2 minggu terakhir ini timeline media sosial dibanjiri dengan foto anak wisuda-wisudaan dan penampilan pentas akhir tahun di sekolah. Status teman-teman pun tidak jauh berbeda: terharu, menggunakan hashtag #mewek, bahkan tidak sedikit yang mengaku menangis.
Terdengar lebay?
Ah tidak perlu dijelaskan lah … memang cuma emak-emak yang tahu rasanya. Kami tidak peduli dikatakan lebay.

Begitu pun dengan saya. Menyandingkan 2 foto di atas, foto ketika Rafa pertama kali pergi ke sekolah Playgroup saat usianya 3 tahun dan foto beberapa minggu lalu ketika Rafa akan menghadiri perpisahan sekolah SMP nya. Mata pun mulai berkaca-kaca.
Tisu … mana tisu?

Anak pertama kami sudah melewati 1 jenjang pendidikan lagi. Sudah lulus SMP. Sudah mulai remaja dan beranjak SMA. Sudah pandai berargumentasi, menyenangkan ketika diajak diskusi, mulai memiliki privasi, walau agak susah kalau diajak pergi.

Seperti hal nya ibu-ibu lain yang khawatir saat anak menempuh Ujian Nasional, saya pun ikut tegang selama Rafa menghadapi UN SMP. Meski saya tak seheboh beberapa ibu yang sampai mengirimkan broadcast message ke grup WA atau menulis status di sosial media, minta bantu doa supaya anaknya diberi kemudahan saat ujian. Katanya semakin banyak yang mendoakan, berharap makin didengar dan dikabulkan.
Selain saya dan pak suami terus berdoa untuk mas Rafa, kami juga meminta bantu doa dari orangtua (mami, mama, papa). Selebihnya kami hanya terus mengingatkan Rafa untuk semakin mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dan meminta agar dirinya diberi kemudahan dalam memahami soal ujian dan kelancaran dalam menjawabnya.
Kemarin nilai UN sudah keluar. Alhamdulillah nilai mas Rafa sedikit lebih tinggi dari peringkat 1 yang ada di kertas itu *nunjuk foto di atas, Nilai Rata-Rata Sekolah di Jakarta*
*sujud syukur*
Untuk Rafa yang 3 tahun terakhir belajar di sekolah yang tidak mengikuti kurikulum Diknas, kami bersyukur sekali Rafa bisa dapat nilai segitu. Hasil kerja keras kami terbayar lunas.

Saya percaya bahwa kalimat “ah, nilai gak penting lah” memiliki arti yang sama dengan kalimat “uang bukan segalanya”
Nilai mungkin memang tidak penting, tapi banyak hal yang memerlukan nilai.
Untuk bisa masuk sekolah swasta favorit dan sekolah negeri unggulan, butuh nilai jempolan. Untuk bisa mendapat beasiswa, perlu nilai istimewa. Untuk dapat undangan universitas negeri, dicari siswa yang memiliki nilai tinggi. Bahkan untuk bisa kerja di perusahaan bergengsi pun, masih lebih dilirik yang memiliki IP luar biasa.

Ah mewek lagi saya baca surat yang kami terima ketika Rafa naik kelas 3 SMP pertengahan tahun lalu.
Terima kasih ya, mas.
Terima kasih atas segala kerja keras yang sudah kamu lakukan. Papa dan mama akan selalu mendukung setiap langkah kebaikan yang kamu tempuh. Papa dan mama akan berusaha semampu kami memberikan segala yang kamu butuhkan untuk mengejar yang kamu cita-citakan. Semoga kamu menjadi orang yang lebih baik dari kami, menjadi anak yang sehat – cerdas – beriman. Semoga kamu bisa menjadi seorang pemimpin yang bertaqwa.
Selalu membanggakan ya, nak!
Tisu … mana tisu?