Browsed by
Author: De

Panggilan Anak Untuk Ibunya

Panggilan Anak Untuk Ibunya

Saya menerima gambar ini dari salah satu grup WA:

image

Dan di bawah ini lah salah satu chat mas Rafa kepada saya:
image

Ini anak emang suka ajaib kalo chat sama orang yang melahirkannya.

Kadang mas Rafa panggil saya : emak, mamake, mamia, simboke.

Kalo lagi dimarahin, suka becandain saya “jangan galak-galak, sobat

Kalo dia lagi ada maunya baru panggil saya mama 😅

Masukin perut lagi apa yah … tapi udah 176cm gimana dong?

Hahahahaha

image

Lain waktu mas Rafa pamer hasil ulangan matematikanya.

Kali ini dia pake kata BRAY *hadeuuhh*

Ini sebenarnya ANAK saya atau TEMAN sik?

Gemesin yaaa *cium jidat anak lanang sambil njinjit maksimal*


Gimana dengan kamu … apa panggilan untuk orang yang melahirkan kamu?

Atau apa panggilan anak terhadap diri kamu?

Gara-Gara Malas Bayar Pajak

Gara-Gara Malas Bayar Pajak

Di Indonesia ini termasuk negara pajak yang kesadaran masyarakatnya untuk membayar pajak belum banyak. Mereka masih memiliki perasaan enggan ketika mengeluarkan segala sesuatu, lalu saat dinominalkan tertera pajak sekian persen. Belum ada rasa bahwa pajak adalah sebuah kewajiban, sehingga ketika melihat nomimal yang dibayar tertera pajak, bisa menjadi kendala tersendiri. Atau bisa jadi saat harus membayar sesuatu ada keterangan belum pajak, bisa membuat ragu karena harus mengeluarkan sekian rupiah lagi. Tidak percaya?

Ini banyak terjadi kok, tidak hanya dalam segmen dunia kerja dimana sering terdengar desas-desus perusahaan malas bayar pajak. Tapi juga terjadi di kalangan ibu rumah tangga biasa, seperti teman saya, Dinda. Dia cerita mendapat undangan pernikahan saudaranya di Surabaya, salah satu kota terbesar di pulau Jawa yang terkenal dengan wisata sejarah dan wisata kulinernya. Kunjungan yang merupakan acara keluarga ini, lantas dia pergunakan sekalian berwisata. Apalagi jatuh pada libur anak sekolah, sayang kalau dilewatkan begitu saja. Terlebih ke Surabaya membawa keluarga besar bukan budget yang murah.

Maka direncanakan semua jauh-jauh hari, browsing tempat wisata yang ada di seputar lokasi pernikahan saudaranya. Tapi karena lokasi pernikahan tersebut agak jauh dari tempat wisata, akhirnya mau tidak mau diputuskan untuk mencari penginapan yang dekat diantara tempat-tempat wisata yang akan mereka tuju.

Sebelum mencari penginapan, Dinda mengajak anak-anak browsing melihat-lihat wisata di seputar kota Surabaya. Disepakati mencari wisata yang tidak terlalu menguras biaya karena budget yang dimiliki cukup terbatas, maka beberapa wisata yang ramah di kantong mereka pilih diantaranya:

  • Monumen Kapal Selam, tempat wisata yang sangat cocok untuk anak-anak, bermuatan pendidikan sejarah dan harga tiket masuknya sangat lah murah.
  • Museum House Sampoerna, museum yang layak dikunjungi karena terdapat benda-benda peninggalan jaman awal mula Sampoena didirikan, dll. Masuknya gratis.
  • Kebun Binatang Surabaya, tempat wisata educatif yang ramah di kantong.
  • Beberapa pantai di Surabaya yang konon tidak ada tiket masuk alias gratis, hanya bayar parkiran.
  • Ciputra Waterpark yang merupakan tempat wisata digemari anak-anak karena area tempat bermain air yang super lengkap, didisain mirip dunia dalam mimpi dongeng 1001 malam. Tiketnya lumayan sekitar @Rp.130.000 special liburan, tapi jika dibanding area yang tersedia harga tersebut tidak tergolong mahal sekali.

