Browsed by
Author: De

H1 Ramadhan 2011

H1 Ramadhan 2011

Alhamdulillah Rafa bisa istiqomah puasa walau teman-teman di sekolahnya banyak yang non-muslim. Saat lunch break, seperti Ramadhan tahun lalu Rafa memilih untuk pergi ke mushola dan melakukan sholat dzuhur berjamaah. Tahun lalu Rafa cuma batal puasa 1x karena sakit. Mudah-mudahan tahun ini bisa lancar puasa tanpa hambatan apapun. Amin

—————————–

Sementara Fayra nih

Fayra: mama, hari ini aku puasa loh

Mama: wuiih subhanallah, anak mama hebat. Kamu kuat sampai jam berapa, nak?

Fayra: Bangun tidur aku sahur makan roti 1, trus  aku puasa. Jam 9 aku makan roti 1 lagi, trus aku lanjut puasa. Jam 12 aku makan nasi.

Hahaha ok deh

Keyakinan

Keyakinan

Suatu hari seorang mbak vendor (supplier) datang ke kantor saya. Kebetulan saya baru keluar dari toilet habis wudhu. Saya minta maaf dan minta waktu sebentar untuk sholat Ashar. Eh mbak ini minta ikut

Can I come with you to your praying room? I want to see what you are doing

Hah? Ngapain coba?

Tapi karena saya yakin dia tidak akan mengganggu prosesi ibadah, saya persilahkan dia untuk ikut ke mushola. Saya minta dia duduk di pojok belakang sebelah lemari tempat penyimpanan mukena. Sementara saya sholat tak jauh di depan nya.

Setelah salam, saya tengok ke belakang untuk melihat apakah mbak ini masih ditempatnya. Ternyata si mbak duduk bersimpuh seperti posisi sinden dengan mata terpejam dan posisi tangan seperti ini:

Mbak itu tanya “it’s very short and simple. May I know what do you whisper along the process?

Beliau Atheist – tidak pernah beribadah.

Saya beritahu urutan sholat, doa yang saya baca dan artinya in a very simple way. Bahwa saya memuji Tuhan, bersyukur atas hidup saya dan segala yang dilimpahkanNYA, memohon ampun atas kesalahan yang pernah saya perbuat, saya mohon diberikan kesehatan – kebahagian – berkat, dll.

Mbak ini takjub, terdiam dan berpikir. Dia mengangguk-anggukan kepalanya sambil bilang “next time you pray, I will join la

Beberapa teman yang melihat mbak ini keluar dari mushola, langsung membombardir saya dengan berbagai macam pertanyaan “eh ngapain dia dari mushola? lo mo bikin dia muslim ya?

Ih pada nuduh aja deh. Keinginan mbak ini simple banget. Gak pingin masuk Islam kok. Gak pingin memeluk agama apapun juga. Dia cuma bilang “I did many sins, I never ask to be forgiven

Di China tidak ada pelajaran agama yang diberikan di sekolah. Orang tua nya tidak pernah mengenalkan konsep ketuhanan ke semua anak-anaknya.

Seumur hidupnya (yang belum 30 tahun juga sih), mbak ini tidak tahu apa itu ibadah, apa guna berdoa, harus minta ke siapa saat dia sedih / takut / khawatir / bingung.  Dia tidak pernah mengerti arti dari bersyukur dan mohon ampun.

Yang lucunya, dia gak percaya Tuhan tapi takut setan hehehehe.

Kebayang gak sih hidup tanpa pegangan keyakinan?

Jalanin hidup plain tanpa arah dan tujuan akhir. Tanpa ada acuan dan batasan.

Beberapa hari setelah itu, status BBM dia berubah menjadi “learn to pray

Terlepas dari cara berdoa dan kepada siapa mbak itu mengajukan doanya. Saya bersyukur karena saya jadi ikut belajar.

