Browsed by
Author: De

Numpang Liburan

Numpang Liburan

Akhir-akhir ini Masguh harus mondar mandir mengerjakan sebuah project di Singapore. Sekali pergi paling cuma 3 hari sih, tapi sering dan tetap aja yang ditinggal di rumah ngiri pingin ikutan pergi. Hehehe

Setelah anak-anak protes “kenapa papa nginep di hotel gak ngajak-ngajak?

Akhirnya di epruf juga untuk nebeng liburan, ketika papanya kerja disana.

Alhamdulillah akhir-akhir ini nilai ulangan anak-anak bagus-bagus semua, Rafa malah meningkat pesat. Jadi liburan ini sebagai reward untuk mereka juga.

Papanya berangkat Rabu, kami nyusul Jumat pagi. Tapi sebagian besar pakaian sudah masuk ke dalam koper papa. Saya tinggal gandeng anak-anak dan nyeret 1 koper kecil saja.

Sempat khawatir dengan jadwal penerbangan jam 7:55, karena artinya kami harus berangkat dari rumah jam 5an. Tapi alhamdulillah anak-anak bisa bangun jam 4:30, langsung mandi dan sholat subuh. Begitu jam 5 taxi yang dipesan via telp sehari sebelumnya, sudah menunggu di depan rumah. Cussss … mari kita berangkat ke erpot.

Sekarang tidak perlu lagi mengisi form imigrasi di bandara. Jadi setelah dapat boarding pass bisa langsung stempel passport. Sarapan dulu di starbuck D2, sambil nunggu waktu boarding.

Ternyata pesawatnya ada di terminal 3, jadi dari Gate E4 kami naik bus menuju pesawat. Eh kebagian pesawat GA merah, padahal kan biasanya biru.

Papanya sempat bbm, kalau gak bisa jemput di Changi. It’s OK lah, anak-anak udah besar. Rafa bisa bantu bawa ransel. Naik MRT menuju hotel juga gampang.

Kaget begitu sampai Changi, kami masuk ke terminal 3. Maklum udah 1,5 tahun gak kesini, baru tau ada Terminal 3. Seperti terminal lainnya, keren – mewah – bersih. Dan yang ini dilengkapi dengan playground juga loh *norak*. Sambil nunggu Rafa ke toilet, Fayra asyik main deh. Mama jagain koper aja di kursi.

Baru nyalakan henpon, Masguh SMS “udah sampai? aku di jalan menuju terminal 3. Tunggu di depan ya

Horeeeee … papa bisa jemput.

Lihat deh tuh yang kangen papanya!

Tunggu kelanjutan cerita liburan ini di postingan berikutnya yaaa

Semua posting tentang Singapore bisa dilihat disini

Kenapa mama harus kerja?

Kenapa mama harus kerja?

Saya yakin tidak hanya saya yang menghadapi pertanyaan “kenapa mama harus kerja?

Ibu pekerja lain juga pasti mengalami hal yang sama. Dan biasanya pertanyaan itu diajukan ketika kita akan berangkat keluar rumah, sementara anak masih ingin bersama kita.

Betul begitu??? *nyari temen banget*

Waktu anak-anak masih umur <3 tahun, biasanya dijawab dengan:

mama kerja cari uang untuk beli susu kamu

Karena anak seumur tsb taunya masih minum susu aja sih yah. Jadi sebisa mungkin menjawab yang ada hubungannya dengan anak kita.

Begitu anak-anak sudah menginjak umur 4-6 tahun, dijawab dengan:

mama kerja untuk bantu papa cari uang, nak. Karena kita butuh uang untuk beli rumah, beli mobil, bayar sekolah kamu, beli makanan kita, dll. Kasian kan kalo papa cari uang sendiri. Jadi mama ikut kerja juga di kantor yang lain

Pada umur segini, kami sudah mengenalkan ke anak tentang konsep penghasilan dan pengeluaran. Mereka sudah mengenal uang, nilai sebuah barang, dan apa yang harus dilakukan untuk menghasilkan uang. Anak-anak paham bahwa untuk mendapatkan sebuah mainan, mereka harus datang ke toko dan membawa uang. Jadi anak mulai mengerti bahwa mama nya kerja, untuk membantu papa nya mendapatkan penghasilan. Demi menutup kebutuhan keluarga.

