Browsed by
Category: Kerjaan

Berbagi Sebelum Pergi

Berbagi Sebelum Pergi

Dalam bekerja, saya mempunyai prinsip yaitu “dimana kaki berpijak, sebisa mungkin meninggalkan jejak

Saya bersyukur 10 tahun terakhir sebelum Tutup Karir, saya ditempatkan dalam unit kerja Product Development. Setidaknya saya bisa meninggalkan jejak berupa jasa atau produk dengan harapan bermanfaat bagi pengguna.

Tahun 2013 saya diberi kesempatan untuk bisa menyambangi beberapa universitas negeri untuk mengisi seminar teknologi yang pernah saya tulis di sini.

Tahun 2014 saya diberi kesempatan lagi untuk mengisi 5 seminar teknologi di beberapa universitas yaitu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Universitas Teknologi Yogyakarta, UIN Sunan Kalijaga Jogja, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Semarang. Yang di Udinus ini dihadiri oleh 2,500 mahasiswa, acaranya dilaksanakan di Gedung Balai Kota Semarang supaya bisa menampung mereka semua. Ndredeg deh!

seminar7

Sebenarnya pada tahun yang sama dilaksanakan roadshow ke 20 universitas di 6 kota dalam pulau Jawa. Sisa 15 seminar lain, saya bagikan ke teman-teman supaya mereka memiliki pengalaman yang sama.

Tahun 2015 hanya sebulan sebelum masa bakti saya di industri telekomunikasi berakhir, saya diminta berbagi pengalaman kepada teman-teman dari  unit kerja logistik. Kebetulan kepala divisinya teman dekat saya sejak di kantor sebelumnya, jadi saya juga tidak keberatan dengan permintaan beliau. Tema yang diangkat sama seperti yang saya sampaikan ke mahasiswa, yaitu Technopreneurship – Smartphone Sebagai Mesin Uang.

seminar8

Sebagian besar teman-teman di unit kerja logistik ini merupakan karyawan kontrak. Karena memang pekerjaan mereka bersifat operasional seperti di pabrik. Latar belakang pendidikan mereka hanya SMA, walau tidak sedikit juga yang meneruskan kuliah sepulang kerja. Mereka yang mengerjakan packaging kartu perdana, bundling henpon, sampai distribusi ke penjual. Mereka lah orang-orang yang membuat produk saya bisa dinikmati pengguna di seluruh Indonesia.

Saya pernah berada di posisi mereka, memulai karir di industri telekomunikasi menjadi karyawan kontrak hanya dengan ijasah setingkat SMA. Saya juga merasakan perjuangan mereka, untuk bisa melanjutkan kuliah setelah pulang kerja. Saya ingin mereka juga bisa seperti saya, mencapai posisi yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Saya berharap mereka juga bisa memanfaatkan teknologi yang ada di tangan mereka (smartphone), untuk bisa menjadi alat penambah pendapatan (mesin uang).

seminar9

Tidak hanya itu, saya juga didaulat untuk memperagakan cara memakai jilbab. Beberapa orang dari mereka bersedia menjadi modelnya. Saya juga menyebarkan informasi tentang penyakit yang pernah hinggap di tubuh saya (TBC Tulang) dan kegiatan saya mengunjungi pasien lain. Pada kesempatan ini juga, saya berpamitan, menyampaikan rencana saya untuk menyudahi perjalanan saya di industri telekomunikasi. Saya ceritakan kepada mereka apa yang akan saya lakukan setelahnya. Saya berharap mereka bisa memetik hikmah dari pengalaman saya.

Tanpa terasa setahun sudah berlalu. Bulan Februari ini genap setahun saya berhenti.

Saya tidak menyesali keputusan ini. Justru saya mensyukuri.

Setidaknya saya pernah berdedikasi 19 tahun di industri telekomunikasi, yang bisa saya ceritakan ke anak cucu nanti.

Suka Duka Perjalanan Dinas

Suka Duka Perjalanan Dinas

Waktu SD sampai SMP, saya pingin banget jadi pramugari. Saya ingin melihat dunia dengan mata kepala sendiri. Saya lahir dari keluarga sederhana, bukan orang kaya yang bisa liburan keluar kota atau keluar negeri sesuka hati. Saya juga pernah bercita-cita untuk bisa hidup di negara lain. Sayangnya beberapa kali mencoba peruntungan untuk mendapat beasiswa sekolah di luar,  belum satu pun yang berhasil saya dapatkan.