Saya belajar untuk mensyukuri bahwa setidaknya saya masih punya ‘pegangan’ keyakinan. Terlahir, terpaksa, atau dengan hati terbuka kita menerima keyakinan tsb, itu adalah pilihan kita sendiri.

Rafayra ke Desa

Rafayra ke Desa

Alhamdulillah di penghujung liburan Juni-Juli 2011 ini, mama papa berhasil menyamakan waktu cuti dikantor masing-masing. Walau mepet menjelang tanggal masuk ke sekolah, tapi kami sempatkan untuk berlibur ke luar kota. Tujuan awal kami Joglosemar (Jogja – Solo – Semarang). Tapi karena cuma punya waktu 4 hari (sabtu – minggu – senin – selasa), kami gagal melanjutkan perjalanan ke Solo dan Semarang.

Untuk memberikan pengalaman baru pada Rafa dan Fayra, kami sempatkan untuk menginap di rumah salah satu tante saya di Wonosobo (sekitar 2 jam dari Jogja). Tante saya ini memutuskan untuk menghabiskan masa tua nya seorang diri dengan hidup sederhana di sebuah desa kecil. Awalnya keluarga kami tidak percaya dengan keputusannya, mantan seorang wanita karir memilih hidup sendiri secara sederhana di desa kecil yang bukan tanah kelahirannya.

Saya bercerita sedikit tentang tante yang saya kagumi ini yah:

Dulu tante saya adalah seorang perawat gigi, menikah dengan seorang angkatan Laut dan mendapat tugas di Lampung. Kemudian saat suami meninggal dunia ketika menuaikan tugasnya, tante saya pindah ke Jakarta dan menjadi perawat klinik gigi di RS Angkatan Laut. Setelah selesai masa baktinya, tante memutuskan untuk tinggal di Wonosobo kampung halaman almarhum suaminya. Sampai anak bungsunya meninggal dan dikuburkan bersebelahan dengan ayahanda. 2 anaknya yang lain sudah menikah dan tinggal di kota lain, beberapa kali dalam sebulan tante mengunjungi mereka. Sekarang tante saya tinggal di rumah sederhana (ruangan rumah seperti apartemen model studio) dan memutuskan untuk menjadi vegetarian. Kegiatannya hanya fokus untuk agama dan bersosialisasi dengan penduduk sekitar desa. Setiap bulan tante harus ke kota untuk mengambil uang pensiun, lalu belanja daging dan pulang ke rumah tante akan masak-masak untuk dibagikan ke para tetangga. Hampir setiap pagi tetangga yang habis memetik sayuran dikebun masing-masing, meletakan sebagian dari hasil petiknya di pagar rumah tante saya. Hidup sederhana, tak pernah kekurangan, tak pernah kehabisan walau uang pensiun selalu habis untuk dibagi-bagikan. What a life! I really envy her. Semoga Allah SWT selalu memberkahi hidupnya.

Sebelum berangkat saya sudah menceritakan ke anak-anak bahwa kami akan mengajak mereka merasakan tinggal di sebuah desa kecil di kaki bukit. Mereka sangat bersemangat. Sampai disana, terlontar ucapan-ucapan lucu dari mulut Rafa dan Fayra:

Ma, tadi aku lihat gunung. Kok sekarang gunungnya hilang

Mereka tidak sadar bahwa saat itu mereka berada di atas gunung yang tadi mereka lihat di jalan. Hehehe

Sore hari kami bermain ke sawah. Saya tunjukan ke Fayra bulir padi. Saya biarkan Fayra memetik salah satu bulir padi, memegangnya dan mencoba mengupas. Saya ceritakan proses perubahan padi menjadi beras untuk kemudian dimasak menjadi nasi.

Saat mau tidur saya minta anak-anak untuk ganti baju tidur (kaos dan celana panjang). Untuk Rafa yang udah susah dapat piyama berukuran badan remaja, tetap pakai kaos + celana pendek biasa. Rafa melengkapi balutan tubuhnya dengan sebuah sarung.

