Marahnya Rafa
“Ma, hari ini kok bajunya muslim bebas? harusnya kan batik”
Rafa protes melihat baju yang sudah disediakan di pinggir tempat tidurnya. Dia sudah hafal baju seragam harian dan kapan harus dipakai. Dan pakaian hari ini tidak seperti yang dijadwalkan.
“iya mas, tgl 19 sampai 24 itu disekolah ada pesantren kilat. Disuruh pake baju muslim bebas“, jawab saya.
“benar hari ini mulainya?”
“iya mas”
“mama udah telpon ke sekolah?”
“ada di communication book kok mas”
“mama udah telpon Mr. Faqih (wali kelasnya)?”
“gak perlu kali mas, udah tertulis di communication book kok”
Pagi itu Rafa berangkat sekolah dengan baju muslim bebas, berwajah ceria dan semangat seperti hari lainnya.
Jam 3 handphone saya berdering. Suara Rafa dengan nada ngomel-ngomel membuka percakapan
“mama…mama ni gimana sih. Hari ini tuh masih tanggal 18 tau. Aku sendirian pake baju muslim bebas di sekolah. Semua anak pakai baju batik. Aku kan malu jadinya. Tadi siang aku sampe gak berani keluar kelas waktu lunch break. Mama tuh liat kalender dong”
Masya Allah, hari ini saya menerima pelajaran berharga. Selain ini pertama kalinya saya menerima omelan dari anak sendiri, saya pun belajar untuk lebih berhati-hati. Saya menutup telepon dengan mata berkaca-kaca.
Memang tidak mudah menjalankan beberapa peran, sebagai istri, sebagai ibu dari 2 anak, sebagai kepala pengurus rumah (bos dari pembantu rumah tangga), sebagai pedagang online, dan sebagai pekerja luar rumah (masih pingin jadi mahasiswa lagi pun … gak tau kapan).
Memang tidak mudah mengatur pembagian waktu untuk berbagai peran dalam 24 jam, mengatur slot memori dalam otak untuk mengingat segala kegiatan yang harus dilakukan, juga mengatur tenaga untuk tetap bisa menjalankan semuanya.
Tidak mudah, tapi bukan tidak mungkin!
Saya hanya perlu berusaha lebih keras untuk menjadi lebih baik. Dan saya akan melakukannya, bagaimana pun caranya.
Maafin mama ya sayang, yang udah membuat kamu malu hari itu…