Nyatanya Sang Pencipta membelokan cita-cita saya, tapi tetap mengabulkan keinginan saya untuk bisa melihat dunia. Saya belum diijinkanNYA untuk bisa hidup di luar negeri, tapi saya diberi kesempatan untuk bisa tinggal seminggu beberapa kali dalam setahun. Kebanyakan untuk bekerja, tapi saya suka tambah 1-2 hari untuk lanjut liburan dengan biaya pribadi. Kadang juga saya ikut suami yang bekerja, nebeng hotel nya dan jalan-jalan sendiri atau sama anak-anak selama beliau bekerja. Suami saya lebih jauh perginya dan periodenya lebih lama dari saya, sepertinya tinggal benua Afrika yang belum disinggahinya.

Saya suka nyengir kalo ada orang yang udah lama gak kontak dan gak tau saya ngapain aja, trus komen atas foto yang saya upload di socmed dengan sebuah pertanyaan “kerjaan lo apa sih? pergi melulu

Saya selalu konsisten menjawab “TKW

Gak salah toh? Saya kan bagian dari Tenaga Kerja Wanita.

Paling bingung kalo ada orang yang komen “enak ya … kerjanya jalan-jalan terus

Cuma bisa membalas “Alhamdulillah

Memang enak, tapi gak selalu enak kok. Ini cuma sebagian yang menyenangkan dari pekerjaan, seperti yang pernah saya ceritakan di sini.

bustrip2

Enaknya udah pasti karena dengan perjalanan ini, kita bisa melihat daerah lain diluar tempat kita tinggal. Kita bisa merasakan makanan setempat, mengetahui budaya masrayakatnya, dan melihat tempat-tempat indah yang biasanya kita lihat di kartupos, majalah atau media lain. Kita bisa merasakan tinggal dari satu hotel ke hotel lain, dari mulai hotel melati (karena di daerah terpencil gak ada hotel bagus) sampai hotel bintang enam. Kalau bukan karena workshop di Dubai, saya gak akan pernah tau ada hotel bintang enam. Tempat ini pun dipilih panitia karena pemilik perusahaan saya adalah pemilik hotel ini juga.

Gak enaknya … udah pasti CAPEK. Karena dengan melakukan perjalanan dinas, pekerjaan kita jadi double. Kita tetap harus menyelesaikan pekerjaan kantor secara remote dalam 2 tempat.

Kalau perginya untuk meeting atau workshop, seharian energi kita habiskan untuk diskusi sementara begitu pulang ke hotel kita masih harus buka laptop untuk kordinasi dengan kolega yang kita tinggal. Pernah saya menempuh perjalanan total 20 jam PP (@10 jam terbang) hanya untuk rapat satu setengah hari saja (8 jam di hari pertama + 3 jam di hari kedua).

Kalau perginya untuk training, bisa sedikit lebih santai. Karena tugas kita cuma belajar aja, sampai hotel ya masih buka buku untuk lanjut belajar. Di akhir periode training akan ada tes, jadi harus siap menghadapinya. Pertama kali saya keluar negeri adalah untuk training di Belanda selama 2 minggu. Supaya gak rugi sudah menempuh perjalanan @18 jam, saya nambah 1 hari untuk mampir ke Belgia.

bustrip3

Kalau perginya untuk mengisi seminar, biasanya perjalanan ini sangat singkat. Bisa dilaju pulang hari saja. Pergi pagi, sampai airport dijemput untuk langsung ke lokasi, trus ngamen (jadi pembicara selama 2-3 jam), setelah itu balik lagi ke airport untuk pulang ke Jakarta. Kalau acaranya dimulai jam 8 pagi, saya pergi malam sebelumnya tapi setelah makan siang sudah balik lagi ke Jakarta.

Kalau perginya untuk melihat pameran, kita harus bisa memanfaatkan waktu selama pameran berlangsung untuk bertemu dengan supplier/vendor membahas kemungkinan kerjasama yang bisa dilakukan.