Rumah ini aneh ya, Ma. Gak pake AC tapi dingin banget

Esok pagi nya setelah sholat subuh dan sebelum mandi, kami bawa anak-anak ke sungai di belakang rumah. Karena musim kemarau, air sungai sangat dangkal. Tidak berbahaya untuk anak-anak turun ke batu kali disana.

Setelah puas main cipratan air sungai yang bening, kami menyusuri beberapa kebun sayur di sekitarnya. Kami sempat melihat beberapa penduduk desa sedang memecah batu kali untuk dibuat kerikil kecil. Mereka angkut dari pinggir sungai pakai ember, sampai atas mereka masukan ke dalam gerobak dan dikirim ke penjual batu.

Rafa bilang “walo gak ada PS (play station), main katapel – turun ke sungai – metik sayuran. Seru juga ya, Ma

Sepanjang jalan menuju rumah, anak-anak penasaran “ini bau apa, Ma? aneh tapi enak

Saya jelaskan bahwa ini yang dinamakan bau tanah basah kena embun. Harum tapi agak aneh di hidung.

Kemudian kami kembali ke rumah untuk mandi. Saat mencelupkan tangannya ke air dalam gayung, Fayra nyeletuk:

Mama gimana sih, air es kok dipake untuk mandi. Aku kedinginan nih

Akhirnya saya rebus air panas dulu, untuk dicampur ke ember mandi anak-anak.

Setelah mandi dan sarapan, kami melanjutkan perjalanan ke puncak Dieng. Kami sempat berhenti beberapa kali ditempat yang menarik untuk anak-anak. Salah satunya kebun bawang merah. Mereka sempat mematahkan salah satu daun, untuk mengetahui bau bawang.

Yang sedih saat Fayra bertanya “kenapa sih Allah SWT kasih aku alergi bunga?” Tapi tetap aja nekat main bunga tiup sama mas Rafa. Untungnya gak bentol atau gatal. Fay bilang “ini kan rumput, bukan bunga. Gak berwarna kok, Ma

Alhamdulillah gak salah pilihan kami membawa Rafa dan Fayra untuk setidaknya merasakan satu malam tinggal di desa. Banyak pengetahuan baru yang mereka dapatkan dari mengamati lingkungan dan penduduk desa. Semoga pengalaman ini berbekas pada diri mereka.

Setidaknya Fayra sudah terpuaskan karena pertanyaan “Salak itu gimana cara buatnya sih, Ma? kok enak banget” , akhirnya terjawab ketika kami sempatkan untuk berkunjung ke kebun salak. Karena pohon salak penuh duri, anak-anak tidak bisa memetik buahnya secara langsung. Alhamdulillah malah dikasih 5kg oleh pemilik kebun. Sudah bersih dari duri, tinggal kupas dan makan. Jadi cemilan di mobil selama perjalanan.

Karena sudah capek dan tepar semua bobo dimobil, kami kembali ke Jakarta malam itu juga. Besok paginya ada orientasi gedung sekolah baru anak-anak. Satu baris kursi di belakang mobil kami penuh dengan pemberian penduduk desa yang tinggal disekitar rumah tante saya. Dari mulai salak, tomat, terong, kerupuk mentah, dan berbagai makanan lain. Ah senangnya, alhamdulillah perjalanan kali ini benar-benar berkesan.

PS: Saya akan becerita tentang Dieng di postingan yang berbeda yah. Karena ada beberapa objek wisata yang akan saya jelaskan lebih rinci.

What have I done?

What have I done?