Setelah deal dengan tempat wisata, dilanjutkan dengan browsing dari beberapa OTA atau Online Travel Agency. Terpilihlah hotel yang menyediakan tarif diskon hingga 50%, dan dikenakan pajak sesuai aturan pemerintah. Tapi setelah ditotal jenderal kena pajak, dia mengurungkan niatnya untuk booking hotel tersebut. Diputuskan untuk langsung booking pas di Surabaya saja, siapa tahu harga bisa lebih murah atau ada penginapan lain yang harganya dibawah harga hotel tersebut.

Tiba waktunya menuju Surabaya, ternyata kamar-kamar yang sudah disurvey melalui online semuanya full booked, harga juga tidak ada diskon. Akhirnya disela-sela acara pernikahan saudara, Dinda bersama suami menyempatkan diri untuk hunting penginapan. Lupa kalau libur sekolah membuat kota-kota besar dengan tujuan wisata sangat sulit mencari penginapan yang kosong. Setelah berkeliling, akhirnya dapat penginapan berupa cottage kecil yang tidak sesuai dengan standart yang dibutuhkan, mana harga tarif kamarnya tidak beda jauh dari yang pernah dia mau booking. Hanya karena selisih sedikit kena pajak, menyesalnya banyak.

Welcome Home, Nak!

Welcome Home, Nak!

Re-share sebagai catatan pribadi dan pengingat diri

—————

Berapa anakmu?

3? 2? 1? Berapa yang sekolah?

Apa yang engkau lakukan ketika menerima mereka sepulang sekolah?

Peluk? Siapa?

Mengingatkan serentetan peraturan? Mulai dari taro sepatu di tempatnya sampai jangan lupa kerjain pe-ernya?

Berapa menit mereka boleh beristirahat sekenanya? Masih pake seragam sekolah? Atau seragam harus sudah masuk ke tempat cucian kotor? Berapa menit? 10? 20? 30?

Pertanyaannya, berapa menit ibu sanggup tahan melihat mereka belum ganti baju dan berleyeh-leyeh baik di kamar ataupun ruangan lainnya?

Apakah mereka sempat ibu tanya?

Mungkin nanti pas makan malam … tentang bagaimana harinya? Bagaimana teman baiknya? Siapa yg menyebalkan? Susah nggak ujian? Perhatikan jawabannya, ikut antusias pada ceritanya?

Boleh nggak menahan bertanya, berapa nilai ujian kemaren? Tadi pas tes hafalan, bisa nggak? Atau berkomentar tentang hal negatif yang terjadi hari ini. Bisa nggak?

Terdengar familiar?

Ya itulah kebanyakan dari kita. Termasuk juga saya, yang tidak luput dari ‘terpeleset‘ kembali ke metode ‘interview‘ jaman dahulu kala.

Kalau ibu-ibu NGGAK PERNAH mengalami hal diatas … Masha Allah Tabarakallah! Ibu super hebat!

Anak zaman sekarang, nggak bisa pake metode lama. Peduli hanya pada nilai tes aja, kenapa sekian bisa salah, tapi lupa pada jumlah betulnya.

Mengingatkan rutinitas dan peraturan, tapi lupa merasakan, bagaimana rasanya menjadi tubuh kecil yang lelah. Sekolah dari pagi sampai ashar terkadangnya, belum lagi persiapan sekolah itu. Dari bangun sampai rapi menjelang berangkat dan pulang bersama dengan tas yang super berat … Berisi pe-er dan tugasan yang tidak kalah beratnya.

Mari berandai sejenak … andai anak itu kita.

Maukah diperlakukan demikian?

Begitu melangkah masuk ke halaman rumah, sudah disapa dengan “Ayoo.. Sepatunya ditaro di tempatnya, jangan lupa ganti baju…bla..bla..bla

HHhhhhhh, lelahnyaaa! Belum sampe aja disambut sama rentetan perintah. Belum juga kelihatan mukanya. Nanya apa kek, senyum kek … Jangan-jangan malah nanya tentang nilai test hari ini?

