Saya baru tau beberapa waktu terakhir kalo seorang TemanBaik ternyata hobi menjahit. Beliau bahkan sudah menerima order aneka pouch makeup dan case untuk gadget. Karena beliau juga tau kalau anak saya suka menggambar, maka diajaknya Fayra untuk ikut bergabung dalam projek kolaborasi “Pouch Bergambar” … duh maaf saya gak paham bahasa kerennya apa.
Awalnya Tiwi mengirim 1 buah pouch ke rumah. Sebelum paket datang, Fayra sudah membeli spidol khusus textile di toko buku. Jadi begitu paket sampai di tangannya, langsung dicoret-coret dong. Gak cuma 1 sisi, tapi 2 sisi penuh!
Saya upload ke sosial media, eh dapat komentar dari Pipitta yang tertarik pesan 4 pieces. Untuk nyetok kado kalau teman anaknya ada yang ulangtahun, katanya. Pembicaraan berlanjut via WA untuk tau lebih detil gambar yang diinginkan. Saya juga mengirimkan foto sketsa yang dibuat Fayra di kertas ke Pipit, sebelum Tiwi mengirimkan pouch untuk digambar oleh Fayra. Dan ini lah hasil akhir gambar Fayra pada pouch yang dipesan Pipit:
Saya unggah lagi ke media sosial, makin banyak teman yang tertarik untuk ikutan pesan. Saat saya nyetir mengantar jemput ke sekolah, Fayra suka membajak henpon saya untuk follow-up pesanan teman-teman saya. Jiwa bisnis mengalir deras ya, nak! Hahahaha
Dibawah ini adalah pesanan seorang teman kantor saya, pouch untuk make-up dan yang satunya untuk alat tulis anaknya. Fayra cari ide sendiri bentuk gambar, sesuai dengan permintaan pemesan. Fayra juga yang memberikan instruksi ke tante Tiwi, kombinasi warna seperti apa yang diinginkan pemesan sampai deadline juga diperhatikan. Cukup detil sih untuk anak umur 9 tahun yang baru belajar bisnis.
Fayra juga menambah material yang digunakan (beli krayon khusus kain yang gak luntur saat dicuci), belanja dari uang yang didapat dari bagi hasil dengan tante Tiwi. Tak hanya itu, Fayra juga meminta saya untuk membeli plastik pembungkus supaya pouch yang sudah digambar tidak kotor dan amplop untuk mengirim pouch ke pemesan. Fayra juga ikut setiap saya pergi ke JNE, jadi dia tau benar bahwa hasil karyanya sudah dikirimkan.
Fayra sudah paham dasar konsep bisnis:
marketing (upload gambar ke sosmed)
menghitung cashflow (tau harga jual, modal, profit dan hasil keuntungan bagiannya)
pentingnya packaging (kepikiran untuk membungkus plastik dan amplop sesuai ukuran pouch)
berpikiran customer oriented (diskusi langsung dengan pemesan untuk menggali detil jenis pesanan, gambar yang diinginkan, kombinasi warna, dll)
memperhatikan timeline (mencatat tanggal pesanan masuk, minta Tiwi menjahit dan mengirim pouch, menyelesaikan gambar dan mengirimkan tepat waktu)
Kadang hari libur sekolah pun digunakan Fayra untuk menyelesaikan pesanan yang masuk. Gak mau diajak jalan-jalan demi ngejar setoran. Hahahaha
Udah tau enaknya hobi yang dibayar nih. Kesukaannya menggambar bisa menghasilkan uang yang digunakan untuk beli alat gambar lagi. Gitu aja Fayra udah seneng banget.
Dibawah ini pesanan dari tante Yeye berupa gambar kuda Fluttershy dari film seri kartun My Little Pony, pesanan dari bekas walikelas Fayra berupa gambar dirinya sedang mengajar di depan kelas, pesanan dari teman kantor papanya berupa gambar fashion icon, pesanan dari teman sekolahnya berupa gambar siluet dirinya.
Saya sempat menghentikan pesanan yang masuk, saat Fayra menghadapi ujian mid semester di sekolah. Kebetulan saat itu Tiwi juga lagi ada projek besar di kantornya yang membuatnya sibuk luar biasa dan kewalahan untuk menjahit di sela waktunya mengurus keluarga dengan 2 orang anak di rumah.
