Japan D5 – Kyoto
Hari ke 5 di Jepang, Masguh sudah tidak ada kerjaan lagi. Tapi kami memperpanjang masa kunjungan di Jepang selama 2 hari ke depan.
Karena beberapa tahun lalu Masguh pernah 1 bulan tinggal di Tokyo, jadi kunjungan kali ini Masguh ingin mencoba keluar kota Tokyo. Sekalian mencoba merasakan naik kereta peluru (bullet train) yang terkenal dengan kecepatannya itu.
Batas waktu check-out kamar hotel adalah jam 10 pagi. Jadi sebelum kami sarapan, sekalian mengurus check-out. Setelah itu cusss menuju Tokyo Central untuk naik Shinkansen ke Kyoto.
Walau JRpass hanya berlaku untuk shinkansen yang murahan (Hikari), tetap aja kami norak saat kereta keren ini ada di depan mata.
Jarak Tokyo – Kyoto sekitar 450-an kilometer, seperti jarak Jakarta – Semarang, ditempuh kereta ini dalam waktu 3 jam saja. Sementara kalo kita naik kereta Argo dari Jakarta ke Semarang, butuh waktu 5-6 jam. Kebayang betapa cepatnya kereta peluru ini?
Shinkansen Hikari yang lebih lambat dari Nozomi ini, kecepatan maksimumnya 200an kilometer per jam. Jadi penasaran bagaimana rasanya naik Shinkansen Nozomi yang paling mahal dan paling cepat (sampai 300an KM/jam) itu yah? *ndeso mode ON*
Sampai di Kyoto sekitar jam makan siang. Belum bisa check-in di penginapan (harus jam 4), jadi kami hanya pergi ke penginapan untuk menitipkan koper saja. Kemudian kami mencari makan siang di sekitar stasiun, lalu pergi ke kantor pusat informasi mencari petunjuk untuk pergi ke objek wisata terdekat.
Kyoto ini seperti kota Solo. Objek wisatanya lebih ke pariwisata budaya dan tradisional. Selain pemandangan alam, 90% objek wisata di Kyoto berupa kuil. Enaknya disini, pemerintah menyediakan transportasi yang sangat mendukung pariwisata. Ada bus dengan rute melewati beberapa objek wisata. Tarif bus per 1x naik adalah 220 yen. Tapi kita bisa ambil 1 day pass (sepuasanya naik bus selama 1 hari) seharga 500 yen saja.
Tentu saja kami membeli tiket 1 day pass. Saat naik pertama kali, kita tinggal masuk ke dalam bus. Begitu akan turun dari bus, kita masukan kartu/tiket ke dalam mesin yang terletak di sebelah supir. Mesin tsb akan mencetak tanggal pada bagian belakang kartu. Untuk naik bus berikutnya, kita hanya perlu menunjukan tanggal pada kartu tsb ke supir bus saat akan turun. Mudah ya?
Saat menitipkan koper di penginapan, petugas resepsionis meminta kami membawa payung yang mereka sediakan di dekat pintu masuk. Kata beliau, menurut perkiraan cuaca di TV sore hari ini diperkirakan akan turun hujan. Dan benar aja dong, turun bus langsung disambut hujan deras.
Kyomizudera
Pemberhentian pertama kami: Kiyomizudera Temple, artinya Kuil Air Murni yang berasal dari perairan murni dekat situs Air Terjun Otowa di timur bukit berhutan Kyoto. Didirikan tahun 780, masuk ke dalam daftar situs yang dilindungi UNESCO.
Saat turun di halte Kyomizudera, papan petunjuk arah menuju kuil ini terpampang jelas. Informasinya, jarak kesana sekitar 500 meter. Ternyata jalannya menanjak aja dong, secara lokasinya di pinggir bukit kan. Begitu sampai di gerbang, tersaji hamparan puluhan anak tangga. Belum hilang ngos-ngosan jalan kaki dari bawah tadi. Udah harus naik tangga lagi?
Yak mari foto-foto dulu deh.
Meski pakai payung, tetap saja tas + sepatu + jeans + coat yang kami gunakan basah kuyup. Jangan tanya dinginnya deh, sudahlah udara winter ditambah baju basah kuyup itu membuat badan menggigil disko.
Salut sama para wanita yang menuju tempat ini menggunakan kimono lengkap dengan sendal jepit kayu. Saya pun mengajak 2 gadis cantik berkimono untuk foto bersama. Kapan lagi bisa foto dengan gadis jepang, mumpung disini kan.
Saat memberi aba-aba “1…2…3” baru Masguh ceklek kamera, 2 gadis ini berteriak “yi, er, san”
Jiahahahahaha … saya tertipu!
Mereka bukan Oshin sang gadis Jepang, melainkan versi KW nya. Mereka adalah Amoy sang gadis China, karena mengucapkan 1-2-3 dalam bahasa Mandarin (akibat sering ke China nih, jadi tau deh)
Gak sanggup naik tangga banyak (inget jadwal periksa tulang tahunan bulan depan/April), jadi cukup sampai di pintu masuk ini aja deh. Karena sudah semakin sore, kami melanjutkan perjalanan naik bus lagi. Diputuskan untuk batal masuk ke dalam kuil ini.
Sebenarnya ada becak ala Jepang, seperti tampak pada foto dibawah ini:
Mana tegaaaa.
Saya pikir becak di Indonesia sudah tidak manusiawi karena tukang becak harus genjot sepeda di belakang. Ternyata di Jepang lebih parah karena tukang becaknya harus lari menarik becak dengan tubuh kita di atasnya. Pantesan tukang becak di Jepang badan nya kekar macam Mr. Barbel yang rajin nge-gym.
Ginkakuji
Kunjungan berikutnya: Ginkakuji Temple, atau yang biasa disebut Silver Pavilion. Tempat ini menjadi pusat budaya tradisional Jepang dari mulai kesenian, upacara minum teh, seni merangkai bunga, puisi, design taman dan arsitektur khas Jepang.
Di dalam nya berisi pavilion perak, beberapa bangunan kuil/candi, taman lumut dan taman kering ala Jepang, kebun dan lain-lain. Kalau dilihat dari peta dibawah ini sih, kebayang betapa luasnya:
Sayangnya nih …
Kami tiba disana bertepatan dengan jam tutup mereka. Jadi lah kami tidak bisa masuk ke dalamnya. Cuma boleh foto di depan pintu masuknya saja:
Kami jalan balik ke arah halte bus. Matahari sudah mulai tenggalam saat bus datang. Kami putuskan untuk kembali ke hotel, ganti baju -sarung tangan – sepatu kemudian pergi lagi di sekitar penginapan untuk mencari makan malam. Kulit telapak tangan dan kaki saya mulai keriput dan pucat akibat kedinginan.
Owhyah … kenapa saya tidak menyebut HOTEL malah menulis PENGINAPAN?
Karena di kota Kyoto ini, kami tinggal di penginapan tradisional Jepang yang disebut RYOKAN. Unik banget deh. Tunggu liputannya di posting berikut yaaaa.
Semua posting tentang Jepang bisa dilihat di http://www.masrafa.com/category/jalan-jalan/japan/