Saat ini umur anak kami bukan lagi dikategorikan sebagai toddler, Fayra sudah 6 tahun sementara Rafa sudah 11 tahun. Rafa sudah mulai masuk gerbang usia remaja, konsep pemikiran pun sudah mulai berubah.

Sekarang saya sudah bisa menggambarkan pekerjaan saya dan papa nya walau masih dengan bahasa sederhana. Alhamdulillah pekerjaan kami masih gampang dijabarkan. Mereka biasa bersentuhan dengan alat komunikasi. Dan saat ke museum science di Hongkong, kami sudah memperkenalkan konsep telekomunikasi karena alat peraga disana sangat lengkap. Jadi secara garis besar, mereka bisa menangkap apa yang kami kerjakan sehari-hari di kantor.

Ketika libur lebaran, saya pernah membawa anak-anak ke kantor. Mereka duduk di kubikel saya, memandangi semua brosur dari beberapa perangkat yang saya kerjakan dan sudah beredar di pasar.

Rafa bertanya “ini semua buatan mama yah?

Saya: “ini buatan china, dibuat oleh orang sana. Mama ditugaskan untuk membeli, dan membuatnya bagus untuk bisa dijual di Indonesia. Mama hanya membuat design dus, memasukan games, ringtones, dan berbagai aplikasi lain serta membuat paket koneksi internetnya. Jadi saat orang membeli perangkat ini, mereka tinggal pake aja

Rafa: “susah gak sih ma, ngerjain kaya gitu?

Saya: “Enggak juga kok mas. Kita harus bisa bahasa Inggris aja supaya bisa menjelaskan apa yang kita mau beli, ke orang china. Kalo bisa bahasa mandarin akan lebih bagus lagi. Dan itu juga yang membuat mama harus pergi ke China, karena mama harus liat pabrik dan bekerja bersama mereka dalam membuat perangkat tsb

Rafa: “iya. Mama pasti bisa lah. Mama kan pinter”

Aaaahhhh meleleh saya *ngelap mata burem*

————–

Saya mulai bekerja serius (bukan sekedar magang yang dapat gaji sekedarnya) di usia 17 tahun, saat lulus dari STM tahun 1996. Alasan utama saya bekerja saat itu adalah supaya saya bisa menghasilkan uang untuk ditabung sebagai biaya kuliah. Sesederhana itu, karena orangtua saya tidak bisa membayar uang kuliah kalau saya kuliah di universitas swasta. Saat lulus STM, saya merasa tidak akan mampu bersaing dengan anak SMA untuk bisa lulus UMPTN. Akhirnya setelah 2 tahun bekerja dan menabung, saya bisa kuliah. Walau lulusnya 7 tahun kemudian (karena cuti hamil + melahirkan dan sakit).

Ketika hamil Rafa (2001), saya memutuskan untuk berhenti bekerja dan menjadi ibu rumah tangga. Tetapi kami mendapat cobaan, masguh ditipu orang 200jt yang mana uang itu bukan milik kami semua. Batal beli rumah pertama, lanjut kontrak sana sini, ditambah harus mengganti uang milik orang lain yang ludes dibawa sang penipu. Akhirnya saat Rafa berusia 6 bulan (awal tahun 2002), dengan sangat terpaksa saya memutuskan untuk meninggalkan Rafa dan bekerja di luar rumah. Saat itu tujuan saya bekerja murni untuk membantu suami dalam menghasilkan uang, demi menutupi kebutuhan keluarga kecil kami.

Baru 1,5 tahun bekerja, saya sakit parah. Dengan kondisi 3x operasi + 29 hari menginap di RS + 2 hari di ICU, saya memutuskan untuk berhenti bekerja. 6 bulan di rumah selama masa penyembuhan, saya memikirkan biaya hidup lagi. Rafa sudah mau masuk sekolah Playgroup, kami belum juga punya rumah dan kendaraan. Akhirnya saya bangkit dan memutuskan untuk kembali bekerja. Kebetulan ada teman yang minta dibantu mengurus perusahaannya.