Duh sungguh saya tidak menyangka mendapat respon yang begitu luar biasa dari teman-teman semua. Terima kasih atas komentar berupa penyemangat untuk Fayra sampai pesanan yang dilayangkan. Saya mohon maaf kalau produk yang dihasilkan kurang memuaskan. Tapi saya menghargai usaha Fayra dalam mengimplementasikan bisnis yang setiap tahun dipelajari di sekolah saat Entrepreneurship Day. Terima kasih juga untuk Tiwi yang sudah mengajak Fayra dalam projek iseng-iseng menyenangkan ini.
Saya sudah pernah cerita di sini kan yah, kalo Fayra suka banget menggambar?
Sebagai orangtua, saya dan suami sebisa mungkin menyalurkan minat anak supaya berkembang menjadi lebih baik. Karena kami berdua merasa tidak ada bakat di bidang menggambar, kami memberikan kursus supaya Fayra bisa belajar dari yang lebih ahli di bidangnya. Kami juga memberikan buku-buku yang sekiranya bermanfaat untuk memperdalam hobi Fayra ini.
Sejak umur 7 tahun, arah coretan Fayra lebih ke postur seorang wanita dengan aneka pakaian yang ada dalam pikirannya. Katanya sih, Fayra sudah keliatan minat ke dunia Fashion. Tak heran jika teman-teman saya suka memberi hadiah berupa buku yang berhubungan dengan hal tersebut untuk Fayra. Saya juga tidak kuasa melarang ketika Fayra memilih menghabiskan sebagian uang yang diperoleh dari keluarga besar saat lebaran, untuk membeli buku import fashion yang harganya bikin saya ngekepin dompet lebih kenceng. Hahahaha.
Seperti foto di atas ini lah Fayra kalo lagi asyik di toko buku. Panik melihat aneka macam buku fashion dari luar negeri, dan merajuk untuk borong semua. Dengan uang miliknya sendiri, Fayra percaya diri jalan ke kasir untuk melakukan pembayaran. Mbak kasir heran dan bertanya ke saya, apa benar buku ini untuk anak kecil yang berdiri di hadapannya sambil membuka dompet pink Barbie dan mengeluarkan beberapa lembar ratusan ribu rupiah. Saya cuma mengangguk sambil tersenyum.
Suatu hari seorang sahabat di kantor lama mengirimkan foto di atas. Fayra diundang untuk mengikuti kelas percobaan di sebuah sekolah fashion untuk anak berusia 8-12 tahun. Saya dengan semangat menelpon dan diminta datang esok hari jam 10 pagi. Ketika saya ceritakan kepada Fayra, tentu saja jawaban yang spontan keluar dari mulutnya adalah MAU BANGET, MA!
Begitu sampai di lokasi, mata Fayra berbinar-binar bahagia melihat seluruh ruangan sekolah ini. Fayra diberikan selembar kertas yang sudah ada gambar manekin, dan diminta melengkapi gambar tersebut. Hasil coretan tangan Fayra seperti tampak pada foto di atas. Sesi wawancara dilakukan oleh kepala sekolah, guru fashion style dan guru pola selama 10 menit, di sini Fayra menjelaskan gambar tersebut dengan detil. Berikutnya giliran saya yang dipanggil untuk wawancara dan kepala sekolah menyampaikan “ini anak di sekolahin di Eropa aja deh, keren banget sih!”
Fayra dinyatakan lulus dan boleh bergabung dengan anak-anak berbakat lainnya. Tidak semua anak bisa masuk, kepala sekolah akan menolak anak yang terlihat dipaksakan oleh orangtua hanya karena si anak terlihat JAGO gambar tetapi tidak memiliki passion di bidang fashion.
Saya diskusi dengan papa Fayra melalui WAcall, dan beliau menyetujui Fayra untuk ikut sekolah ini setiap Sabtu walau resikonya tempat ini sangat jauh dari rumah kami. Saya dan suami memang bertekad untuk mendukung kegiatan anak-anak yang positif yang sekiranya bisa membantu mereka untuk mewujudkan masa depannya. Setiap anak itu unik dan memiliki kelebihan maupun kekurangan tersendiri. Daripada ribut mikirin kekurangan anak, akan lebih baik kalo kami habis-habisan explore dan fokus pada kelebihan plus minat anak. Ya kan?