Beberapa waktu lalu saya menerima friend request di Facebook dari salah satu adek kelas saya di STM. Saya lihat profilenya, dan saya pun terkagum-kagum. Saya adalah jebolan angkatan ke 2 di STM, saat itu masih jaya karena semua perusahaan telekomunikasi mencari calon pekerja dari sekolah kami. Tapi adek kelas 2 tahun di bawah saya yang lulus tahun 1998 saat Indonesia mengalami krisis moneter, tidak seberuntung kami. Perusahan telco tidak lagi melakukan rekrutmen. Sebagian besar dari adek kelas saya melanjutkan kuliah dengan jurusan bermacam-macam. Adek kelas saya yg ini mengambil jurusan Pendidikan Agama Islam.

Seminggu setelah saya approve, beliau mengirimkan email yang berisi proposal. Ternyata adik kelas saya ini membuat madrasah di sekitar rumahnya. Seluruh pendidikan di sekolah ini diberikan secara cuma-cuma alias gratis untuk anak-anak dari kalangan tidak mampu yang berada di sekitar rumahnya.

Beliau menggaji 4 orang guru + 1 orang tata usaha (admin) + 1 orang Office Boy. Muridnya sudah ada 25 orang. Sebagian dana operasional didapat dari subsidi pemerintah. Kekurangannya ditutup dari uang pribadi, sumbangan masyarakat sekitar dan partisipasi para donatur tetap. Untuk itulah beliau mengirim proposal madrasah nya ke email saya dan beberapa teman lain. Beliau mencari para donatur tetap untuk membantu operasional madrasah.

Subhanallah!

Saya berkaca dan berpikir, what have I done?

Apa yang sudah saya lakukan di dunia ini untuk kepentingan umatNYA?

Apa kontribusi saya terhadap masyarakat sekitar rumah?

Sungguh saya malu.

Karenanya saya mengajak pembaca blog ini, semoga ikut tergerak dan berpartisipasi menjadi donatur tetap. Detail yayasan sebagai berikut:

Nama lembaga : Madrasah Diniyah Takmiliyah Al Jihad

Alamat Gedung Madrasah Al Jihad : Jl Kincir Raya RT 05/06 Cengkareng Jakbar

Waktu Belajar : 16:30 s/d 19:00 WIB

Kepala Madrasah & MPA : Ust Eman Sulaeman, S.Pd.I (no telp: 0878 8783 1437)

Infaq pendidikan:

  • Rp 25.000/bln
  • Rp 50.000/bln
  • Rp 100.000/bln

ditransfer via bank BRI Cab Cengkareng No Rek 0996-01017901539 atas nama Eman Sulaeman.

Semoga partisipasi kita mendapat balasan berkali lipat dari Allah SWT dan semoga terlahir insan baru penerus bangsa yang cerdas beriman.

OCT east di North Shenzhen

OCT east di North Shenzhen

Lanjut cerita tentang kunjungan kerja saya ke China yaa, mumpung masih ada semangat ngedit fotonya (iya tauuu masih utang laporan trip ke Universal Studio Singapore Januari lalu. Nanti yaaa)

Perhatian: postingan ini akan banyak foto loh!

Kunjungan kerja yang resmi cuma 3 hari (Rabu – Kamis – Jumat), tapi kami perpanjang 2 hari (Sabtu – Minggu). Saya punya teman lama yang sekarang sudah kembali ke China dan tinggal di Shenzhen, dan kebetulan beliau pernah tinggal bareng di Austalia dengan salah satu teman trip saya. Asyik kan, mereka saling mengenal dan kami bisa seru-seruan bersama. Jadi hari Sabtu kami akan ditemani penduduk lokal untuk mengenal Shenzhen lebih jauh.