Begitu kira-kira?

Istighfar

Saya tahu ibu-ibu semua lelah … capek … sudah seharian berjibaku dengan rutinitas yang itu-itu saja, dan sepertinya tidak habis-habisnya.

Iya, faham. Nggak perlu lah dapat kerjaan tambahan, nyusun sepatu dan mungut baju seragam yang bau asem yang bertebaran dimana-mana itu. Ya kan? Cucian piring aja belum selesai semua.

Tapi, sebentar! Sebentar ajaa…

Tarik nafas. Jadilah mereka. Rasailah bagaimana lelahnya tubuh kecilnya. Menggendong buku yang banyak dan beban pelajaran yg diterima hari ini. Belum lagi setumpuk pe-er yg sudah menghantui.

Berhentilah sebentar. Tarik nafas. Atur diri. Senyuuummm… Siapkan posisi pelukan, jongkok… Biar tingginya sama… Peluk eraaaattt, hujani dengan ciuman… Sapa dengan bilang “mamaaa kangeeen sekali sama (nama) hari ini, bagaimana harimu nak?

Tanya

Belum tentu ia mau jawab. Ia lelah. Tapi yang pasti, ia akan tersenyum menerima semua perlakuan hangat penuh cinta tersebut!

Nggak percaya? Cobalah!

Wagu? Aneh? Canggung?

Ah, itu kan karena belum terbiasa
Ala bisa karena biasa…

Bagi yang sudah melakukan ini semuaa … Alhamdulillah!
Bagi yang belum, yuk kita coba! Dan lihat perbedaannya!

Bagi yang masih suka ‘terpeleset‘ seperti saya, banyak-banyak istighfar dan coba lagi aja. Sampai terbiasa.

Insha Allah kita bisa … Semangat!

Untuk para ayah, kalau mau sampe rumah, kami tahu engkau lelah.

Tarik nafas dan jangan lupa, siapkan senyum terindah.

Karena buat sang buah hati, ketika ayah pulang ke rumah, mereka sambut bagaikan superhero yang paling ternama.

Insha Allah kita bisa. Demi sang buah hati.

Bukankah jika kita tua nanti, begitu pula sambutan yang kita harapkan dari mereka nanti??

Senyum. Pelukan. Tanyakan … Bagaimana harimu hari ini nak?

❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤

Wina Risman

Foto Kece Di Kalibiru

Foto Kece Di Kalibiru

Kalibiru di daerah Kulon Progo – Jogja, sekarang lagi hits banget. Beberapa teman yang kesana mengunggah fotonya ke sosial media. Kebetulan saya dan 9 orang tetangga komplek berencana jalan-jalan ke Jogja, maka saya mengusulkan Kalibiru untuk masuk ke dalam susunan acara hari ke 2. Setelah browsing, mereka pun sepakat dengan saya.

Sesuai dengan informasi yang diberikan kak Injul, kami berangkat jam 5:30 pagi dari tengah kota Jogja menuju Kalibiru. 1 orang teman menemani teman yang sedang hamil 5 bulan, demi keamanan 2 orang stay di hotel tidak ikut ke Kalibiru. Kondisi perjalanan yang menanjak curam dan terjal menjadi alasan mereka tidak ikut serta. Jadi hanya 8 orang yang akhirnya berangkat.

image

Tidak salah memang, diibalik foto kece di tempat yang lagi hits dalam IG … ada perjuangan yang harus dijalani.