Saat wawancara Fayra sempat bilang “jadi designer gak harus bisa jahit kan? aku gak suka menjahit”
Kepala sekolahnya bilang “wah gak bisa Fay, semua designer harus bisa menjahit. Supaya kita bisa menjelaskan design lebih detil ke penjahit, untuk meminta mereka mau dijahit dengan teknik jenis apa.Saat fashion show pun, kalau baju rancangan kita ada kerusakan maka kita harus bisa memperbaiki sendiri saat itu juga”
2 minggu pertama kepala sekolah memberikan kelas menjahit untuk Fayra. Pertemuan pertama Fayra diajarkan menggunakan mesin jahit. Cuma sekedar menjahit garis lurus dan bergelombang saja. Pertemuan ke 2 Fayra diminta menjahit manual, mengikuti gambar yang dibuat di sehelai kain. Akhirnya sekarang Fayra jadi suka menjahit deh. Bahkan ke sekolah pun Fayra membawa kain, jarum dan benang … saat nunggu saya menjemput, Fayra asyik membuat gambar di kain dan menjahit mengikuti garis gambarnya.
Pertemuan ke 3 Fayra diminta membuat MOOD BOARD sebagai alat untuk mengumpulkan inspirasi sebelum membuat rangkaian design baju. Sehelai karton hitam ditempel aneka gambar dan kain yang Fayra suka. Dari moodboard ini, Fayra langsung kebayang design pakaian seperti apa yang akan dibuatnya.
Pertemuan ke 4 Fayra mulai membuat design pakaian. Tidak hanya 1 jenis, tapi serangkaian yang disebut 1 seri. Fayra diminta menuliskan penjelasan di samping gambarnya seperti jenis kain apa yang ingin digunakan serta model detilnya.
Pertemuan ke 5 Fayra diajarkan untuk membuat pola dengan ukuran manekin 16″ yang dibagikan ke setiap murid saat melakukan pendaftaran. Fayra mengukur badan boneka, membuat pola sesuai ukuran tsb dan menggunting polanya.
Pertemuan ke 6 Fayra diajak ke toko kain untuk belajar mengenali berbagai nama, jenis dan tekstur kain. Setelah tau perbedaan tiap jenisnya, Fayra diminta memilih kain yang akan digunakan sesuai gambar designnya.
Karena Fayra itu anaknya sangat detil, dalam rancangan pertamanya ini Fayra membuat 4 pieces: outer / long jacket denim, kemeja katun, rok denim, dan bawahnya berhiaskan renda juga dasi katun. Belanjaan Fayra paling banyak dan jadi mahal deh, sementara murid lain yang mendesign 1 piece pakaian cuma beli 1-2 jenis kain saja.
Pertemuan ke 7 Fayra diminta menggunting kain yang sudah dibeli sesuai dengan pola yang dibuat sebelumnya. Kemudian setiap bagian dihubungkan dengan jahitan dasar/jelujur. Pertemuan ke 8 baru deh dijahit menggunakan mesin, dibantu oleh guru terutama di bagian yang sulit seperti sambungan lengan baju.
Pertemuan ke 9 Fayra diminta mempersiapkan presentasi yang menjelaskan design nya ini: apa nama/tema rancangannya, jenis kain yang digunakan, target pemakainya, photo session dengan background seperti apa yang akan digunakan untuk pakaian ini, bagaimana make-up foto modelnya, dll.
Pertemuan ke 10 Fayra menggunakan pakaian yang sama dengan manekin kecilnya dan melakukan presentasi di hadapan murid lain, orangtua dan guru-guru. Tujuannya adalah supaya mereka siap menjelaskan rancangannya untuk klien atau pun jurnalis saat mereka sudah terkenal nantinya.
Berikut cuplikan video saat hari presentasi Fayra:
“Inspirasi baju ini dari Hatsune Miku dan seragam sekolah Jepang”, begitu penjelasan Fayra tentang design bajunya.
Setelah presentasi, Fayra berjalan di atas catwalk.
Dengan berakhirnya presentasi ini, maka Fayra dinyatakan lulus modul DreamDress 1 dan siap untuk melanjutkan ke kelas berikutnya. Total ada 10 modul yang bisa diambil dengan rentang waktu 2-3 bulan per modul.
