Browsed by
Category: Family

Kenapa mama harus kerja?

Kenapa mama harus kerja?

Saya yakin tidak hanya saya yang menghadapi pertanyaan “kenapa mama harus kerja?

Ibu pekerja lain juga pasti mengalami hal yang sama. Dan biasanya pertanyaan itu diajukan ketika kita akan berangkat keluar rumah, sementara anak masih ingin bersama kita.

Betul begitu??? *nyari temen banget*

Waktu anak-anak masih umur <3 tahun, biasanya dijawab dengan:

mama kerja cari uang untuk beli susu kamu

Karena anak seumur tsb taunya masih minum susu aja sih yah. Jadi sebisa mungkin menjawab yang ada hubungannya dengan anak kita.

Begitu anak-anak sudah menginjak umur 4-6 tahun, dijawab dengan:

mama kerja untuk bantu papa cari uang, nak. Karena kita butuh uang untuk beli rumah, beli mobil, bayar sekolah kamu, beli makanan kita, dll. Kasian kan kalo papa cari uang sendiri. Jadi mama ikut kerja juga di kantor yang lain

Pada umur segini, kami sudah mengenalkan ke anak tentang konsep penghasilan dan pengeluaran. Mereka sudah mengenal uang, nilai sebuah barang, dan apa yang harus dilakukan untuk menghasilkan uang. Anak-anak paham bahwa untuk mendapatkan sebuah mainan, mereka harus datang ke toko dan membawa uang. Jadi anak mulai mengerti bahwa mama nya kerja, untuk membantu papa nya mendapatkan penghasilan. Demi menutup kebutuhan keluarga.

Saat ini umur anak kami bukan lagi dikategorikan sebagai toddler, Fayra sudah 6 tahun sementara Rafa sudah 11 tahun. Rafa sudah mulai masuk gerbang usia remaja, konsep pemikiran pun sudah mulai berubah.

Sekarang saya sudah bisa menggambarkan pekerjaan saya dan papa nya walau masih dengan bahasa sederhana. Alhamdulillah pekerjaan kami masih gampang dijabarkan. Mereka biasa bersentuhan dengan alat komunikasi. Dan saat ke museum science di Hongkong, kami sudah memperkenalkan konsep telekomunikasi karena alat peraga disana sangat lengkap. Jadi secara garis besar, mereka bisa menangkap apa yang kami kerjakan sehari-hari di kantor.

Ketika libur lebaran, saya pernah membawa anak-anak ke kantor. Mereka duduk di kubikel saya, memandangi semua brosur dari beberapa perangkat yang saya kerjakan dan sudah beredar di pasar.

Rafa bertanya “ini semua buatan mama yah?

Saya: “ini buatan china, dibuat oleh orang sana. Mama ditugaskan untuk membeli, dan membuatnya bagus untuk bisa dijual di Indonesia. Mama hanya membuat design dus, memasukan games, ringtones, dan berbagai aplikasi lain serta membuat paket koneksi internetnya. Jadi saat orang membeli perangkat ini, mereka tinggal pake aja

Rafa: “susah gak sih ma, ngerjain kaya gitu?

Saya: “Enggak juga kok mas. Kita harus bisa bahasa Inggris aja supaya bisa menjelaskan apa yang kita mau beli, ke orang china. Kalo bisa bahasa mandarin akan lebih bagus lagi. Dan itu juga yang membuat mama harus pergi ke China, karena mama harus liat pabrik dan bekerja bersama mereka dalam membuat perangkat tsb

Rafa: “iya. Mama pasti bisa lah. Mama kan pinter”

Aaaahhhh meleleh saya *ngelap mata burem*

————–

Saya mulai bekerja serius (bukan sekedar magang yang dapat gaji sekedarnya) di usia 17 tahun, saat lulus dari STM tahun 1996. Alasan utama saya bekerja saat itu adalah supaya saya bisa menghasilkan uang untuk ditabung sebagai biaya kuliah. Sesederhana itu, karena orangtua saya tidak bisa membayar uang kuliah kalau saya kuliah di universitas swasta. Saat lulus STM, saya merasa tidak akan mampu bersaing dengan anak SMA untuk bisa lulus UMPTN. Akhirnya setelah 2 tahun bekerja dan menabung, saya bisa kuliah. Walau lulusnya 7 tahun kemudian (karena cuti hamil + melahirkan dan sakit).

