Browsed by
Tag: Green Canyon

Green Canyon – Pangandaran

Green Canyon – Pangandaran

Saya sudah berjanji untuk tidak petakilan lagi. Saya bersedia menahan ngilu kemiringan tulang belakang sambil nyengir demi menghindari operasi lagi atau suntik gelombang radio. Tapi saya tidak bisa menolak ketika teman-teman kantor mengajak outing ke Green Canyon – Pangandaran yang lagi booming itu. Nama asli Green Canyon dalam bahasa sundanya adalah Cukang Taneuh.

Menurut EO, perjalanan menuju GC harusnya ditempuh selama 8 jam. Dan divisi kami sudah mendapat ijin dari bosbesar untuk meninggalkan kantor dari jam 2 siang. Harusnya sih sampai tujuan jam 10 malam. Tapi karena sempat berhenti beberapa kali ke toilet, berhenti makan malam dan berhenti ganti ban yang kempes, kami baru bisa sampai Pangandaran jam 12 malam teng … persis kaya Cinderella ajah.

Kami menginap di Sunrise Anita. Dibilang hotel, gak kaya hotel. Dibilang losmen, fasilitas kamarnya bagus banget. Lebih mirip kos-kosan gitu sih, bersih banget. Ada yang 1 kamar berisi 1 queen bed (160 x 200 cm) untuk 2 orang, ada yang berisi 2 queen bed untuk 4 orang, ada juga yang berisi 1 queen bed + 1 single bed (120 x 200 cm) untuk 3 orang. Masing-masing tempat tidur dilengkapi dengan bantal + guling. Fasilitas lain dalam kamar tersedia AC + TV + galon air + ketel elektrik + kulkas + kamar mandi dalam. Eh kloset duduknya merk Toto loh *penting*. Owh iya, setiap kamar pun disediakan gantungan handuk + sapu. Mantab yaaaa, cuma Rp300rb sajah bisa untuk maks 4 orang.

Besok paginya kami sarapan nasi goreng di penginapan, kemudian naik bus menuju Green Canyon kurang lebih 1 jam. Saya sudah menyiapkan mental, kalo memang medannya terlalu berat saya hanya akan jadi penonton dan tukang foto saja. Tapi kalo dirasa cukup aman, saya mau banget ikut berenang bersama teman-teman.

Sayangnya satu hari sebelum kami ke sana hujan turun di Pangandaran. Walau saat kami datang cuaca cerah, tapi air sungai nya coklat bukan hijau *namanya Brown Canyon dong yah*. Dan ketinggian air juga tidak seperti biasanya yang hanya sepaha, kali ini sampai sedada orang dewasa. Karena Green Canyon lagi ngetop, banyak banget pengunjungnya. Terlihat dari jumlah perahu disepanjang perjalanan. Sampai antri untuk sekedar turun dari perahu dan berenang disepanjang sungainya.

Kami turun dari perahu dan naik ke atas batu besar. Perahu hanya sampai batas ini, untuk bisa menikmati Green Canyon kita harus melanjutkan perjalanan dengan berenang. Saya lihat ke dalam sungai, air yang agak dalam sepertinya bukan penghalang. Kami dilengkapi dengan rompi pelampung dan banyak sekali lifeguard di sepanjang sungai. Untuk melawan arus, disediakan tali untuk kita berpegangan sambil berenang menyusuri sungai. Medan aman terkendali, saya pun memutuskan untuk ikut nyemplung. Dan petualangan pun dimulai …

Pertama kami berenang dengan aliran sungai yang tidak begitu deras. Walau melawan arus, tapi masih bisa diatasi. Berenang santai sambil menikmati pemandangan dinding batu di kanan kiri sungai. Dari mulai gaya bebas, sampai akhirnya saya pakai gaya punggung. Yak sejak operasi tulang belakang, saya tidak kuat untuk berenang gaya bebas lama-lama. Jadi saya santai membalikkan badan, hanya modal menggerakan kaki saja. Subhanallah pemandangan batu-batu alam disini indah sekali.

Kalau beruntung, kita bisa menemukan batu di tengah-tengah sungai sebagai pijakan untuk istirahat. Tapi kadang ada batu besar yang menutup tengah sungai hanya menyisakan celah kecil dan membuat kita terpaksa naik ke atas batu, kemudian turun di sisi satunya untuk melanjutkan berenang.

Begitu sampai di daerah dengan aliran air yang lumayan deras, kita harus berpegangan tali yang disediakan oleh lifeguard. Kita pun harus berenang ke pinggir dan mencari pijakan atau pegangan dinding. Berenangnya mah gak seberapa capek, yang terasa banget itu naik turun batu besarnya. Jadi istirahat dulu sambil duduk-duduk dan melihat pemandangan juga orang-orang lain yang berenang. Ngos-ngosan, tapi gak keringetan karena basah kuyup. Entah karena kondisi badan, atau saya yang udah mulai tua yah. Hehehe

Sampai di ujung (foto diatas), kami tinggal balik ke arah tempat masuk tadi. Nyemplung lagi ke air, dan arahkan badan mengikuti arus. Naikkan kaki seperti posisi duduk selonjor tapi kita mengambang, gunanya untuk menghindari benturan kaki ke batu besar. Udah deh ikutin arus aja sampai ke tempat awal. Enak banget baliknya. Effortless!