Saya terharu melihat perkembangan Fayra dalam 2 bulan terakhir. Fayra semakin menikmati proses menjadi seorang designer. Setiap ke mall, pasti minta masuk ke butik-butik merk terkenal hanya sekedar melihat trend pakaian yang sedang in saat ini. Diperhatikan detil bentuknya, dipegang kainnya sambil berbisik “untuk bahan inspirasi design berikutnya, ma”
Tidak hanya itu, kamar tidurnya pun dirubah sesuai dengan ide yang ada di kepalanya. Semua hiasan kamar Fayra berhubungan dengan dunia fashion. Gambar pink dengan frame putih itu merupakan hasil coretan Fayra di Digital Art School yang diprint oleh gurunya dan diberikan ke saya beberapa waktu lalu. Mesin jahit kecil itu sebenarnya music box, tempat menyimpan aksesoris kecil yang saat tuas diputar maka musik mulai berdenting dan jarum jahit bergerak naik turun layaknya mesin jahit sedang bekerja. Manekin kecil tempat menaruh gelang/kalung, juga manekin seukuran badan Fayra juga lengkap di dalam kamarnya. Tas gambar merak itu juga diwarnai oleh Fayra sendiri loh. Saya hanya menambahkan hiasan tembok berupa pesan bertuliskan:
“MY SUCCESS IS ONLY BY ALLAH”
Saya kaget juga saat Fayra menyodorkan kertas seperti tampak pada foto di atas. Dengan cover berupa gambar menara Eiffel, di dalamnya ada gambar runaway dan halaman belakang bertuliskan target hidupnya:
I want to go to Paris
I want to have my own fashion catwalk
I want to have my own boutique
Ketika bertemu secara tidak sengaja dengan idolanya, tante Dian Pelangi, alhamdulillah beliau mendukung langkah Fayra. Semoga Fayra bisa mengikuti jejak beliau .. Amin
She’s only 9 years old, but has done a great job in the last 2 months. She knows her passion well and even have her life target. We’re so proud of her!
—
Dear Fayra,
May Allah be with you at every step you take
May Allah guide you in each decision you make
May Allah help you when life gets rough
May Allah bless you with more than enough
May Allah protect you when you fall
May Allah hear you when you call
May Allah grant you success as a world-class muslim fashion designer
Masih ada yang suka datang ke blog ini dan kecewa karena yang punya gak pernah ngapdet kah?
Maaf yaaa … Nyonya yang punya blog lagi sok sibuk nih. Maklum sekarang Nyonya jadi petarung tunggal alias Single Fighter.
Sebelumnya udah cerita kan ya kalo bapaknya anak-anak harus bekerja nun jauh di sana. Alhamdulillah gak ngalamin kejadian kayak istri bangtoyib, pak suami bisa pulang lebaran kemarin kok. Walau cuma seminggu dan hari-harinya diisi berbagai kegiatan (silaturahmi lebaran, urus cuti kuliah ke kampus, urus ini itu ke kantor Jakarta, dll), agak kurang berasa liburannya tapi masih bersyukur kok bisa ngumpul bersama.
Segitu doang, de?
Owh belum … ternyata simbak yang udah 5 tahun bantu di rumah, abis lebaran tahun ini melaksanakan resepsi pernikahannya. Gak bisa melarang dong yah, yang ada malah kami ikut senang menerima kabar ini. Bagaimanapun simbak udah kayak keluarga sendiri. Bahkan ibu saya pun menyempatkan datang ke acara tsb ke kampung simbak di Brebes sana.
Nah, Nyonya yang punya blog ini memulai tantangan baru tuh.
Mengurus 2 anak yang mau remaja (antar jemput sekolah dari Senin sampai Jumat, antar les hari Sabtu, antar pentas nari sana-sini, antar tanding ini-itu)
Mengurus toko (staf berapa kali teriak kalo stock kurang tapi nyonya gak pernah nengok toko, konveksi kekurangan orang karena tukang jahit mudik, supplier bahan belum ada yang baru)
Mengurus online shop (kerjasama dengan beberapa partner baru dan melayani pembeli secara langsung via jempol … wasap dan line maksudnya hehehe)
Mengurus remote order dari suami (asuransi mobil, ke bengkel, administrasi cuti kuliahnya, submit form rimbesan ke kantornya, ngawasin tukang cat di rumah, dll)
Jadi single fighter di badan itu rasanya kayak digebukin 10 orang deh *lebay yoben hahaha*
Kewalahan pasti, tapi saya sebisa mungkin tidak mengeluh. Setiap videocall sama suami, tampilan masih prima dan penuh senyum. Pantang bagi saya untuk mengeluh.