Ketika hamil Rafa (2001), saya memutuskan untuk berhenti bekerja dan menjadi ibu rumah tangga. Tetapi kami mendapat cobaan, masguh ditipu orang 200jt yang mana uang itu bukan milik kami semua. Batal beli rumah pertama, lanjut kontrak sana sini, ditambah harus mengganti uang milik orang lain yang ludes dibawa sang penipu. Akhirnya saat Rafa berusia 6 bulan (awal tahun 2002), dengan sangat terpaksa saya memutuskan untuk meninggalkan Rafa dan bekerja di luar rumah. Saat itu tujuan saya bekerja murni untuk membantu suami dalam menghasilkan uang, demi menutupi kebutuhan keluarga kecil kami.

Baru 1,5 tahun bekerja, saya sakit parah. Dengan kondisi 3x operasi + 29 hari menginap di RS + 2 hari di ICU, saya memutuskan untuk berhenti bekerja. 6 bulan di rumah selama masa penyembuhan, saya memikirkan biaya hidup lagi. Rafa sudah mau masuk sekolah Playgroup, kami belum juga punya rumah dan kendaraan. Akhirnya saya bangkit dan memutuskan untuk kembali bekerja. Kebetulan ada teman yang minta dibantu mengurus perusahaannya.

Setelah ekonomi keluarga mulai stabil dan akhirnya kami berhasil membayar DP rumah dan mobil pertama, saya mengajukan permohonan untuk kembali berhenti kerja. Tapi baru sebulan di rumah, saya menerima panggilan pekerjaan. Suami sangat mendukung pekerjaan baru saya. Dan ternyata di bulan yang sama, saya mengetahui kalau saat itu saya hamil Fayra. Kebayang kebutuhan keluarga kami dengan tambahan anggota keluarga, akhirnya dengan mantab kami putuskan saya harus kembali bekerja. Awal tahun 2006 itu lah saya kembali kerja.

Bisa dibilang dari total 16 tahun masa kerja, saya merasakan ‘di rumah’ hanya 1 tahun. Dan kalau dilihat alasan-alasan kenapa saya harus bekerja, jelas alasan ekonomi. Kerja untuk mencari uang. That’s all.

Slogan saya sudah dikenal teman-teman “maju terus membela yang bayar lebih besar” hehehehe

Tapi entah kenapa semakin kesini, tujuan saya bekerja mulai berganti arah. Tidak hanya mengejar uang semata, tapi lebih kepada karya. Setiap saya bekerja di sebuah perusahaan (sejauh ini baru 7 perusahaan berbeda), saya sangat berusaha untuk meninggalkan ‘jejak’. Membangun hubungan kerja yang berlanjut pada pertemanan, memberikan kontribusi kepada perusahaan berupa produk dan jasa, yang alhamdulillah berbuah penghargaan berupa ‘kenaikan posisi dan gaji’. Ternyata saat kita memikirkan hasil nyata diluar uang, maka pendapatan ikut menanjak dengan sendirinya.

————–

Mengingat kata-kata Rafa saat berkunjung ke kantor saya, membuat saya bertekad kuat kalau tujuan saya bekerja hanya satu sekarang:

membuat karya supaya suami dan anak saya bangga atas keberadaan diri saya. Dan tak lupa saya pun berharap semoga orangtua merasa perjuangan mereka dalam membesarkan saya tidak sia-sia

Lebay mungkin….