Sehari sebelumnya saya ditunjukan sebuah tiket “We’re going to OCT-east tomorrow morning“. Ah tempat apa itu? Tapi kan ini bulan May bukan October, apakah ini sebuah event atau festival? Saya lihat tiket nya dengan wujud seperti ini:

owh wowwww, saya terpukau dengan gambar pemandangan alam yang disajikan pada lembaran tiket mungil ini. Ketika saya tanya deskripsi tempat ini, teman saya hanya menjawab “perkebunan teh dan bunga, diatas bukit. pokoknya pemandangan alam disana sangat spektakuler

Baiklah saya makin tidak sabar. Saya coba mencari di internet dan mendapat penjelasan:
The Shenzen OCT East is a combination of two large theme parks, resort hotels, three small scenic towns, golf courses and more covering an area of 9 square kilometers. It is HUGE.

Esok paginya kami bertemu di lobby hotel. Kami akan pergi ber4. Saya dan teman kantor (cowok), 2 teman yang pernah tinggal bareng ini sama-sama cewek dan penduduk lokal. Melihat 2 wanita ini hanya menggunakan rok mini dan sepatu flat, saya yakin gak salah kostum. Standar lah saya pakai tunik dengan daleman manset kaos lengan panjang, dipadu dengan jeans dan sendal gunung. Saya siap deh mo diajak jalan kemanapun hari ini.

Perjalanan naik mobil kami tempuh selama kurang dari 1 jam dari tengah kota ke arah utara Shenzhen. Jalan menanjak dan makin mengecil, hanya cukup untuk 2 mobil (1 ke arah atas dan 1 ke arah bawah). Mungkin sama jaraknya seperti dari Monas ke Puncak (Bogor). Bedanya disana gak ada macet, jadi bisa lebih cepat.

Begitu pintu mobil dibuka, udara dingin menusuk kulit saya. Penuh kabut diluar sana. Ah saya pikir udah pakai kostum yang benar, ternyata dingin sekali. Dan saya menggigil kedinginan sementara 2 teman cewek saya santai aja dengan rok mini nya. Beruntung teman cowok saya membawa jaket kulit.

Di depan pintu masuk, ada sebuah rebana raksasa dengan gambar hamparan kebun bunga warna warni seperti ini:

Begitu masuk, gambar tersebut berubah menjadi nyata di depan mata saya:

Saya tengok ke kiri, hamparan luas bunga lavender dan matahari. Diatas bukit ada gereja kecil:

Kami mencari peta untuk menentukan arah perjalanan. Dan saya cukup kaget ketika membayangkan luas area ini dari peta yang terdapat di sebuah papan besar:

Taman ini dibagi menjadi 6 bagian utama. Kami menyusuri semua bagian dengan berjalan santai. Bagaikan berolahraga di musim dingin, jalan menanjak – capek – tapi gak keringetan. hehehe

Setelah asyik bermain-main di area bunga, kami lanjut menuju kebun teh. Di salah satu bangunan di tengah area ini, disajikan upacara lengkap pembuatan teh. Dan bagi pengunjung yang ingin membeli teh, bisa memilih beberapa jenis teh dengan berbagai khasiat dan beda harga.

Disini kami juga menonton wayang, bedanya wayang mereka tidak terbuat dari kulit binatang. Wayang mereka terbuat dari plastik transparan yang diberi warna. Dalangnya pun tidak cuma 1, tetapi ada beberapa orang yang memainkan peran berbeda-beda. Saya sempat mengintip ke belakang layar dan mengambil foto mereka:

Setelah itu kami menuju ke jembatan gantung yang menghubungkan 2 bukit. Dibawahnya terdapat jurang yang sangat curam, tetapi penuh dengan kebun teh dan kebun jagung. Kapasitas maksimal jumlah manusia yang ada di atas jembatan adalah 50 orang. Walaupun di udara terbuka seperti ini, tetap ada larangan merokok di atas jembatan. Selain itu ada larangan untuk loncat. Apa mungkin ada yang pernah mencoba Buggy Jumping dari jembatan ini? Atau mungkin banyak yang suka iseng loncat-loncat diatas jembatan sehingga dikhawatirkan mengganggu orang lain karena jembatan akan bergoyang-goyang. Yang pasti sih saya tidak akan melakukan keduanya. Kurang kerjaan :p

Saya suka banget disini. Udaranya enak, pemandangan bagus, lingkungan terawat, kebersihan dijamin. Karena kedinginan saya pun harus ke toilet. Takjub saya, karena ditengah hutan pun toiletnya bersih lengkap dengan air dan tisu. Walau cuma WC jongkok, tapi kalau bersih dan gak bau kan enak toh? Bener deh rakyat China sudah berubah, gak lagi jorok seperti dulu. Setidaknya tempat umum sangat mereka jaga kebersihannya.