Dan umur emang gak boong 😅😅

Berikut foto behind the scene untuk memperoleh foto dengan latarbelakang pemandangan waduk Sermo dan bukit Manoreh yang menakjubkan:

image

Tips n trik punya foto keren di Kalibiru:

  • Untuk pengunjung wanita sih saya sarankan pakai celana panjang karena safety belt harus dipasang masuk melalui kedua kaki sampai ke pinggang.
  • Pakai baju POLOS warna cerah (hindari putih-biru-hijau-abu karena akan samar degan warna begron). Paling OK pakai warna pink, ungu, merah, kuning, orange supaya kontras dengan begron.
  • Siapkan mental yang kuat untuk naik ojeg dengan jalan menanjak curam, juga naik tangga bambu setinggi pohon 3-4 meter dari permukaan tanah.
  • Sabar saat antri foto yaaa .. level keberanian dan kecepatan seseorang untuk naik tangga tidak sama.  Usia dan kadar kalsium juga berpengaruh (iya tua itu nyata, kami salah satu buktinya hahaha). Kami menunggu selama 1 jam lebih, padahal sampai di spot foto jam 7 pagi. Malah teman ada yang antri 3 jam karena pas liburan dan banyak pengunjung yang membuat barisan antrian sangat panjang.
  • Nurut saja sama arahan gaya sang tukang poto. Percayalah beliau sudah ambil foto ribuan manusia yang datang ke Kalibiru, jadi kita gak perlu ngatur tukang potonya. Hal ini akan membuat sesi foto tambah lama.
  • Tidak perlu membawa kamera canggih, tukang foto sudah menyiapkan kamera DSLR dan lensa yang mumpuni. Semua hasil foto dalam bentuk file (softcopy) akan kita terima di hape terlepas apapun OS dan merk nya.image

Berikut biaya yang harus dikeluarkan di Kalibiru:

  • Untuk masuk ke Kalibiru, kita harus membayar tiket Rp 5,000/orang.
  • Dari tempat parkir mobil, untuk naik ke bukit tempat foto-foto, kita harus naik ojeg motor Rp 30,000/orang pulang pergi.
  • Setiap spot foto (total ada 5 rumah pohon), kita harus membayar tiket Rp 15,000/orang.
  • Transfer foto ke henpon, dikenakan Rp 5,000/foto. Kita harus mengambil min 4 foto.
  • Untuk naik flying fox, kita harus membayar tiket Rp 20,000/orang.

image

Saat akan memasang safety belt, petugasnya memandangi saya sambil agak menggerutu

yaah mbaknya pake rok

Saya pun membalas

eh jangan nuduh dong, mas! Mau kostum edisi BERIMAN atau PREMAN? Saya siap dengan segala kondisi kok

Kebetulan saya memang selalu memakai jeans dibalik gamis. Dan untuk kunjungan ke Kalibiru, saya sudah menyiapkan gamis dengan kancing depan yang bisa saya buka setengah badan untuk mempermudah gerakan panjat pohon dan pemasangan safety belt.

image

Si mas akhirnya bisa tersenyum lebar dan geleng-geleng kepala melihat saya menyingkapkan gamis untuk menunjukan jeans belel di dalamnya.

 

image

Seorang teman bertanya “kalo bawa toddler gimana, de?

Selama si anak tidak takut ketinggian dan memang suka manjat-manjat tangga, menurut saya sih gakpapa ya. Karena setiap pengunjung yang akan naik ke spot foto, dipasang tali pengaman oleh operator Kalibiru yang memang perkumpulan pecinta alam. Peralatan mereka lumayan lengkap. Ada teman yang pamer foto di sana dengan membawa anaknya yang berusia 4 tahun tuh.

Ada juga yang komen “sayang amat itu tali di badan elo mengganggu pemandangan, harusnya elo umpetin ke belakang dong, de!

Gini yaaa … saat kita berada di spot foto, papannya itu cuma selebar 1,5 meter kali 1,5 meter yang bolong ditengah untuk tangga akses kita naik turun. Posisi papn berada diatas ketinggian 3-4 meter dari permukaan tanah dan menempel pada pohon jati atau pohon pinus. Angin yang bertiup lumayan asoy menambah rasa deg-deg-ser. Boro-boro mikirin tali deh, kepala ini sudah penuh dengan mikir pose foto yang OK sesuai dengan arahan tukang poto. Saya pun melewatkan pose loncat, inget anak-anak di rumah … ngeri jatuh jek! hahaha *cemen*

Kalo masih ada juga yang tanya “jadi susah ya untuk punya foto di Kalibiru?

