Berasa pernah dengar judul ini? Iyes memang judul itu ngetop banget karena cerita dari novel karya Allison Pearson ini sudah diangkat ke layar lebar, pemeran utamanya juga ngetop … siapa lagi kalo bukan Sarah Jessica Parker.
Novel dan film ini bercerita tentang perjuangan seorang wanita pekerja luar rumah yang jumpalitan mengatur waktu – tenaga – pikiran nya dalam usaha menyeimbangkan kehidupan rumah dan kantor. Nah ‘gw banget’ kan?
Ngaku aja deh, sebagai wanita yang sudah menikah dan memiliki anak … kepala kita tuh kadang ‘penuh’ yah. Saya juga ngalamin kok saat badan sudah selonjoran di kasur, tetapi pikiran kita masih aja melayang dan berpikir “ok besok pagi bikin sarapan yang gampang aja. Bekal makan siang anak tinggal cemplang cemplung karena si mbak udah motong sayuran dan ngulek bumbunya. Sampe kantor harus buka inet banking, bayar SPP, bayar listrik, bayar cicilan rumah, dll. Jam 10 meeting, harus presentasi. Jam makan siang harus sempetin ke ITC, cari kostum untuk anak-anak. Pulang kantor musti mampir ke supermarket, stok susu dan buah mulai menipis.”
Mau kita ibu pekerja luar rumah, atau kita ibu rumahan, atau pun ibu dengan bisnis sampingan … pasti sama rasanya. Cuma mungkin beda di hal yang harus dilakukan dan pengaturan waktunya aja.
Betul??? *gaya ulama*
Makanya saya kurang setuju dengan istilah Full Time Mother. Karena semua ibu di dunia ini adalah Ibu Penuh Waktu. Tugas dan tanggung jawab seorang ibu tetap melekat pada diri kita, meski mungkin secara fisik kita tidak dirumah. Walaupun ada mbak / asisten / suster / baby sitter / supir / tukang taman yang membantu kita dalam mengerjakan tugas harian … tetap saja tanggung jawab hasil pekerjaan itu ada pada diri seorang ibu. Sekali kita menjadi seorang ibu, kita tidak bisa mundur atau resign. Kita tidak bisa lepas dari pekerjaan seorang ibu sampai akhir hembusan nafas kita.
Enaknya jadi ibu jaman sekarang, kita sangat terbantu dengan perkembangan teknologi dan saya sangat berterimakasih pada para penciptanya. Ada telpon yang membantu kita untuk berkomunikasi, ada internet yang membantu kita untuk mencari informasi, ada gadget dapur yang meringankan tugas kita, ada berbagai bumbu bubuk dan instan yang sangat mempersingkat waktu kita di dapur. Terpujilah orang yang memulai bisnis delivery service, karena nya kita ada backup saat kepepet hehehe.
Ingat kan bagaimana saya memanfaatkan teknologi saat Rafa ada Mandarin Speaking Test di sekolah?