Kasian kan beliau udah kerja keras, jauh dari rumah, menahan rindu kumpul anak istri … trus masih harus nerima omelan dan keluhan istrinya?
Gak gampang sih, paling ribet di manajemen waktu … kalo pekerjaannya insya Allah bisa diselesaikan. Cuma harus rela bangun lebih pagi, tidur lebih malam dan badan selalu sehat aja kok. Malah dengan pembagian kerja di rumah, membuat anak-anak lebih mandiri dan bertanggung jawab.
Saya berpikiran positif, sepertinya Allah SWT sedang mempersiapkan saya untuk kehidupan selanjutnya. Kalau harus menemani suami merantau ke negara orang, artinya saya juga harus hidup seperti ini kan? Kalau nanti suami pensiun sementara anak-anak kuliah atau kerja jauh dari rumah, belum tentu kami sanggup bayar pembantu dan harus hidup berdua aja kan?
Saya gak ngoyo dan berusaha ngerem OCD sekarang. Rumah kadang gak dipel 2 hari, cucian numpuk seminggu, masak sehari sekali (pagi doang), kalo lagi kumat malesnya paling nelpon delivery service warung makan dekat rumah. Olahraga masih saya sempatkan, pengajian rutin dan les bahasa Arab masih saya hadiri … cuma buka komputer untuk nulis blog dan blogwalking yang keteteran.
Yuk lah mari kita nikmati aja. Masih banyak loh orang lain yang hidup lebih susah dari saya.
Setiap suami khawatir dan tanya “kamu gakpapa, ma?”
Saya selalu menenangkan beliau “we’re doing just fine, paps! semangat cari nafkah yaa”
Demikianlah apdet cerita hidup saya.
Insya Allah masih banyak cerita untuk ditulis di sini, doakan kami selalu sehat ya.
6 bulan terakhir merupakan perjalanan hidup yang makin membuat saya yakin atas kebesaran NYA. Ketika saya mantab untuk Tutup Karir, kejadian demi kejadian dibentangkan di hadapan saya sebagai bukti nyata bahwa cukup mantabkan hati dan DIA akan memberikan yang terbaik sesuai waktunya.
Akhir tahun lalu saat saya mengajukan surat Tutup Karir, suami menerima pengumuman ini:
Alhamdulillah, usaha suami untuk memberikan tauladan ke anak-anak bahwa belajar itu tidak mengenal usia dan kondisi … dikabulkan. Tidak sia-sia semua pengorbanan waktu dan pikirannya, membuat proposal / karya tulis di kereta dalam perjalanan ke kantor, membuat slide presentasi tengah malam di rumah ketika istri dan anak-anak sudah tertidur pulas. Semua terbayar lunas begitu namanya termasuk 10 orang penerima beasiswa yang terpilih melalui serangkaian proses seleksi dari :
3,000 karyawan
200 orang pendaftar
123 pengirim karya tulis
30 penulis terbaik yang harus mempresentasikan ke dewan direksi
Pihak kampus memberi informasi bahwa kuliah akan dimulai bulan Maret. Kok ya bisa pas … saya efektif di rumah pertengahan Februari. Artinya ketika suami harus kuliah setelah jam kantor berakhir, pulang tengah malam atau harus ke kampus di hari Sabtu … beliau sudah tidak perlu khawatir lagi. Karena saya ada di rumah menemani anak-anak.
Saat kuliah berjalan dan minggu kemarin suami sedang menghadapi ujian semester pertamanya, berita lain datang cukup mengejutkan.
Suami dipilih untuk membantu kantor pusat di Timur Tengah sana. Sebenarnya bukan sekali ini suami ditugaskan ke luar negeri, kami sudah sering ditinggal beliau keliling dunia. Dari mulai kepergian yang cuma 3 hari, 1 minggu, 2 minggu sampai paling lama sebulan. Kali ini beliau diminta pergi untuk 6 bulan. Rasanya sungguh berbeda.