Setelah ekonomi keluarga mulai stabil dan akhirnya kami berhasil membayar DP rumah dan mobil pertama, saya mengajukan permohonan untuk kembali berhenti kerja. Tapi baru sebulan di rumah, saya menerima panggilan pekerjaan. Suami sangat mendukung pekerjaan baru saya. Dan ternyata di bulan yang sama, saya mengetahui kalau saat itu saya hamil Fayra. Kebayang kebutuhan keluarga kami dengan tambahan anggota keluarga, akhirnya dengan mantab kami putuskan saya harus kembali bekerja. Awal tahun 2006 itu lah saya kembali kerja.

Bisa dibilang dari total 16 tahun masa kerja, saya merasakan ‘di rumah’ hanya 1 tahun. Dan kalau dilihat alasan-alasan kenapa saya harus bekerja, jelas alasan ekonomi. Kerja untuk mencari uang. That’s all.

Slogan saya sudah dikenal teman-teman “maju terus membela yang bayar lebih besar” hehehehe

Tapi entah kenapa semakin kesini, tujuan saya bekerja mulai berganti arah. Tidak hanya mengejar uang semata, tapi lebih kepada karya. Setiap saya bekerja di sebuah perusahaan (sejauh ini baru 7 perusahaan berbeda), saya sangat berusaha untuk meninggalkan ‘jejak’. Membangun hubungan kerja yang berlanjut pada pertemanan, memberikan kontribusi kepada perusahaan berupa produk dan jasa, yang alhamdulillah berbuah penghargaan berupa ‘kenaikan posisi dan gaji’. Ternyata saat kita memikirkan hasil nyata diluar uang, maka pendapatan ikut menanjak dengan sendirinya.

————–

Mengingat kata-kata Rafa saat berkunjung ke kantor saya, membuat saya bertekad kuat kalau tujuan saya bekerja hanya satu sekarang:

membuat karya supaya suami dan anak saya bangga atas keberadaan diri saya. Dan tak lupa saya pun berharap semoga orangtua merasa perjuangan mereka dalam membesarkan saya tidak sia-sia

Lebay mungkin….

Tapi itu lah yang saya rasakan sekarang.

Trus sampai kapan?

Owh saya ingin pensiun kok. Seperti yang sering saya tulis disini, saya akan pensiun maksimal di usia 40 tahun (lebih cepat akan lebih baik). Masih ada 6 tahun ke depan. Tapi sudah mulai saya pikirkan dari sekarang. Terlebih saat Masguh mengajukan pertanyaan yang gak kalah penting dengan pertanyaan anak-anak sesuai judul ini

kalo udah pensiun, apa yang akan kamu lakukan di rumah?”

Jreng … jreng … jreng

Ini yang sedang saya lakukan … menyusun rencana pensiun.

Karena saya ingin tetap berkarya walau tak lagi bekerja di luar rumah. Doakan saya yaaa

Bandung Giri Gahana

Bandung Giri Gahana

Mumpung Uti dan Akung masih ada di Jakarta, kami mengajak mereka libur lebaran. Sebenarnya uti dan akung sudah 6 bulan sih disini, sejak kami umroh bulan Maret lalu. Karena gak ada pembantu yang nginep permanen, jadi mereka nunggu Rafa dan Fayra sekalian lebaran di Jakarta.

Ayah mengusulkan untuk menginap di Bandung Giri Gahana resort, tepatnya di daerah Jatinangor bersebelahan dengan UnPad. Kalo bapak-bapak punya rencana, sudah pasti ada udang dibalik peyek. Yupe, jelas banget memang mereka pingin main golf aja disitu.

Kami berangkat Kamis (23 Agustus 2012) pagi, sampai di BGG sekitar jam 12. Sempat sarapan dulu di KM57, plus makan siang di Jatinangor sebelum ke hotel. Alhamdulillah udara siang itu walau matahari terik, tapi angin nya masih sejuk. Ini pemandangan dari teras kamar di lantai 3, jelas lapangan golf yang membentang di depan hotel:

Tengok kiri sedikit, terlihat gunung apa deh itu namanya yang ke arah Sumedang?

Setelah sholat dzuhur, bapak-bapak langsung bersiap untuk turun ke lapangan. Masguh dan ayah (adik iparnya) ini merupakan teman kuliah di poli ITB. Beda jurusan, tapi 1 angkatan dan kos-kosan. Udah jadi kakak adik makin kompak aja deh.