Kalau perginya untuk inspeksi produksi ke pabrik, kita diminta bos sekalian untuk meluangkan waktu bertemu dengan tim Sales untuk melanjutkan negosiasi atau tim R&D (Research and Development) untuk membahas product customization. Gak jarang rapat lanjutan ini dilakukan setelah pabrik tutup (burik alias bubaran pabrik), bisa di restoran sekalian makan malam, di lobby hotel, atau pindah ke ruang rapat dalam kantor (beda gedung sama pabrik, kadang juga beda lokasi). Kadang saya harus menunda jadwal pulang karena ada masalah atau ada pekerjaan yang belum selesai.

bustrip6

Itu lah sebabnya saya sering menulis kalau kami kadang kurang tidur saat tugas luar, karena kami baru sampai hotel menjelang pagi. Gak bisa langsung tidur juga, karena masih harus lanjut buka laptop untuk kordinasi, membalas email dan membuat laporan.

Yang agak repot waktu saya masih menyusui anak-anak tapi terpaksa harus melakukan perjalanan dinas. Selain repot membawa peralatan menyusui, saya juga harus curi-curi waktu untuk mompa. Telat sedikit membuat PD bengkak dan sakit. Kalau perginya masih bisa ditempuh dalam waktu 1-3 jam, susu hasil pompa bisa menjadi oleh-oleh untuk anak di rumah. Tapi saat perjalanan harus ditempuh lebih dari 10 jam, biasanya dengan amat sangat terpaksa semua hasil pompa harus saya buang. Ngenes banget saat menuang ke wastafel, padahal harusnya itu bisa menjadi stok anak selama beberapa hari.

Moms, do you feel me?

Saat sendirian di kamar hotel, langsung ingat dengan keluarga yang kita tinggal di rumah. Kangen suami dan anak-anak sudah pasti. Beda timezone juga kadang menjadi kendala tersendiri.

bustrip1

Aplikasi messenger dan video call menjadi obat malarindu paling mujarab. Biasanya saya lakukan pagi sebelum anak-anak ke sekolah, atau malam menjelang mereka tidur. Meski anak-anak sudah biasa ditinggal pergi dan sebelum berangkat sudah dijelaskan berapa lama kita akan pergi, tetap saja mereka suka merajuk meminta kita untuk cepat pulang. Ini yang suka bikin tambah susah tidur. Nangis sebelum tidur? sering itu mah. Hehehehe. Entah mengapa sejak punya anak, kran air mata saya jadi kendor dan sowak … gampang banget netes.

Paling berasa itu saat ditinggal pergi, tetiba anak-anak sakit di rumah. Kompak pula berdua sakitnya, macam main karambol, tek tok nularnya.

Baru nyampe hotel setelah miting panjang yang menguras tenaga dan pikiran, henpon menerima pesan dari suami “Baru pulang dari UGD RS Bintaro. Anak-anak tidur di kamar kita, aku tidur di lantai pakai kasur lipat. Demam tinggi semua” sambil mengirim foto ini:

bustrip4

Arrghhhh … toloongg … saya butuh pintu doraemon yang bisa pergi kemana saja.

Kanebo mana kanebo?

Tisu aja gak cukup untuk membendung airmata saya malam itu.

Sampai Jakarta saya langsung cuti beberapa hari untuk menemani Rafa yang ternyata kena Demam Berdarah dan harus dirawat di RS.

bustrip5

Merasa bersalah?

Kadang terbersit sih. Tapi tidak menjadikannya sebagai beban. Ini hanya sebagian resiko dari pekerjaan. Suami dan anak-anak sudah paham dan mengerti. Yang penting suami ridho dan mengijinkan saya bekerja di luar rumah dengan segala konsekuensi yang harus dihadapi bersama.

Bagaimanapun saya selalu merasa bersyukur karena tidak semua orang diberikan kesempatan yang sama untuk bisa melakukan perjalanan dinas seperti ini. Saya selalu berusaha menikmati dan mengambil pelajaran dari setiap perjalanan.

Semoga Allah SWT menghitung setiap langkah saya keluar rumah sebagai ibadah dan penghasilan yang saya dapatkan sebagai sedekah bagi keluarga.