Terlintas dalam benak saya bagaimana kalau membawa keluarga kesini, terutama anak-anak. Kalau Rafa sudah pasti akan lari-lari karena area ini sangat luas. Kalau Fayra sudah pasti akan bentol-bentol sekujur tubuhnya, bisa sebulan lagi deh. Masih ingat kan Fayra alergi serbuk bunga? Di taman bunga cipanas aja bisa bentol sebulan, apalagi disini. hehehe

Ada hall besar yang berisi tanaman indoor. Disini ada pameran kupu-kupu yang sudah dibekukan, diatur rapih dalam sebuah frame kaca yang panjang sekali (hayah apa sih itu bahasanya kalo disiram air raksa / air keras). Ada berbagai jamur, anggrek, umbi-umbian dan berbagai tanaman merambat. Saya juga lihat labu raksasa loh. Ukurannya jauh lebih besar dari kepala saya tentunya. Ada 1 yang bisa disentuh oleh pengunjung. Dan saya memanfaatkan kesempatan ini untuk foto supaya kebayang besarnya. Kalo di kolak untuk ramadhan nanti, bisa untuk berapa puluh orang tuh ya? hihihi

Tidak terasa sudah setengah hari kami berjalan mengelilingi area ini. Laper juga. Ternyata gak sulit cari makan, karena banyak banget tempat makan disepanjang area. Walau kendala untuk saya tentunya mencari yang halal. Pokoknya tinggal minta menu Mongolian, insya Allah tidak mengandung babi (kebanyakan penduduk Mongol adalah muslim). Saya rewel banget tanya detil, bahkan sampai teman saya bingung “without pork, even if it is only oil?” ya iya lahh tentu saja makanan apapun yang mengandung babi gak boleh. Lebih gak boleh lagi kalo makan babi hamil, udah babi mengandung babi pula. hahahahaha

Didalam OCT east terdapat kawasan Interlaken (salah satu kota di Swiss). Area ini dibuat seperti layaknya di Eropa, lengkap dengan arsitektur bangunannya. Ditengah-tengah terdapat danau yang penuh dengan ikan Koi, ikan keberuntungan (membawa hoki) untuk orang China. Juga ada alun-alun khas Eropa loh, dengan burung-burung merpati putih yang berkeliaran disekitarnya. Ada beberapa orang mempertunjukan pantomim dan beberapa seniman melukis pengunjung.

Aaahh saya suka banget ada disini (eh tadi udah bilang yah?). Gak pingin pulang. Setengah hari rasanya belum cukup untuk keliling. Belum sempat naik kereta gantung, belum sempat naik kereta tua yang mengitari bukit, belum liat air terjun, belum coba naik balon terbang. Tapi saya harus pulang, karena kami masih harus ke tengah kota untuk pergi ke tempat lain.

Padahal kalau malam katanya ada pertunjukan theater. Tapi sayang kami gak bisa nonton juga.

Insya Allah lain kali kalau ada kesempatan, saya pingin banget mengajak keluarga kesini. Mungkin kalau Fayra udah agak gedean, biar daya tahan tubuhnya cukup untuk mengatasi alergi bunganya. Selain itu menunggu kemampuan bahasa Mandarin anak-anak meningkat, sehingga saya gak perlu repot cari penerjemah. hehehe

Semua posting tentang China bisa dilihat disini