Pakbos sempat-sempatnya ngajak loncat dari batu yang berbentuk jamur dengan ketinggian sekitar 3 meter. Dibawah batu ini kedalaman sungai katanya sih 4 meter. Jadi aman kalo mau loncat dari atas, pun tidak ada batu di bawahnya. Tapi maaf saya sadar diri gak bisa ikutan. Dari pada kenapa-napa malah ngerepotin orang banyak. Saya sudah merasa berprestasi bisa melakukan kegiatan ini, dengan segala keterbatasan yang ada. Saya yakin orang-orang yang liat saya berenang disana gak percaya kalo badan saya tambel-tambelan. Hihihihihi

Dari Green Canyon kami kembali pulang ke penginapan. Mandi, makan siang dan sholat … kemudian jalan kaki menuju pantai untuk menjelajahi beberapa gua di Taman Wisata & Cagar Alam Pangandaran.

Pertama kami ke gua Jepang. Seperti namanya, ketebak lah kalo gua ini dibuat saat penjajahan Jepang. Pekerja Indonesia yang menjadi tenaga romusha membuat gua ini selama beberapa tahun. Setelah jadi, mereka dibunuh dan dibuang ke laut untuk menghilangkan jejak. Gua ini sangat sempit dan pendek, karena ukuran orang Jepang tahun 1943 memang kecil-kecil. Kami harus berjalan membungkuk sambil terus memegang senter. Gelap banget didalam sana. Pintu keluarnya juga hanya lubang kecil dengan undak-undakan anak tangga yang dipenuhi akar pohon.

Sepanjang perjalanan dari satu gua ke gua lain, kami bertemu dengan beberapa binatang yang hidup bebas di cagar alam ini. Ada 2 jenis monyet, ada rusa, ada landak, dan berbagai serangga. Kami masuk ke beberapa gua alami. Walau di dalamnya luas, tetap saja ada yang pintu keluarnya lumayan sempit dan membuat kita harus berjalan miring.

Teman saya yang hamil, terpaksa harus berjalan memutar kembali keluar gua dari pintu masuk karena sangat berbahaya jika meneruskan perjalanan. Perutnya yang sudah membuncit tidak muat di celah sempit ini. Di ujung gua sampai lah kita ke pantai. Untuk menuju pantai pasir putih, kita harus naik ke atas bukit kecil untuk ke sisi pantai sebelah, karena pantai yang di depan gua pasirnya berwarna hitam.

Tadinya kami mau main bola dulu di pasir putih atau keliling pantai dengan menyewa sepeda, tapi awan gelap bergerak ke arah kami. Khawatir hujan turun, kami langsung naik perahu menuju pantai yang dekat dengan penginapan. Kaki udah gempor banget, gak kuat jalan kaki balik. Hehehe

Sampai di penginapan, kami mandi lagi *kali ini baju sedikit basah keringet*. Setelah sholat magrib kami jalan menuju pasar ikan untuk menikmati seafood sebagai menu makan malam. Nasi panas, tumis kangkung, ikan jambal, gurame bakar, cumi goreng tepung, udang saos tiram, teh panas tawar … nikmat banget deh.

Demi menghemat waktu, kami memutuskan untuk mempercepat waktu pulang. Yang harusnya berangkat Minggu jam 9 pagi, kami majukan Sabtu jam 11 malam itu juga. Dari pada kena macet bareng arus balik wiken dari Bandung, kami memilih tidur di bus. Alhamdulillah jam 7 pagi sudah sampai di BSD dengan selamat.

Kami gunakan Sunburst Adventure sebagai EO. Biaya per orang kurang lebih Rp 700rb. Biaya tersebut mencakup:

  1. Bus wisata (AC, LCD TV, reclining seat, uang tol dan tip untuk supir)
  2. Penginapan 2 malam sharing ber 4
  3. Makan 5x
  4. Tour guide
  5. Tiket masuk ke cagar alam
  6. Sewa perahu
  7. P3K
  8. Dokumentasi (foto-foto)

Alhamdulillah saya berhasil melakukan aktivitas outdoor ini tanpa keluhan. Yah kalau cuma pegal-pegal wajar lah ya, yang sehat pun merasakan juga. Ini adalah kegiatan alam pertama saya setelah 7 tahun operasi. Bangga deh bisa melawan penyakit dan ketakutan diri sendiri. Siapa bilang emak beranak 2 yang pernah operasi turun mesin 5x, gak bisa melakukan kegiatan menantang? Saya BISA dan sudah membuktikannya!

Etapi Jangan lupa perhitungkan medan dan keselamatan diri dulu yah.