Kok ya tugas ini datang ketika saya sudah tidak bekerja. Tidak terbayang jika suami harus bekerja jauh dari rumah, sementara saya harus mengunjungi pabrik di negara Panda.
Semua datang di saat yang tepat, dengan proses yang sangat singkat.
Terima visa, Minggu malam
Terima tiket, Rabu siang
Harus mulai kerja, Senin pagi
Pengumuman dan pamitan di kantor, Jumat sore
Padahal Jumat malam masih ada ujian di kampusnya. Tiap hari pulang ke rumah jam 11 malam. Dan minggu kemarin niatnya cuti kerja untuk belajar menghadapi ujian. Tetapi karena berita ini, terpaksa harus ke kantor mengurus adminitrasi.
Awalnya diminta berangkat, Sabtu malam. Alhamdulillah akhirnya berhasil minta mundur 1 hari menjadi Minggu sore. Setidaknya berangkat saat ujian sudah selesai, semoga tidak perlu ngulang … hanya cuti kuliah aja dan dilanjutkan saat pulang.
Shocking news for everyone, cuma punya waktu 4 hari untuk persiapan ditengah kesibukan suami dalam menghadapi ujian.
Sabtu siang saya minta keluarga (mami, mama, papa, kakak, adek beserta keluarga mereka) ngumpul di rumah kami. Sekedar makan siang, pamitan, maaf-maafan karena sebentar lagi Ramadhan, dan Masguh belum tentu bisa pulang sampai setelah lebaran.
Sabtu malam baru bisa packing segala bawaan yang dibutuhkan.
Karena tugas ini cuma 6 bulan (belum tau ke depannya apa harus diperpanjang), saya dan anak-anak tidak ikut. Kasian mas Rafa yang bulan Juli nanti naik kelas 3 SMP. Pindah sekolah jatuhnya tanggung dan harus down grade karena beda periode tahun ajaran. Diputuskan saya mendampingi anak-anak di Jakarta sampai setidaknya mas Rafa punya ijasah SMP dulu. Kalau nantinya suami harus memperpanjang masa tinggal/kerja setelah Rafa menyelesaikan SMP nya, kami siap menyusul dan anak-anak akan pindah sekolah ke sana.
Mami dan mama (mertua) kebetulan memiliki prinsip yang sama “posisi istri itu disamping suami”, dan memang mereka selalu mendampingi suami kemanapun rotasi kantornya. Hal ini pula yang mereka harapkan dari diri saya.
Hubungan pernikahan jarak jauh dengan beda zona waktu, akan tidak mudah. Ratusan pertanyaan yang diawali dengan kalimat “bagaimana kalau nanti …” terlintas di pikiran saya. Setelah berdiskusi, saya dan suami sepakat bahwa dalam kasus kami ‘keberadaan seorang istri‘ harus mengalah kepada ‘pendidikan anak‘ yang menjadi prioritas utama saat ini.
Mendapat kiriman foto-foto di atas dari suami, saya bersyukur dan bisa bernafas lega. Tempat tinggalnya sangat bagus, perabotannya lengkap, bahkan lebih luas dari rumah yang kami miliki saat ini. Di gedung yang sama, ada beberapa teman dari Indonesia yang sudah lebih dahulu menjalankan tugas negara. Setidaknya hilang beberapa kekhawatiran yang pernah terlintas di pikiran saya.
Lambat laun saya menyadari, bahwa apa yang pernah saya lalui, apa yang saya miliki saat ini dan apa yang sekarang saya hadapi … adalah bentuk jawaban atas doa-doa saya 5-15 tahun ke belakang.
Ingin jadi pramugari supaya bisa keliling dunia, diberikan pekerjaan yang mengharuskan saya mengunjungi beberapa negara.
Ingin dapat beasiswa supaya bisa merasakan hidup merantau, diberikan suami yang pekerjaannya harus menetap di negara orang. Bukan tidak mungkin kedepannya kami harus mendampingi beliau merantau, kan?
Ingin bisa mendampingi Fayra bercakap dalam bahasa Arab seperti yang digunakan di sekolahnya ( dan bisa memahami Al Quran sebagai cita-cita mulia) maka 2 bulan lalu saya mengambil kursus bahasa Arab, padahal saat itu gak ada bayangan kalo suami akan ditugaskan ke negara yang menggunakan bahasa tsb.