Seminar Teknologi

Seminar Teknologi

Tahun ini kantor saya bekerjasama dengan sebuah majalah selular untuk menyelenggarakan Campus Roadshow. Kami melakukan sosialisasi manfaat internet dan smartphone ke beberapa universitas negeri di pulau Jawa dari mulai bulan September sampai dengan Desember 2013.

Materi yang disampaikan akan disesuaikan dengan jurusan kuliahnya:

  • Universitas Gajah Mada – Jogja, jurusan Komputer, tema: Sukses Membuat dan Berbisnis Aplikasi
  • Universitas Padjajaran – Bandung, jurusan Komunikasi, tema: Fotografi dan Video dari Smartphone
  • Universitas Indonesia – Jakarta, jurusan Fisip, tema: Citizen Journalism Era
  • Universitas Airlangga – Surabaya, jurusan Ekonomi, tema: Meretas Bisnis Sukses dengan Smartphone
  • Universitas Diponegoro, jurusan, tema: Mobile Broadband – Penunjang Bisnis Pemula

Harusnya wakil dari kantor saya adalah pakbos. Tapi beliau hanya bisa mengisi sekali di UGM, sisanya beliau minta saya sebagai stuntman. Akhirnya saya mengisi 3 dari 5 seminar. Saya melewatkan seminar di UnAir karena harus mengikuti rapat di Shenzhen, yang ternyata batal juga karena kondisi low back pain.

Saya deg-degan banget dan khawatir akan pertanyaan-pertanyaan kritis yang sekiranya diajukan oleh mahasiswa nanti. Anak-anak di rumah aja suka mengajukan pertanyaan kritis yang diluar pemikiran saya, bagaimana menghadapi mahasiswa nih.

Sejak lulus STM saya menyadari bahwa akan sulit bersaing dengan anak SMA di ajang UMPTN. Karena itu saya mengubur mimpi saya untuk bisa melanjutkan pendidikan di universitas negeri. Kok ya setelah 17 tahun lulus STM, sekarang saya berhasil menginjakan kaki di sederet universitas negeri impian bukan untuk belajar melainkan mengajar. Terharu banget *lebay yowisben*

Seminar Pertama, Unpad – 18 Okt 2013

Pembicara pertama seorang photographer yang memperoleh beberapa beasiswa di luar negeri dan sudah menggelar pameran sampai ke negara tetangga juga. Beliau mengajarkan teknik foto dan bagaimana mempublikasikan hasil foto ke dunia luar.

Tidak seperti pembicara lain yang menyampaikan materi dengan slide presentasi, saya hanya membawa henpon dan perkabelan. Terima kasih untuk pencipta dan pengembang teknologi, saya bisa memanfaatkan fitur wireless display dengan menggunakan wifi adapter. Saya hubungkan henpon saya ke TV melalui wifi, sehingga apa yang saya lihat di henpon akan tampil di layar TV.

seminar1

Demo ini sukses membuat mahasiswa takjub “wuiihhh canggih yaaaa

Setidaknya anak-anak yang mulai bosan dan tidur di deretan belakang jadi terbangun dan memperhatikan. hihihihi

seminar2

Karena judulnya tentang foto dan video melalui smartphone, maka sebelumnya saya sudah mendownload dan install aplikasi untuk edit foto. Saya minta anak yang katanya jago foto untuk maju ke depan dan menggunakan henpon saya untuk foto salah seorang di ruangan. Kemudian saya edit foto tsb menggunakan aplikasi Perfect365 kemudian dimasukan ke dalam bingkai foto menggunakan aplikasi Frame Magic dan upload ke instagram.

Dengan interaktif seperti ini, anak-anak lebih antusias mengikuti jalannya seminar. Tambah semangat ketika diadakan games yang berhadiah henpon dari kantor saya.

Seminar Kedua, UI – 6 Nov 2013

Saat saya masuk ke fakultas ilmu sosial dan politik UI, saya melihat banner Seminar dengan pembicara Datuk Anwar Ibrahim diadakan di gedung sebelah. Kok mendadak saya minder jadi pembicara di sini. Jomplang amat ama beliau. Bismillah aja deh.

