pernah saat merasa tidak mood, Fayra memberikan gambar ini:
Umur 6 tahun, kami masukan Fayra ke tempat les gambar yang membebaskan anak untuk menggambar bentuk apapun yang disukai. Anak pun diberikan kebebasan untuk menggunakan material (krayon, spidol atau cat air) yang disediakan. Di sini sungguh terlihat kemajuan Fayra. Sebenarnya lembaga ini suka menyelenggarakan pameran, sayangnya Fayra kami berhentikan les sebelum menampilkan karyanya dalam pameran, karena jadwal les bentrok dengan jadwal pertandingan bola kakaknya yang kebetulan saat itu hampir setiap minggu ada lomba.
Prioritas Fayra dikalahkan, tapi Fayra tetap menggambar dengan youtube sebagai gurunya. Cukup gunakan kata kunci “how to draw …”,
Saya selalu upload hasil coretan Fayra ke media sosial, sampai akhirnya seorang teman mengusulkan agar saya membuat akun khusus untuk menampilkan hasil karya Fayra. Banyak pujian yang Fayra terima, dan akhirnya Fayra merasa bahwa ini mungkin bakatnya. Sampai ditulis dalam essay saat pelajaran Bahasa Indonesia di sekolahnya.
Umur 8 tahun kami masukan Fayra ke Digital Art School. Di sini coretan Fayra makin terarah. Kami juga tidak repot lagi menyetok 1 rim kertas A4 setiap bulan. Walau resikonya Fayra minta bawa laptop dan pen tablet supaya bisa menggambar di manapun.
Fayra sempat mengikuti beberapa lomba digital drawing dan berhasil meraih Juara 2.
Awalnya saya pikir gambar Fayra yang didominasi bentuk seorang perempuan dengan aneka pakaian itu terinspirasi dari komik Jepang. Apalagi sekarang lagi tren film animasi. Sempat mengira gambar Fayra ke arah Manga. Tapi ternyata Fayra kesulitan menggambar anatomi manusia secara proporsional. Fayra lebih fokus ke gambar pakaiannya. Fayra juga lebih suka buku-buku menggambar yang berhubungan dengan dunia fashion.
Seorang teman menginformasikan ada les fashion untuk anak -anak. Umur 9 tahun ini lah Fayra mulai bergabung ke sekolah fashion.
5. Ajak anak ke lingkungan yang sesuai dengan minat
Ketika Fayra berkumpul dengan teman yang mempunyai minat sama, terlebih ada guru yang bisa menjadi mentornya, maka kemampuan Fayra makin terasah.
Perkembangan Fayra terlihat maju pesat begitu Fayra masuk sekolah Fashion. Melihat teman sekelasnya menghasilkan karya menakjubkan, Fayra pun mengerahkan kemampuannya untuk bisa bersaing dengan mereka.
Rasa percaya diri Fayra juga semakin meningkat. Suaranya makin terdengar lantang saat presentasi, penjelasan akan rancangannya juga semakin detil. Fayra juga bisa menerjemahkan gambarnya ke tukang jahit dan mengarahkan sesuai dengan apa yang ada di kepalanya.
Rasa bangga terhadap diri sendiri terpancar ketika Fayra melihat coretannya mewujud pakaian yang bisa dikenakannya sendiri.
Mohon dicatat, tidak semua anak yang jago menggambar sosok perempuan dengan aneka pakaian berarti anak tersebut memiliki minat di bidang fashion.
Dan tidak semua anak yang memiliki minat dibidang fashion, akan jago dalam hal corat coret di kertas. Fashion itu luas dan banyak jurusannya, ada stylish, penjahit, fashion writer, dll.
Sekali lagi: observasi kegiatan anak, gali informasi minat anak, bawa anak ke orang yang ahli di bidang tersebut jika orangtua memang tidak bisa mengarahkan dan mengasah kemampuan anak.
6. Cari role model
Sebagai orangtua, kami tidak membatasi langkah Fayra di dunia fashion. Kami cuma mengarahkan dan berpesan ke Fayra:
“Kamu boleh menjadi seorang fashion designer. Tapi sebagai seorang muslim, kamu harus bisa menjadi duta Islam yang baik. Jadi lah fashion designer yang merancang pakaian yang sesuai dengan syariat Islam”
Restu Anggraini yang menjadi pembicara workshop di sekolahnya, menjadi contoh nyata bagi Fayra bahwa seorang muslim designer bisa berkarya di dunia internasional. Fayra jingkrak-jingkrak kegirangan melihat notifikasi IG pada hape yang menampilkan kak Etu follow akun Fayra.
Demi anak, dengan membuang rasa malu, saya tegur Dian Pelangi yang tidak sengaja bertemu di sebuah mall. Saya kenalkan Fayra padanya, dan ceritakan bahwa Fayra ingin mengikuti jejaknya. Dukungan Dian menjadi penyemangat Fayra.
Saya berharap Fayra bisa menjadikan orang-orang ini sebagai panutan dalam berkarya.
7. Selalu SIAGA (siap antar jaga) dengan kegiatan yang mendukung bakatnya
Selain jeli melihat minat anak, kita juga harus lihai melihat kesempatan yang terbuka untuk perkembangan anak misalnya dengan mengikuti mereka ke berbagai kompetisi yang sesuai dengan minat dan bakatnya.
Daftarkan dan temani anak dalam mengikuti berbagai ajang bergengsi atau sekedar melihat pertunjukan/pameran supaya anak bisa melihat bahwa banyak orang hebat di dunia yang ditekuninya.
Dengan demikian anak akan terpacu untuk mengerahkan yang terbaik yang mereka bisa, agar bisa menjadi seperti orang-orang lain yang dilihatnya.
Di sekolah fashion, Fayra paling kecil di kelasnya. Tapi hal itu justru membuat Fayra terpacu untuk bisa berkarya setara mereka.
Fayra juga sangat percaya diri ketika diminta mempresentasikan hasil rancangannya dalam acara fashion show di mall besar di Jakarta.
Saya dan suami tidak percaya produk instan, apalagi dalam membesarkan dan mendidik anak-anak. Ada proses yang harus dilakukan dalam mempersiapkan masa depan anak. Ada perjuangan yang harus ditempuh anak, dalam meraih cita-cita mereka. Ada pengorbanan yang harus dicurahkan orangtua, demi kemajuan sang buah hati.
Tidak bisa kita cuma bertanya ke anak, “kalau besar mau jadi apa, nak?”
Tanpa bimbingan dan dukungan kita dengan menyediakan sarana bagi mereka dalam meraih cita-citanya, jawaban anak akan pertanyaan tersebut akan menjadi sia-sia. Dan ini lah PR terbesar kita sebagai orangtua.