Kemarin kami melakukannya lagi. Saya baca di buku penghubung bahwa Rafa akan ada Math Quiz hari ini. Makanya kemarin saya dan masguh memutuskan untuk naik kereta aja ke kantor (hari sebelumnya naik mobil). Supaya bisa sampai rumah lebih cepat dan menemani Rafa belajar. Dari sore saya sudah telpon dan mengingatkan Rafa “kamu baca-baca dan kerjakan latihan soal yang ada dibuku dulu ya, mas. Sambil tunggu mama pulang kerja. Sebisa kamu aja dulu”
Saat saya di kereta, BlackBerry saya berisik pang-ping-pung. Alhamdulillah sore itu saya dapat duduk, jadi bisa sedikit leluasa untuk mengeluarkan dan melihat isinya. Ternyata dari Rafa. Begini awal percakapannya:

Rafa akan ulangan matematika dengan materi pecahan campuran. Masih inget dong, kan dulu jaman SD saya juga mempelajari yang sama. Percakapan terus berlanjut dengan menjabarkan beberapa contoh soal:

Jeng … jeng … jeng … kok makin susah nih angkanya. Hahahahaha *emak lemot karena menua*
Sebenarnya gampang sih soalnya, cuma ribet menjelaskannya via instant messenger seperti ini. Mana di kereta pula, harus konsentrasi udah sampai stasiun apa … takut kelewatan hihihi. Alhamdulillah udah hampir sampai. Jadilah percakapan saya tutup dengan “tunggu ya mas, 2 stasiun lagi mama sampai rumah. Kita belajar sama-sama ya, nak”
Sampai rumah, Rafa minta ijin nonton TV sebentar sementara dia menunggu saya bersih-bersih. Setelah itu kami langsung duduk bareng dan belajar bersama. Kenapa saya bilang belajar bersama? Ya karena saya juga jadi ikut belajar :p
Saya belajar istilah-istilah matematika dalam Bahasa Inggris. Saya belajar bagaimana cara menjelaskan sebuah langkah mengerjakan soal dalam bahasa yang sederhana, yang sekiranya dapat dimengerti anak dengan mudah. Yang paling penting, saya belajar untuk bersabar.
Melihat Rafa bisa mengerjakan soal-soal berikutnya dengan mudah, melihat wajah puas Rafa saat selesai … semua itu cukup untuk menghilangkan rasa capek saya setelah seharian di luar rumah.
Saya sadar tidak banyak waktu yang saya berikan untuk anak-anak, karena harus meninggalkan mereka untuk kerja di kantor. Saya juga sedih saat anak-anak karnaval, saya tidak bisa datang ke sekolah dan melihat pesta kostum mereka. Saya juga tersindir saat walikelas Rafa bilang “If i’m not mistaken, I only saw you once before now. Right?”
Yupe, walikelas 5 ini baru melihat saya sekali saat pembukaan tahun ajaran baru. Dan kalimat itu diucapkan pada pertemuan kedua kami saat saya ambil raport mid semester bulan lalu.
Saya cuma ke sekolah jika ada pertemuan orang tua murid. Saya cuma ke sekolah untuk ambil raport anak. Saya cuma ke sekolah kalau memang ada urusan yang tidak bisa diwakilkan.
Tapi saya masih monitor nilai anak-anak dari Parent Desk di website sekolah. Saya masih rutin tiap hari membaca buku penghubung komunikasi guru dan orang tua yang dibawa anak-anak ke rumah. Saya masih ikut berdiskusi dengan ortu murid lain di BBgroup karena disitulah kami saling mengingatkan kegiatan di sekolah. Saya masih memantau lalu lintas buku bacaan yang dipinjam anak saya dari Library Page di website sekolah. Alhamdulillah saya masih sempat menemani anak-anak belajar, mengerjakan pekerjaan rumah dan mempersiapkan anak sebelum mereka ulangan.
Kalo saya mulai gak sabaran, ditandai dengan nada agak tinggi plus sedikit ngomel saat ngajarin anak … Masguh langsung cepat tanggap “kaya nya kamu capek deh, ma. Ke kamar gih, biar aku lanjut ngajarin Rafa“. Alhamdulillah suami sangat support, mengerti dan bisa membantu meredam emosi. Kurang cinta apa coba? Hehehe
That’s how I do it.
Alhamdulillah I’m happy and proud to be able to do it. Not easy though
Makanya maaf aja saya suka sensitif kalau ada yang bilang “Ibu pekerja luar rumah kurang merhatiin anak”
Situ kaleeee, sini mah enggak :p *maap ini emosih + hormon*
I don’t know how she does it.
Yang saya tahu saya harus bisa melakukannya.
Dengan segala cara, dengan tenaga yang saya punya, dengan rasa cinta terhadap keluarga … insya Allah saya BISA.
By the way, saya suka tagline film diatas:
IF IT WERE EASY, MEN WOULD DO IT TOO
So, how you do it?