Tapi itu lah yang saya rasakan sekarang.

Trus sampai kapan?

Owh saya ingin pensiun kok. Seperti yang sering saya tulis disini, saya akan pensiun maksimal di usia 40 tahun (lebih cepat akan lebih baik). Masih ada 6 tahun ke depan. Tapi sudah mulai saya pikirkan dari sekarang. Terlebih saat Masguh mengajukan pertanyaan yang gak kalah penting dengan pertanyaan anak-anak sesuai judul ini

kalo udah pensiun, apa yang akan kamu lakukan di rumah?”

Jreng … jreng … jreng

Ini yang sedang saya lakukan … menyusun rencana pensiun.

Karena saya ingin tetap berkarya walau tak lagi bekerja di luar rumah. Doakan saya yaaa

Fayra 6 Tahun

Fayra 6 Tahun

18 Agustus 2012 …  Fayra genap berusia 6 tahun.

Hari ulang tahunnya kali ini jatuh pada malam takbiran. Yeaaayyy!

Karena puasa dan menjelang lebaran, kami tidak membuat acara syukuran seperti tahun lalu. Meski sudah libur kantor, saya tidak ada semangat untuk membuat kue ulang tahun. Fokus ke susunan acara lebaran tentunya.

Pagi hari, Fayra cuma tiup lilin dari sebuah dummy cake hehehe:

Hari itu kami siap-siap menuju rumah bunda di Kalimalang. Lebaran kali ini ada Uti dan Akung di rumah bunda, jadi kami tidak mudik ke Surabaya. Sholat Ied dilakukan di mesjid dekat rumah bunda, karena itu kami menginap hari sebelumnya.

Kami belok ke Harvest Pondok Indah untuk membeli a real cake untuk Fayra. Walau cuma dikelilingi keluarga (termasuk sepupu-sepupunya), Fayra semangat memotong Triple Choco Cake sesampainya di rumah bunda:

Fayra agak ngedumel sih “kenapa kalo ulang tahun pas lebaranan gini, kado nya cuma dikit ya?

Rafa membalas “tapi kan besok kamu dapat THR, dek. Enak bisa beli kado yang kamu suka dari uang itu!

Saya cuma cekikikan mendengar percakapan mereka.

-0-0-0-0-0-

Fayra di umurnya yang 6 tahun ini, paling marah kalo dikatain tomboy oleh mas Rafa. Persis seperti saya, yang tidak pernah mau dibilang itu juga. Makanya teman-teman saya bilang “emang bukan tomboy sih lo, de! kalo tomboy itu kan perempuan yang kaya laki. Nah elo tuh bencong, laki yang kaya perempuan” ppfftttttt … nyebelin kan.

Tampilan Fayra memang gak tomboy, orang yang pertama kali ketemu Fayra pasti bilang dia girly banget (sama kaya mamanya yg feminim banget ini kan *tsaahh*):

Suka banget pake rok dan aksesoris centil. Kami hanya memiliki jiwa ‘petualang’ yang sedikit berlebihan aja kok *bela diri*.

Contohnya waktu Rafa+Fayra bersama Nabila (sepupunya) ke Mall of Indonesia. Disana mereka main beberapa atraksi yang bikin papanya mules dan saya nyengir lebar.

Pertama mereka naik ini:

Lihat kan betapa bahagianya Fayra di foto itu?

Kedua mereka naik ini:

Tadinya Rafa sempat gak mau sih. Tapi karena gengsi adeknya berani, Rafa jadi terpaksa ikut. Lihat kan muka stress Rafa, sementara adeknya sangat menikmati.

Setelah itu mereka naik bombom car. Tinggi Fayra kurang dari 125cm, dilarang petugas untuk ikut main. Fayra nangis dan ngambek. Ketika Rafa dan Nabila selesai, Fayra ngajak mereka main yang paling menegangkan. Permainan yang kursinya berbentuk lingkaran kemudian ditarik ke atas dan diturunkan secara tiba-tiba. Apa itu deh namanya, saya lupa. Tinggi towernya sekitar 5 meter.