Jadi nikmat mana lagi yang bisa saya dustakan?
Kami hanya punya waktu 4 hari untuk menanamkan pengertian ke anak-anak.
Saya tak bosan mengatakan:
“Kita harus ikhlas papa pergi jauh, bagaimanapun papa kerja untuk kehidupan yang lebih baik bagi keluarga kita. Tugas kita yang ditinggal, meyakinkan papa bahwa kita baik-baik saja. Kalian tunjukan nilai sekolah yang bagus, Mama memastikan kalian sehat dan rumah terawat. Dengan demikian, papa tidak khawatir dan bisa bekerja tenang. Doakan supaya rejeki papa berlimpah, hingga kita bisa datang ke sana saat liburan nanti untuk menjenguk papa”
Suami saya berpesan ke anak sulung:
“Now that you’re the only man in the house, you have to be responsible. Lindungi mama dan adek ya, mas”
Memang berat, tapi kami yakin kami akan baik-baik saja.
Sudah lebih dari 3 bulan Fayra mengikuti Digital Art School seperti yang pernah saya ceritakan di sini. Fayra masih imbang antara menggambar di kertas maupun di komputer.
Buku sketsa masih terus diisi dengan gambar-gambar baru yang makin beragam. Apapun yang ada di pikiran, selalu dituangkan ke dalam kertas.
Kemampuan menggambar di komputer juga semakin meningkat. Berikut beberapa hasil gambar yang sempat saya abadikan melalui kamera henpon. Sisanya disimpan di komputer di tempat lesnya.
Tempat les nya mengadakan lomba di salah satu mall di Karawaci akhir bulan Agustus. Fayra sudah semangat untuk ikut serta. Saya sudah mengisi form pendaftaran dan melakukan pembayaran. Tema nya saat itu adalah “cerita dongeng nusantara”. Fayra berlatih 2 minggu sebelumnya dengan menggambar seperti di bawah ini:
Sayangnya saat hari perlombaan, Rafa dan Fayra kompak sakit di rumah. Dengan demam yang cukup tinggi, saya tidak mengijinkan Fayra untuk ikut lomba. Sedih sih, tapi insya Allah akan datang kesempatan lain untuk Fayra.
Gambar di atas diberi judul “Me and My Brother“. Kata Fayra “look at his skin color, ma” … menurut Fayra memang mas Rafa berkulit lebih gelap darinya. Padahal aslinya mah beda tipis doang. Hahahaha
Di hari Sabtu, sepertinya Fayra adalah murid paling kecil di kelas nya. Teman-teman sekelas rata-rata berusia >10 tahun. Wajar kalo gambar mereka jauh lebih bagus dari Fayra. Meski demikian, Fayra tidak berkecil hati. Malah makin semangat untuk bisa gambar lebih bagus lagi karena terpacu melihat gambar orang lain. Teman-teman sekelas suka memuji hasil gambar Fayra. Awalnya mereka mengira Fayra hanya melakukan tracing (mengikuti gambar yang telah dibuat dengan garis putus-putus, jadi hanya menebalkan saja), tapi kakak pengajar memberitahu mereka kalau Fayra benar-benar menggambar dari halaman kosong.
Saat Rafa dirawat di RS akibat demam berdarah, Masguh yang mengantar jemput Fayra ke tempat les. Fayra mengirimkan gambar melalui Line dan meminta pendapat saya. Begitu pun saat saya harus dinas ke luar kota/negeri, saya masih terus menerima gambar Fayra.
Semakin kesini saya melihat banyak kemajuan yang diperoleh Fayra. Menggambar manusia tidak hanya dari depan, melainkan belajar juga dari sisi yang lain. Fayra makin menikmati dan mulai mantab dengan hobinya. Netbook yang biasa digunakan Fayra untuk menggambar di rumah, sudah tidak bisa mengakomodasi kebutuhannya lagi. Selain karena speed processor nya kurang untuk digunakan aktivitas grafis seperti ini, kebetulan softwarenya sempat bermasalah juga. Akhirnya saya membeli laptop baru untuk menunjang kegiatan Fayra.
Saya terharu saat melihat hasil ulangan pelajaran Bahasa Indonesia, Fayra menuliskan puisi tentang hobinya. Semoga hobi ini bisa menjadi passion Fayra, yang bisa digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya kelak.