Sekitar jam 3-4 sore, anak-anak mulai bosan main mobil remote control (yang dibawa dari Jkt) di kamar. Semua pingin tau lapangan golf. Kami menyewa 1 buggy (mobil golf) tambahan, untuk digunakan anak-anak keliling lapangan.

Dengan 2 buggy, kami berkeliling mengikuti bapak-bapak. Saat mereka mukul, kami berhenti dan jadi penggembira dipinggir lapangan.  Sekampung deh ikut semua:

Kapan selesai mainnya kalau anak-anak rusuh gini:

Ternyata di tengah-tengah kami ditegur pengurus resort, katanya selain pemain tidak boleh turun. Supaya tidak mengganggu pemain lain, kami diminta untuk ikut buggy tour. Akhirnya kami diberi 1 supir buggy yang merangkap menjadi tour guide.

Akhirnya sekitar jam 5 mereka selesai juga main golf nya. Kami kembali ke kamar untuk mandi dan sholat. Setelah magrib, kami keluar mencari makan malam tapi masih di sekitar Jatinangor.

Besok paginya setelah sarapan, anak-anak langsung menuju Children Playground.

Di dalam Children Playground, di sebelah kanan ada ayunan dan perosotan:

Di sebelah kiri ada kolam renang lengkap dengan perosotan setinggi 3-4 meter:

Awalnya Rafa dan Fayra main ayunan, sementara Rizky main sepeda. Duh itu Fayra ampun deh, udah didorong sama Rafa tinggi masih gak puas juga. Minta lebih tinggi terus *emak deg2an di pojokan*

Udah puas main, ditutup dengan berenang. Fayra berani aja loh main perosotan yang tinggi ini. Sampe kulit telapak tangan keriput, baru pada mau naik ke kamar.

Apa anak-anak doang yang asyik main?

Tentu tidak!

Uti ditemani anak gantengnya (menurut Uti hehehe), main pingpong melawan anak cewek yang ditemani mantunya. Sementara mantu perempuannya sibuk poto-poto dan ngetawain mereka sama akung. Hihihihi.

Setelah sholat Jumat, kami menuju kota Bandung. Biasa lah kalo ke tengah kota, cari yang lagi trend di Bandung. Dari mulai fashion sampe ke jajanan. Kami tutup liburan ke Bandung kali ini dengan makan malam di The Maxi’s Resto di daerah Ciumbuleuit. Nyari lokasi resto ini agak PR banget sih, apalagi karena kita kesananya malam. Jalan di sebelah hotel Arjuna tempat masuk ke Resto ini, gelap dan masih jelek (belum aspal mulus). Memang tidak jauh dari jalan Raya, tapi khawatir dengan kondisi jalannya. Alhamdulillah makanannya enak dan harga standar resto di Bandung lah.

Berangkat jam 9 malam dari Bandung, sampai BSD jam 12 malam. Langsung tepar deh. Untungnya besok Sabtu, masih ada waktu istirahat sampai Senin sebelum anak-anak kembali sekolah.

Bagaimana libur lebaran kalian?

Mohon maaf lahir batin yaaa, kali aja ada salah kata – salah gaya – salah posting – salah komen.

Fayra 6 Tahun

Fayra 6 Tahun

18 Agustus 2012 …  Fayra genap berusia 6 tahun.

Hari ulang tahunnya kali ini jatuh pada malam takbiran. Yeaaayyy!

Karena puasa dan menjelang lebaran, kami tidak membuat acara syukuran seperti tahun lalu. Meski sudah libur kantor, saya tidak ada semangat untuk membuat kue ulang tahun. Fokus ke susunan acara lebaran tentunya.

Pagi hari, Fayra cuma tiup lilin dari sebuah dummy cake hehehe:

Hari itu kami siap-siap menuju rumah bunda di Kalimalang. Lebaran kali ini ada Uti dan Akung di rumah bunda, jadi kami tidak mudik ke Surabaya. Sholat Ied dilakukan di mesjid dekat rumah bunda, karena itu kami menginap hari sebelumnya.

