Curhat TBC

Curhat TBC

Mengukuhkan diri sebagai penyuluh TBC, berarti harus menyiapkan diri menjadi pendengar para pasien lain. Saya tahu itu dan sadar ketika menulis cerita pengalaman pribadi dalam menghadapi kuman TBC disini, tapi tidak menyangka efeknya sampai sedemikian rupa.

Awalnya memang hanya komen-komen di blog, yang sampai hari ini jumlahnya sudah  melewati angka 100. Diluar itu ada juga yang email dan minta nomor telpon. Biasanya mereka menceritakan penyakit yang diderita dan apa yang dirasakan, kadang bertanya apakah yang dialaminya benar TBC atau bukan, atau sekedar tanya referensi dokter dan RS yang bagus atau murah.

Mulai beberapa bulan lalu, saya mencoba menyempatkan waktu untuk bertemu mereka. Datang ke RS untuk mengunjungi pasien yang mau operasi. Atau bertemu pasien yang sudah operasi di mall. Pernah juga janjian kontrol bareng ke klinik bersama 2 pasien lain. Maaf kalau saat ini saya baru bisa menjangkau wilayah Jabodetabek dan Bandung.

Beberapa waktu lalu ada sebuah email dari salah satu anak pengusaha besar di Jakarta. Dia minta bertemu saya di sebuah coffee shop dan mengenalkan pacarnya yang tahun lalu sudah operasi tulang belakang. Disana mereka cerita tentang masalah lain yang kebetulan timbul karena efek sakit TBC. Orang tuanya tidak menyetujui hubungan mereka untuk kearah yang lebih serius, cuma karena pacarnya PERNAH sakit TBC tulang. Mereka minta bantuan saya untuk ngomong ke keluarga hanya karena saya pernah sakit yang sama.

Saya paham kekhawatiran orang tuanya. Karena anak ini merupakan anak laki satu-satunya yang diharapkan bisa meneruskan bisnis keluarga, jadi orangtua sangat selektif dalam memilih calon menantunya.

Disisi lain saya juga mengerti perasaan anak ini, dia sangat sayang sama pacarnya dan gak mau menggantikannya dengan wanita lain. Dia sudah paham konsekuensi yang akan dihadapi dan dia yakin pacarnya bisa hidup normal.

Mereka sudah mencoba bicara baik-baik ke keluarga. Sudah ngeprint tulisan di blog ini. Sampai mereka bawa surat pengantar dari dokter yang menyatakan bahwa pacarnya sudah dinyatakan sembuh dan penyakit yang pernah dideritanya itu tidak menular. Tapi orangtuanya tetap bilang TIDAK, dan mereka mulai putus asa.

Nah apa yang bisa saya lakukan coba? Gak mungkin kan saya tiba-tiba datang ke keluarganya dan ceramah tentang TBC *gak brani juga kali saya ketemu bapak yang terhormat itu hehehe*. Saya kan cuma orang luar yang gak ada sangkut pautnya dengan urusan keluarga mereka. Bingung gak tau gimana cara bantu mereka, selain menyarankan mereka untuk minta bantuan keluarga dekat yang sekiranya lebih “didengar” oleh orang tua nya.

Beberapa hari berikutnya saya menerima telpon dari seorang ibu yang memiliki 2 orang anak. Kebetulan ia seorang single parent. Anak terbesar usia 10 tahun, anak keduanya berusia 18 bulan. Ibu ini sudah selesai operasi dengan menghabiskan biaya 95jt.

Asuransi kesehatan dari kantornya, hanya mengcover 50jt. Sementara itu perusahaan malah memecat beliau dengan menawarkan pesangon 45jt yang diharapkan bisa menutupi kekurangan biaya RS. Alasan bos memecat karena dikhawatirkan si ibu tidak bisa bekerja normal lagi (kinerja menurun) setelah operasi.

Beliau telpon saya sambil menangis. Gimana nasib anaknya kalo ia tidak bekerja lagi? Ibu ini sudah tidak punya orang tua, tidak punya suami, dan sekarang harus kehilangan pekerjaan juga. Saya gagu, tidak bisa bicara sama sekali. Saya terdiam … cukup lama.

Kemudian ibu itu melanjutkan “maaf ya mbak de kalo saya jadi cerita seperti ini. Saya gak akan minta bantuan ekonomi ke mbak de. Saya cuma butuh teman untuk mendengarkan cerita saya aja. Saya masih akan berjuang untuk bisa sembuh, untuk bisa bekerja, untuk bisa menghidupi keluarga, dan untuk bisa menemani anak-anak saya sampai mereka dewasa

Masya Allah…

Ternyata apa yang saya alami tidak seperih mereka diluar sana. Dan saya sangat bersyukur kepadaNYA.

Alhamdulillah mereka telah membuka mata saya dan memberikan pelajaran yang berharga. Semangat mereka dalam menghadapi cobaan hidup sangat luar biasa. Semoga saya bisa menjadi teman dan penyemangat yang tidak pernah putus asa. Amin

Share this...
Share on Facebook0Share on Google+0Tweet about this on TwitterShare on LinkedIn0

11 thoughts on “Curhat TBC

  1. mewek baca cerita ibu single parent yang harus dipecat dari perusahaannya kejamnya dunia :(( :(( kasian anak2nya :(( :(( (numpang nangis)

  2. semoga kt bs bertemu dan kenalan ya mba.saya sekarang lg masa penyembuhn jg . bulan april kemaren saya hbs di operasi dan pemasangan pen

  3. MB SUAMIKU+TBC TLG,DR MUKI BLG BLM PERLU OPERASI KRN LED MSH BLM TERLALU TINGGI.MSLNYA PAPA SY SINSHE,BELIAU BERUSAHA NGOBATIN DGN MINUM OBAT RAMUAN NAMUN SUAMI SY SEMAKIN KESAKITAN.SY BINGUNG MB HRS BGMN?

  4. Mengharukan
    aku jadi keinget betapa besarnya nikmat Allah yang sering kita abaikan, yakni kesehatan
    Smg kita semua selalu dalam lindungan Allah SWT

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *