Browsed by
Tag: family trip

Elephant & Crocodile Show – Bangkok D3

Elephant & Crocodile Show – Bangkok D3

Rabu, 23 Feb 2010
Ini objek wisata ke 4 yang kami kunjungi (tidak termasuk 2 objek yang kami lewati begitu aja).  Nama tempatnya: Samphran Elephant and Crocodile Zoo. Dipintu masuk, sebelah kanan ada restoran Erawan. Kami makan siang disana dengan sistem prasmanan. Karena sudah bagian dari paket tour, kami tidak perlu bayar makan dan tiket masuk untuk lihat show. Di resto Erawan tersedia makanan Thai, China dan Western. Dengan bumbu yang disesuaikan dengan lidah Thai pastinya. Jadi kalo nyobain spageti, rasanya tetap asam manis ala bumbu Thai hehehe. Kamar mandinya banyak dan bersih, lengkap dengan tempat wudhu. Di sisi kiri restoran ada sebuah lorong yang digunakan untuk Mushola. Jadi kami sholat diruang tsb yang sudah dialasi karpet merah, dilengkapi pentunjuk arah kiblat.

Setelah sholat dan makan siang, kami masuk ke dalam area zoo. Di sebelah kiri ada sebuah stand dengan 2 ekor macan besar. Kalau kita mau foto dengan macan-macan tersebut, kita harus membayar tambahan THB100. Harga tersebut diluar tiket masuk ke dalam zoo yaitu THB 500.

Namanya aja ZOO, tapi bentuk tempatnya bukan seperti kebun binatang yang biasa kita lihat. Masuk kedalam ke arah kiri akan ditemukan pintu masuk untuk melihat pertunjukan gajah. Didalamnya terdapat lapangan luas, dengan deretan kursi bersusun keatas di sebelah kanan lapangan. Kursi sederhana dari plastik dengan undakan dari kayu sebagai alasnya.

Pertunjukan dimulai dengan datangnya sebuah trukberbentuk panggung. Keluar lah seorang pesulap dengan pendamping yang gak jelas wujudnya (antara cw ato co), Rafa bilang “itu namanya mbak boy” hehehe

Walo pertunjukan sulapnya sederhana dan gampang ketebak, anak-anak lumayan terhibur (saya? ya enggak lah). Ada sekitar 10 trik sulap dari mulai saputangan keluar bunga, setelah itu burung, terus kelinci … sampai adegan yang pedamping masuk ke kotak trus dipotong-potong. Standar kan?

Setelah pertunjukan sulap selesai, mobil kembali bergeser ke kiri lapangan. Baru deh gajah-gajah mulai masuk. Menceritakan tentang sejarah gajah di Thailand. Dari yang awalnya cuma menghancurkan lingkungan warga, sampai akhirnya digunakan sebagai hewan pembantu mengangkut barang berat (potongan2 kayu hasil tebang) juga menjadi kendaraan untuk berperang.

Penutupnya gajah-gajah tersebut atraksi main bola. Dengan kostum bernomor punggung bintang sepak bola ternama dan nama negaranya. Ada gajah yang asal-asalan gak pernah masukin bola ke arah gawang, ada juga yang menjadi jagoan dan selalu gooolll. Udah gitu setiap masukin bola ke gawang, sang gajah melenggak lenggok bagaikan atlit sepak bola yang sering kita lihat ditipi. Memutar-mutar belalai, mengangkat badan dan kaki hanya bertumpu pada kepala dan belalai. Wuaahh seru!

Terakhir penonton bisa membeli makanan gajah seharga THB10 berupa 1 ikat tebu atau wortel untuk kita berikan langsung ke gajah. Tapi masguh gak mengijinkan anak-anak untuk ngasih makan gajah, takut tangan mereka kotor kena air liurnya hehehe. jadi kamu cukup foto dekat-dekat gajah aja.

Keluar dari tempat pertunjukan gajah, kami langsung menuju ke tempat pertunjukan buaya. Ada sebuah kolam besar yang berisi air sebatas betis kaki orang dewasa dengan beberapa buaya besar didalamnya. Arena tersebut dikelilingi dengan pagar kawat yang cukup tinggi. Sementara penonton berdiri dari luar pagar atau bisa juga lihat dari lantai atas.

Adegan yang ditampilkan gak jauh beda ama debus di Indonesia. Masukin kepala kedalam mulut buaya, pura-pura kepeleset, tapi gak ada yang beneran dimakan ama buaya kok. Dua foto diatas diambil dari websitenya. Karena saking penuhnya penonton, gak bisa moto kebawah.

Dari sini perjalanan kami berlanjut ke Rose Garden/Thai Village. Duh tempat apa lagi tuh? Di postingan selanjutnya yah

Semua posting tentang Bangkok bisa dilihat disini

Wood Carving – Bangkok D3

Wood Carving – Bangkok D3

Rabu, 23 Feb 2010
Dari Floating market kami melanjutkan perjalanan. Kali ini mobil travel berhenti disebuah bangunan dengan halaman luas yang berisi pengrajin kayu. Rumah ini adalah workshop merangkap showroom dari Thailand Wood Carving. Sebenarnya agak males mampir kesini, karena gimanapun di Indonesia juga banyak kerajinan pahat memahat. Di Jepara dan Bali pun ada. Tapi lumayan pengalaman ini menambah wawasan Rafa dan Fayra yang serius banget memperhatikan proses pembuatan pahatan kayu.

Di dekat pintu masuk, kita bisa melihat seorang bapak yang kerjanya cuma gambar aja. Rafa paling lama berdiri disini deh, secara hobinya gambar. Dia perhatikan dengan seksama objek apa aja yang paling banyak di gambar. Sambil nyeletuk “kalo cuma gambar gajah gitu doang mah aku juga bisa ma” hehehehe gaya deh kamu mas, emang mau kerja disitu apa.

Gambar yang sudah selesai kemudian ditempel ke kayu yang akan dipahat. Tumpukan kayu tersebut digeser ke orang yang ada di sebelahnya. Untuk ukuran kayu yang tidak terlalu besar, pemahatnya kebanyakan perempuan. Kalo yang ukuran kayunya sangat besar (meja, lemari, etc) biasanya pemahatnya lelaki.

Rafa serius banget liat pemahat bekerja. Sampai ditawarin untuk beli 1 set alat pahat lengkap. Seru juga sih ngeliat cara mahatnya. Dari gambar 2 dimensi, bisa jadi semi 3 dimensi. Telaten banget deh ngerjainnya.

Yang satu ini bagus banget. 1 buah kayu yang diambil dari belahan tengah sebuah pohon sangat besar. Menjadi sebuah pahatan semi lukisan berukuran 1 x 2 meter. Dikerjakan dalam waktu 6 sampai 12 bulan. Setelah jadi seperti gambar dibawah, harganya USD 2,500 – 4,000 ajah tergantung kerumitan pahatannya. Ampyun mahalnya. Sebanding sih ama proses pembuatannya.

Selama di tempat ini, anak-anak usilnya gak berenti-berenti. Ada aja yang dicoba. Udah gitu sebentar-bentar teriak “papa …. potoin dong“. Kalo papanya males, langsung bilang “ma … poto pake bb mama juga gakpapa”. Kalo kami pura-pura moto, mereka tau dan langsung protes “mana coba hasil potonya? iiihhh mama pura-pura doang yah. aku kan tadi udah foto ama gajah, yang ama kuda nya belum

Asli deh Rafayra beneran tukang tampil. Sampe bule-bule ikut motoin mereka. Saat Rafa iseng pake gading, ada kali 10 wisatawan yang langsung ngarahin kamera ke Rafa. Sambil sibuk bilang “stand still boy, that’s good. One more time” woooyyy bayar anak gw jadi model!! *mencoba memanfaatkan anak hihihihi*

Dibagian luar ada beberapa patung besar dalam bentuk singa, gajah dan kuda. Semua dibuat dalam ukuran binatang aslinya. Harganya?? mayan deh diatas USD2K smua. Disini kita gak beli apa-apa. Walo dibagian samping ada toko souvenir juga. Beraneka ragam souvenir dijual dengan harga yang sedikit lebih mahal dari Floating Market. Tour Guide mengingatkan “kalo mo belanja souvenir, jangan ditempat kaya gini. Nanti aja di SuanLum Bazar” wokeeyyy nurut deh.

Gini nih kalo anak-anak usil gangguin mamanya yang mo mejeng ma patung cantik. Pas itungan ke 3, pada lari mepet semua dengan gaya yang gak ada bagus-bagusnya. hahahaha

Dari sini kami melanjutkan perjalanan untuk melihat pertunjukan Gajah dan Buaya. Ada dipostingan berikutnya yah.

Semua posting tentang Bangkok bisa dilihat disini

Floating Market – Bangkok D3

Floating Market – Bangkok D3

Rabu, 23 Feb 2010
Setelah puas naik gajah, kami melanjutkan perjalanan 5 menit ke arah Floating Market. Sampai disana, tour guide langsung membimbing kami ke arah deretan perahu kecil yang sudah siap baris menanti penumpang. Untuk masuk ke Floating Market dan naik perahu, pengunjung harus membayar THB 500 per orang. Tapi karena kami membayar paket tour, kami tidak perlu membayar lagi.

Kata orang belum ke Thailand kalo belum liat Temple dan Floating Market nya. Karena itu lah kami ikut tour karena lokasi Floating Market yang terbesar ini sudah diluar kota Bangkok. Kalau sewa mobil + supir, kami harus membayar USD100. Sementara kalo ikut tour, USD 150 sudah wisata seharian plus makan siang gratis.

Sebenarnya pasar terapung ini juga ada di Indonesia, yaitu di Kalimantan. Sekarang kita liat yang di Bangkok dulu, nanti kita bandingkan dengan yang ada di Kalimantan, kalau kami berkesempatan kesana. Amin.

Perjalanan naik perahu ini memakan waktu sekitar 10 menit. Kami melewati perkampungan dengan rumah apung diatas sungai. Gak banyak aktifitas penduduk yang kami lihat hari itu, mungkin karena Rabu hari kerja jadi sebagian penduduk keluar rumah untuk bekerja. Kami hanya melihat ibu-ibu yang memasak di dapur, kebetulan dapur rumah mereka rata-rata dibagian luar yang mengarah ke sungai.

Saat kami memasuki area pasar terapung, arah sungai agak membelok ke kiri. Saat itu lah kami melihat seekor buaya kecil di kanan perahu. Saya dan penumpang perahu yang berada di sisi kanan, sempat teriak panik ketika melihat buaya tsb. Dalam sekejap buaya itu menghilang, dan sang pawang cuma bilang “it’s ok madaaammm. Its just a small crocodile. You will see bigger one in Crocodile Farm“. Gundul mu!! Walo situ bilang buaya yang ada dikampung sini jinak, tetap aja untuk kami yang gak bisa dikelilingi buaya …. itu cukup menakutkan.

Semakin siang perahu yang datang makin banyak. Macet juga deh di pasar. Kami turun dari perahu dan memilih untuk jalan kaki dikanan kiri pasar. Banyak dijual aneka cindera mata khas Thailand, buah-buahan tropis dan makananan yang berbahan dasar binatang laut.

Rafa dan Fayra sibuk nyobain berbagai kerajinan tangan. Dari payung *teteuupp pink yang dipilihnya*, topi dari rotan, miniatur tuktuk, dan aneka mainan anak kecil. Ada juga berbagai lilin aroma terapi sampai ke miniatur patung Budha. Baju khas Thai, kaos bergambar gajah dan floating market, aneka tas dan dompet berlogo gajah … wah segala ada di pasar ini.

Karena belum sarapan, kami memesan nasi + sup ikan. Mhmmm yummmmyyy. Enak banget loh sup ikan anget-anget dimakan dipinggir sungai dengan angin silir semilir. Fayra minta mangga dan kelengkeng. 2 buah mangga besar yang dikupas dan dipotong dalam 1 buah piring sterofoam dihargai THB20, 6rb rupiah ajah. Sementara Rafa minta jambu air besar yang juga udah dipotong-potong bersih. Harga sama loh. Kenyang deh. Abis itu masih beli coconut ice cream, es krim rasa kelapa lengkap dengan potongan buah kelapa (slice) didalam batok. Pokoknya beneran eskrim rasa kelapa dalam buah kelapa. Seugerrrr.

Tour guide mengingatkan kami untuk kembali melanjutkan perjalanan ke objek wisata berikutnya, yaitu Elephant and Crocodile Show. Wuiihh kaya apa serunya? Nantikan di posting selanjutnya yah.

Semua posting tentang Bangkok bisa dilihat disini

Elephant Village – Bangkok D3

Elephant Village – Bangkok D3

Rabu, 24 Feb 2010

Hari ke 3 di Bangkok kami habiskan dengan mengikuti “One Day tour to Elephant Village and Floating Market” yang letaknya agak keluar dari kota Bangkok. Sebelumnya kami membandingkan biaya yang harus dibayar jika kami sewa mobil + supir dibandingkan dengan mengikuti tour dari travel agent. Ternyata lebih murah ikut tour dari hotel yang memang udah kerjasama dengan travel agent terdekat.

Kami membayar THB 1,750 per orang, untuk paket:

  • 1 day Tour dari jam 7 pagi sampai jam 5 sore.
  • Mobil berukuran besar yang memuat 10 org wisatawan + 1 tour guide + 1 supir
  • Mengunjungi 5 tempat wisata
  • Gratis makan siang
  • Antar jemput ke hotel

Saat kami dijemput jam 6.30 pagi, mobil kami langsung berangkat dan masuk ke jalan tol. Kami sempat heran “mana peserta lain?” ternyata karena hari Rabu gak ada peserta lain. Biasanya kalo akhir pekan (sabtu-minggu) baru pesertanya banyak. Lumayan deh berasa ikut private tour, 1 mobil sebesar itu hanya kami ber4. Rafa dan Fayra bisa tiduran di bangku tengah dan belakang dengan leluasa.

SALT FARM

Perjalanan jarak kurang lebih 100KM ditempuh dalam waktu 1 jam ke arah luar Bangkok. Kami melewati tempat pembuatan garam (SALT FARM) di sepanjang pinggir jalan tol. Kalo mobil yang berisi wisatawan barat dan timur tengah, mereka berhenti untuk melihat proses pembuatan garam. Kami memilih untuk terus melanjutkan perjalanan, yang kaya gitu aja sih bisa ditemukan disepanjang perjalanan rute PANTURA (pantai utara) pulau Jawa.

COCONUT FARM

30 menit setelah itu mobil berhenti di sebuah halaman parkir yang luas. Kami sempat bingung, tempat apa karena kami cuma melihat pohon kelapa di sekitar tempat parkir. Tour guide nya jelasin “owh here we come in Orchid and Coconut Farm. You can see the process of sugar-making” ealah… objek wisata nya cuma POHON KELAPA ama cara pembuatan gula jawa/merah doang. Akhirnya kami bilang ke tour guide “kita lanjut aja ke tempat lain, kalo cuma kaya gini di Indonesia juga banyak

Mungkin untuk wisatawan barat yang gak punya pohon kelapa dikampungnya, tempat kaya gitu menarik. Tapi untuk kita … biasa aja karena dikampung halaman juga banyak banget. hehehe

ELEPHANT VILLAGE

Karena 2 objek wisata kami lalui begitu saja, kami kepagian ketika sampai di daerah Damnoen Saduak. Gak bisa langsung ke pasar terapung karena masih tutup. Akhirnya kami belok ke Kampung Gajah yang jaraknya cuma 5 menit dari pasar terapung.

Daftar tarif naik gajah di Elephant Village

Tarif untuk naik gajah THB 600 per orang. Karena Rafa udah mulai menjulang, dikenakan tarif yang sama dengan dewasa. Sementara Fayra bayar setengahnya aja. Total ber 3 bayar THB 1,500 untuk naik ke 1 ekor gajah.

Untuk naik gajah, kami harus naik ke sebuah rumah panggung yang tinggi nya sekitar 2,5 meter. Disana sudah menunggu seorang petugas wanita yang akan membantu kita naik ke atas gajah. Ibu itu membantu menggendong Fayra, karena Rafa dan saya sudah duduk dulu diatas gajah. Saat selesai keliling, ibu petugas membantu kita turun juga memberikan air minum dan tisu basah.

Mayan agak deg-degan juga sih. Kalo naik kuda kan maksimal berdua Fayra, nah ini ada 4 orang diatas seekor gajah. Trus takut berat saya melebihi berat Rafa+Fayra, ngeri miring sebelah gitu hahaha. Tapi setelah beberapa menit mulai terbiasa dan bisa menikmati. Gak tegang pegangan besi muluw.

Saat ngobrol dengan pawang gajah, saya bertanya berapa lama kira-kira tracking nya. Ternyata 30 menit ajah. huaaaa kembali khawatir, kirain cuma 5-10 menit. Udah gitu kami tidak cuma melewati jalan setapak kecil yang sudah disemen, tapi kami masuk-masuk ke perkampungan kecil yang agak mirip hutan juga ke sungai kecil.

Karena masih pagi (sekitar jam 9), gajah kami kelaparan. Setiap melihat pohon dengan daun yang cukup lebat, gajah ini berhenti untuk makanin daun-daun. Setiap kepala nya menunduk untuk ambil daun dan rumput/ilalang, kami pun berasa naik rollercoaster. Ngeri jatuh! Pawang gajah ribut nenangin saya dan Fayra “it’s ok madaaaammm. he is just hungry

Gak jauh dibelakang kami ada wisatawan lain dengan gajah yang berukuran lebih besar. Setiap mendengar suara gajah dibelakang kami, gajah yg kami tunggangi langsung berhenti. Menanti gajah tersebut sampai dekat, lalu jalan bareng dengan bergandengan buntut-belalai. Sang pawang menjelaskan, kalau gajah yang dibelakang itu ibunya gajah yang kami tunggangi. Pantesssss akrab dan sayang banget.

Ketika sampai di penghujung tracking, sang pawang mengeluarkan aneka cindera mata yang bisa dibeli oleh pengunjung. Ada berbagai liontin kalung yang terbuat dari gading gajah. Terima kasih tapi kami tidak mau membeli, ngebayangin gajah-gajah yang dibunuh untuk diambil gadingnya … kami gak tega. Selain itu saya dan Fayra memang tidak suka perhiasan juga.

Kemana kah Masguh saat kami berkeliling dengan gajah?

Dibalik semak-semak sibuk motret kami! huahahahaha

Setelah sampai ke tempat pemberhentian, kami turun dan melanjutkan perjalanan ke objek wisata lainnya. Liat dipostingan berikutnya yah.

Semua posting tentang Bangkok bisa dilihat disini

Wat Pho – Bangkok D2

Wat Pho – Bangkok D2

Selasa, 23 Feb 2010

Setelah mengunjungi The Emerald Grand Palace, kami melanjutkan perjalanan untuk melihat Wat Pho atau yang lebih dikenal dengan nama The Temple of Reclining Budha atau Sleeping Budha.

Saat bertanya ke penjaga 7Eleven, mbak nya bilang kami bisa jalan kaki menuju Wat Pho. Letaknya gak jauh cuma harus menempuh jarak 5-10 menit jalan kaki kesana. Kami percaya aja dan mengikuti gerombolan wisatawan lain yang juga berjalanan kaki kesana.

Ternyata lokasi Wat Pho ini ada di samping kiri belakang dari The Emerald Budha. Tepatnya di Chetuphon Road – Bangkok. Lihat kan peta dan kebayang luasnya komplek Emerald Budha … kami harus jalan kaki mengelilingi komplek untuk bisa sampai ke Wat Pho. Untuk Fayra sih nyantai, dia tinggal duduk di stroller … kasian Rafa yang harus jalan kaki mana perut udah mulai lapar.

Sampai disana kami langsung menuju tempat penjualan tiket dan membayar THB 50/orang (Fayra masih gratis) untuk bisa masuk ke dalam kuil dan melihat patung Budha dalam posisi tidur menyamping yang dikenal dengan nama Reclining/Sleeping Budha.

Patung Budha tersebut memenuhi bangunan candi. Patung ini berukuran panjang 45 meter dengan tinggi 15 meter. Keseluruhan badannya terbuat dari plat emas, sementara bola matanya bertahtakan mutiara. Telapak kakinya berhiaskan 108 buah lambang keberuntungan China dan India.

Bagian barat komplek Wat Pho ada sebuah kuil yang berisi patung Budha yang sedang duduk diatas ular. Patung ini disebut Pang Nak Prok, the Buddha under the Naga’s hood.

Didalam komplek kuil Wat Pho yang luasnya 80,000 meter persegi ini terdapat lebih dari 1,000 patung Budha. Bangunan ini sudah mengalami beberapa renovasi dan renovasi yang paling lama membutuhkan waktu 16 tahun 7 bulan pada saat jaman King Rama III. Jajaran patung Budha pada foto diatas disebut Phra Rabieng, ini adalah beranda yang dikelilingi beragam patung Budha diseluruh temboknya dan menghubungkan 4 Vihara didalam komplek Wat Pho.

Hari itu banyak sekali rombongan dari sekolah-sekolah di Bangkok yang mengadakan field trip. Mereka dengan tekun mendengarkan penjelasan dari gurunya. Disinilah mereka mempelajari latar belakang dan sejarah agama Budha yang menjadi agama mayoritas di Thailand. Berbagai patung philisoper juga ada. Seperti patung yang diduduki Fayra di foto atas, ada makna yang terkandung dalam setiap detil bangunan. Sayang tidak ada brosur yang dibagikan seperti di The Emerald Budha. Jadi kami tidak bisa mendapatkan penjelasan secara detil dari keseluruhan bangunan.

Didalam komplek ini juga ada tempat untuk wisatawan yang ingin mencoba pijat ala Thai. Dibuka untuk umum dengan harga THB 250/jam. Komplek Wat Pho ini dibuka untuk umum dari jam 8 pagi sampai jam 5 sore.

Foto diatas adalah Phra Maha Chedi Dilok Dhammakaroknitarn, sebuah candi yang berhiaskan mozaik berbentuk bunga dari keramik putih melambangkan kejayaan jaman King Rama II. Candi ini dibangun oleh anaknya yaitu King Rama III. Beliau juga membangun pagoda dari mosaik kuning, Phra Maha Chedi Muni Batborikharn, untuk melambangkan kejayaan beliau dan bentuk penghargaan terhadap Buddha.

Karena 2 objek wisata yang kami kunjungi dari pagi sampai siang ini luas-luas banget, kami memutuskan untuk naik taksi ke arah Siam Paragon. Jangan terjebak dengan taxi yang nongkrong di depan komplek Wat Pho, suka seenaknya aja ngasih harga sama wisatawan. Pertama kami tanya, supir taksi buka harga THB400. Padahal saat berangkat kami cuma membayar THB 100 aja sesuai angka di argometer.

Akhirnya kami jalan agak menjauh sedikit, dan menyetop taksi kosong yang kebetulan lewat. Taksi di Bangkok banyak merek dan aneka warna. Kali ini Fayra minta naik taksi warna pink yang alhamdulillah pas lewat didepan kami dalam kondisi kosong. Anak-anak pun langsung terlelap didalam taksi selama perjalanan menuju objek wisata selanjutnya, SIAM Ocean World.

Tunggu foto dan liputan tentang Siam Ocean World di postingan berikutnya!

Tips ke Wat Pho:

  • Dari depan The Emerald Budha, mending naik tuk-tuk ke Wat Pho. Tawar aja sekitar THB 80-100, daripada jalan kaki mayan jauh.
  • Peraturan untuk masuk ke komplek Wat Pho sama seperti di The Emerald Budha, baju sopan dan tertutup. Kalo gak memenuhi syarat, terpaksa harus sewa baju/kain atau gak boleh masuk sama sekali

Semua posting tentang Bangkok bisa dilihat disini