Awalnya Fayra dilarang juga karena permainan ini juga memiliki syarat tinggi min 125cm, tapi mbak petugasnya kasian melihat Fayra yang sebelumnya nangis karena tidak bisa ikut main bombom car. Fayra ditanya mbak petugasnya “beneran mau main ini? gak takut?

Bisa ditebak, Fayra menangguk mantab dan menjawab sambil nyengir “aku mau dan berani kok

Jadilah anak kunyil ini duduk di salah satu kursinya. Sementara mas Rafa tunggu dibawah sama saya.

Deg-degan liatnya, takut tubuh mungil Fayra merosot. Ukuran badannya gak seimbang dengan besi penyangga. Begitu sampai di bawah, Rafa menghampiri Fayra dan bertanya “gimana dek, ngeri gak diatas sana? naik turun gitu serem gak?

Fayra melenggang cuek “biasa aja, cuma geli perutnya

-0-0-0-0-0-

Yah begitulah Fayra di usianya yang sudah 6 tahun ini.

Suami berpesan ke saya “jangan dibiarin gitu aja ah ma. Takut nanti besarnya kaya kamu. Agak dilarang sedikit lah kalo dia mulai nyoba yang aneh-aneh gitu

Mami saya nyengir dan mengejek “rasain kamu. Biar tau rasanya jadi aku waktu kamu masih kecil

*nunduk dan gandeng Fayra melipir*

-0-0-0-0-0-

Selamat 6 tahun, sayang!

Mama akan selalu mendukung apa yang ingin kamu lakukan. Tapi kalo bisa, nanti jangan ikut masuk STM juga ya.

Duduk ala preman

Duduk ala preman

Lagi duduk di depan mushola, ada teman melakukan foto candid. Hasilnya di share ke yang lain, tentunya pada ngetawain saya.

Siyall kegep saya.

Tapi saya baru ingat ada foto serupa.

Dan ini dia hasilnya:

Nah semakin jelas kan darah preman nurun dari mana?

Pengumuman

Pengumuman

Suatu hari sepulang kantor, saya lihat kertas yang ditempel di pintu kamar Fayra bertuliskan:

Hahahahaha … saya geli sendiri membacanya.

Begitu turun kebawah, langsung ajak ngobrol Rafa dan Fayra

Kalian kenapa sih? Ada peristiwa apa hari ini yang mama belum tau?

Biasa deh, adek kakak suka ledek-ledekan, rebutan mainan, rebutan channel TV, rebutan art material, jail-jailan, dll. Kata orang kalau beda umurnya jauh lebih enak, kakak bisa momong adek nya. Tapi yah namanya anak-anak, ada aja ulahnya. Kakaknya juga senang banget goda adeknya, gak puas rasanya kalo belum bikin adeknya ngambek.

Kalo lagi akur, pada sayang-sayangan dan kangen-kangenan.

Kalo lagi gak akur, ya gitu deh pasti ada salah satu yang ngambek.

Hehehehehe

Ramadhan 2012

Ramadhan 2012

Alhamdulillah masih diberikan kesempatan untuk menjalani ibadah di bulan ramadhan tahun ini. Anak-anak sudah mulai paham dengan makna puasa.

Rafa sudah terbiasa puasa di lingkungan minoritas yang berjalan 3 tahun terakhir. Alhamdulillah dengan bekal iman yang cukup, Rafa tidak tergoda untuk membatalkan puasa ataupun meninggalkan sholat. Bahkan Rafa minta dijemput telat setiap Jumat, karena harus sholat jumat dulu. Artinya Rafa harus menunggu lebih lama di sekolah, karena akan dijemput lagi berbarengan dengan bubarnya anak SMP. Justru Rafa memanfaatkan waktu tunggunya untuk mengerjakan PR atau sekedar membaca buku di library sekolah.