Kami belok ke Harvest Pondok Indah untuk membeli a real cake untuk Fayra. Walau cuma dikelilingi keluarga (termasuk sepupu-sepupunya), Fayra semangat memotong Triple Choco Cake sesampainya di rumah bunda:

Fayra agak ngedumel sih “kenapa kalo ulang tahun pas lebaranan gini, kado nya cuma dikit ya?

Rafa membalas “tapi kan besok kamu dapat THR, dek. Enak bisa beli kado yang kamu suka dari uang itu!

Saya cuma cekikikan mendengar percakapan mereka.

-0-0-0-0-0-

Fayra di umurnya yang 6 tahun ini, paling marah kalo dikatain tomboy oleh mas Rafa. Persis seperti saya, yang tidak pernah mau dibilang itu juga. Makanya teman-teman saya bilang “emang bukan tomboy sih lo, de! kalo tomboy itu kan perempuan yang kaya laki. Nah elo tuh bencong, laki yang kaya perempuan” ppfftttttt … nyebelin kan.

Tampilan Fayra memang gak tomboy, orang yang pertama kali ketemu Fayra pasti bilang dia girly banget (sama kaya mamanya yg feminim banget ini kan *tsaahh*):

Suka banget pake rok dan aksesoris centil. Kami hanya memiliki jiwa ‘petualang’ yang sedikit berlebihan aja kok *bela diri*.

Contohnya waktu Rafa+Fayra bersama Nabila (sepupunya) ke Mall of Indonesia. Disana mereka main beberapa atraksi yang bikin papanya mules dan saya nyengir lebar.

Pertama mereka naik ini:

Lihat kan betapa bahagianya Fayra di foto itu?

Kedua mereka naik ini:

Tadinya Rafa sempat gak mau sih. Tapi karena gengsi adeknya berani, Rafa jadi terpaksa ikut. Lihat kan muka stress Rafa, sementara adeknya sangat menikmati.

Setelah itu mereka naik bombom car. Tinggi Fayra kurang dari 125cm, dilarang petugas untuk ikut main. Fayra nangis dan ngambek. Ketika Rafa dan Nabila selesai, Fayra ngajak mereka main yang paling menegangkan. Permainan yang kursinya berbentuk lingkaran kemudian ditarik ke atas dan diturunkan secara tiba-tiba. Apa itu deh namanya, saya lupa. Tinggi towernya sekitar 5 meter.

Awalnya Fayra dilarang juga karena permainan ini juga memiliki syarat tinggi min 125cm, tapi mbak petugasnya kasian melihat Fayra yang sebelumnya nangis karena tidak bisa ikut main bombom car. Fayra ditanya mbak petugasnya “beneran mau main ini? gak takut?

Bisa ditebak, Fayra menangguk mantab dan menjawab sambil nyengir “aku mau dan berani kok

Jadilah anak kunyil ini duduk di salah satu kursinya. Sementara mas Rafa tunggu dibawah sama saya.

Deg-degan liatnya, takut tubuh mungil Fayra merosot. Ukuran badannya gak seimbang dengan besi penyangga. Begitu sampai di bawah, Rafa menghampiri Fayra dan bertanya “gimana dek, ngeri gak diatas sana? naik turun gitu serem gak?

Fayra melenggang cuek “biasa aja, cuma geli perutnya

-0-0-0-0-0-

Yah begitulah Fayra di usianya yang sudah 6 tahun ini.

Suami berpesan ke saya “jangan dibiarin gitu aja ah ma. Takut nanti besarnya kaya kamu. Agak dilarang sedikit lah kalo dia mulai nyoba yang aneh-aneh gitu

Mami saya nyengir dan mengejek “rasain kamu. Biar tau rasanya jadi aku waktu kamu masih kecil

*nunduk dan gandeng Fayra melipir*

-0-0-0-0-0-

Selamat 6 tahun, sayang!

Mama akan selalu mendukung apa yang ingin kamu lakukan. Tapi kalo bisa, nanti jangan ikut masuk STM juga ya.

Duduk ala preman

Duduk ala preman

Lagi duduk di depan mushola, ada teman melakukan foto candid. Hasilnya di share ke yang lain, tentunya pada ngetawain saya.

Siyall kegep saya.

Tapi saya baru ingat ada foto serupa.

Dan ini dia hasilnya:

Nah semakin jelas kan darah preman nurun dari mana?