Enggak juga sih, modal nekat aja cukup.

Let me tell you … its all worth it!

image

Have a great adventure and fabulous pictures!

Ibu Jaman Sekarang

Ibu Jaman Sekarang

Saya membaca tulisan ini di Path. Saya share di sini sebagai catatan pribadi dan pengingat diri.

——-

Pagi itu seorang teman memposting foto bayinya, dilengkapi tulisan, “Adek cantik lagi asyik sama empeng barunyaaa..

BREEEEEGGG!!

Seperti yang kuduga, 5 menit kemudian statusnya dibanjiri komentar…

Kok masih bayi udah dikasih dot??

Nanti bingung puting loh!

Eehh gak boleh tau bayi dikasih empeng!

Daan.. kalimat kalimat judgemental lainnya.

Di benak gw, gilaaaakk emak emak jaman sekarang sadeees bener kalo udah ngomentarin orang, wkwkwk..

Tunggu, ojo misuh dulu. Aku lagi gak membenarkan pengguaan empeng pada bayi ya disini. Tapi tentang manners. Tentang adab berperilaku.

Kenapa ya emak emak sekarang (gw termasuk, iya 😝 ) butuh banget merendahkan orang lain untuk meninggikan kepercayaan diri?

Yang kerja, ngenyek yang IRT. Nyebut nyebut, Hare genee masih nadahi tangan ke suami? Hellaaaaww~~ padahal nengadahnya juga sama suami sendiri, bukan sama suami situ, wkwkwk..

Yang di rumah, ngenyek yang kerja. Nyindir nyindir, kuliah tinggi tinggi anak dititipin ke pembantu yang cuma lulusan SMA?? Nyang bener ajee luuu~~ Lupaa… Lupa deh diaa, padahal generasi kita kebanyakan orang tuanya mungkin sarjana juga enggak. Situ berani bilang mereka gak kompeten ngurus anak? Lah elu bisa kuliah tinggi dididik siape cuy? Wkwkwkw..

Yang lahiran normal ngenyek yang cesar. Orang baru posting berita lahiran aja yang ditanya langsung, “NORMAL APA CESAR??” Lah, emang normal ataupun cesar, apa ngaruhnya ama hidup situ sik? Wkwkwkw.. dan lagian kenapa juga mesti dinamain persalinan normal, emang kalo lahirannya cesar, masuk kategori abnormal gitu? 😛

Gusti,
Kalo semua perdebatan dirinciin, bisa lebih dari seribu purnama ini 😂

Sekali lagi pertanyaanku tetep sama,
Kenapa ya kita butuh banget merendahkan orang lain untuk meninggikan kepercayaan diri sendiri?

Yang IRT merasa mulia, saat menyebut wanita karir itu abai terhadap anak anaknya.

Yang karir merasa hebat, saat memandang IRT menyianyiakan modal akademik dan potensi yang ia punya.

Yang homeschool merasa keren, saat rajin mencari dan menjelek jelekkan sistem pendidikan indonesia.

Yang nyekolahin anak merasa paling bener, saat memandang sistem pendidikan lain belom teruji hasil didikannya.

Yang ng-ASI merasa jagoaan, saat nyebut nyebut anak sufor sebagai “anak sapi”

Hey mak,
Bisa kah kita menjadi baik tanpa perlu merasa jadi yang paling baik?

Hey mak,
Tahukah kamu?

Cuma orang orang yang belum bahagia dengan pilihan hidupnya saja lah, yang masih butuh menaikkan harga diri dengan ngenyek pilihan hidup orang lain.

Semoga bukan aku. Semoga bukan kamu. Semoga Allah menjaga, dari tingkah laku kita sendiri yang berpotensi menyakiti saudara kita..

~Jayaning Hartami