Wiken depan (4-5 Agustus) Rafa akan mengikuti Ramadhan Camp dari sekolahnya. Dan akhir ramadhan, Rafa juga sudah didaftarkan untuk ikut pesantren kilat di mesjid dekat rumah sepupunya di Kalimalang. Semakin besar, sudah berani ikut kegiatan nginap diluar rumah. Alhamdulillah.

Fayra baru mulai belajar puasa. Sahurnya jam 6 pagi, buka puasa setelah sholat dzuhur. Hehehe

Karena Fayra sekarang sekolah di Islamic School, maka murid dihimbau untuk tidak membawa makanan dan minuman ke sekolah. Tetapi saya menulis catatan di Communication Book untuk Ustadz dan Sayidah (panggilan bapak dan ibu guru), bahwa saya membawakan Fayra makanan dan minuman untuk dimakan diperjalanan pulang. Kasian kalau Fayra harus menunggu sampai dirumah baru boleh makan, karena setiap hari sampai rumah bisa jam 2 siang. Alhamdulillah Fayra menikmati latihan puasanya. Malah berkomentar “kasian yah orang yang gak bisa beli makanan, seperti ini ternyata laparnya

Alhamdulillah kamu semakin paham makna puasa ya, nak!

Wiken kemarin agak bingung mengisi kegiatan anak untuk mengalihkan dari rasa laparnya. Hari Sabtu saya ajak anak-anak merapikan lemari bukunya, mensortir art material yang sudah tidak bisa digunakan (krayon yang terlalu pendek, cat yang sudah mulai mengering, dll). Sejak tidak ada mbak yang menetap di rumah, anak-anak jadi rajin ikut merapikan rumah. Bahkan Fayra sudah bisa merapikan kamarnya sendiri, dan melarang orang lain memindahkan sebuah benda yang ada dikamar. Karena dirapikan sendiri, Fayra jadi tau mana benda yang berpindah tempat. Waspada deh hehehe.

Hari Minggu Fayra mulai ribut “let’s make cookies, ma!

Awalnya saya males *emak payah!*

Gak ada mbak yang bantuin bersih-bersih setelah kita masak loh, Fay!

Eh malah dijawab “it’s ok, I will help you

Jadilah kami membuat cookies dengan resep sederhana ini:

Bahan:

  • 1 blok butter / 1 sachet margarin (sekitar 200an gram)
  • 150 gram gula pasir
  • 1 kuning telur
  • 1/2 sendok teh vanili
  • 300 gram terigu
  • 2 sendok makan coklat bubuk

Cara:

  • Aduk rata dalam wadah: butter/margarin + gula pasir + kuning telur + vanili sampai lembut
  • Masukan terigu, uleni menggunakan tangan sampai berbentuk bola besar
  • Bagi 2 adonan bola tersebut, 1 bagian diberi coklat bubuk dan kembali diuleni (jawir banget ya gw)
  • Gilas adonan setebal 1-2cm, kemudian cetak
  • Letakan cookies diatas loyang tipis yang diolesi margarin
  • Panggang dalam oven selama 10-15 menit
  • Tunggu sampai dingin, kemudian masukan dalam toples

Fayra benar membantu bikin cookies ini. Mulai dari menggiling adonan:

Tiba-tiba datang Ziva (teman Fayra yang tinggal di sebelah rumah), tadinya mau ngajak Fayra main. Eh malah diajak ikut cetak cookies.

Alhamdulillah bisa mengisi 2 toples. Ini hasil cookies coklatnya:

Karena saya pakai butter, berasa banget susunya. Enyaaakk

Tiap wiken aja kaya gini, Fay. Lebaran nanti coffee table kita akan penuh dengan beberapa toples cookies deh.

Owh iya, gimana ramadhan kalian?