Pembicara pertama seorang jurnalis TV yang memaparkan bagaimana masyarakat bisa ikut berkontribusi sebagai jurnalis. Dengan beragam media sosial di dunia maya, seseorang bisa mengemukakan pendapatnya dan menuangkan dalam media tsb. Saat ini stasiun TV juga menerima video kiriman pemirsa dan ditayangkan ke dalam acara berita.

seminar3

Berdasarkan pengalaman sebelumnya, kali ini saya kembali menggunakan kecanggihan henpon dan melakukan demo interaktif di layar. Saya memberikan contoh bentuk jurnalisme yang paling simple, apalagi kalo bukan BLOG. Saya install aplikasi wordpress dan melakukan posting blog melalui henpon lengkap dengan insert foto ke dalam postingan tsb. Kemudian saya buka juga beberapa blog teman-teman yang termasuk jurnalisme salah satunya milik Kang Luigi.

Seminar Ketiga, UnDip – 4 Des 2013

Seminar terakhir ini yang paling seru. Karena temanya bisnis pemula, maka acara ini dihadiri tidak hanya dari satu fakultas melainkan hampir semua fakultas yang ada di UnDip. Anak sekarang tuh hebat-hebat yah, 80% dari peserta seminar kali ini sudah menjalankan bisnis kecil-kecilan.

Pembicara sebelum saya adalah pemilik bisnis dalam bidang IT dan dosen tamu dalam berbagai universitas. Ada juga pembicara lain yang merupakan jurnalis tapi menjalankan bisnis online yang dimulai dari sebuah blog sampai akhirnya menerbitkan beberapa buku.

seminar4

Saya seperti sebelumnya memaparkan kegunaan henpon untuk menunjang bisnis yang sudah dijalankan para mahasiswa tsb. Alhamdulillah dengan pengalaman saya memiliki warung online 10 tahun lalu, jadi saya juga bisa berbagi tips ke mahasiswa. Saya berikan gambaran bagaimana cara memulai bisnis melalui blog, instagram, FB … dan bagaimana mengkomunikasikan produk tsb dengan memanfaatkan media sosial.

Saya berpesan kepada semua mahasiswa di 3 tempat yang saya datangi ini:

Daripada sekedar pelacur alias pelan-pelan curhat di FB, twitter dan path, atau menjadikan instagram sebagai album pass-photo (foto yang isinya 80% wajah) … lebih baik mengalihkan fungsinya menjadi ajang bisnis dan kreatifitas. Wajah itu harus dirawat, bukan cuma diedit dengan krim 360 (plesetan Camera360, aplikasi edit foto hehehe). Gak ada lagi alasan gak punya modal, selama kita punya smartphone. Karena dengan smartphone kita tidak perlu sewa toko, tidak perlu cetak brosur, tidak perlu berhadapan langsung dengan pembeli. Bisnis dan kreatifitas bisa dimulai dari gerakan jempol dan jari lain di smartphone, tidak ada keterbatasan ruang dan waktu. Kita akan MAMPU selama kita MAU.

seminar5

Setiap selesai seminar, kami melanjutkan dengan ramah-tamah dengan jurnalis setempat. Biasanya kami menjelaskan maksud dan tujuan mengadakan Campus Roadshow ini. Namanya wartawan yah, pasti ada aja pertanyaan lain yang ikut diajukan terutama yang berhubungan dengan angka-angka target dan pencapaian perusahaan. Masalahnya gak cuma wartawan media cetak yang hadir di sini, tapi ada juga dari radio yang minta tanya jawab kami disiarkan langsung.

seminar6

Alhamdulillah selesai juga rangkaian Campus Roadshow 2013. Saya berharap apa yang saya sampaikan bermanfaat untuk teman-teman mahasiswa yang hadir di acara seminar tsb. Setidaknya saya mencatat acara ini sebagai salah satu pencapaian baru dalam hidup saya.

Saya banyak belajar dari acara ini. Semoga saat saya tidak kerja kantoran lagi, saya bisa beralih profesi menjadi tenaga pendidik. Asyik juga ternyata berinteraksi dengan anak-anak eh teman mahasiswa (biar berasa seumur hahahaha). Tapi sepertinya saya harus kursus public speaking dulu biar lebih lancar ngomong di depan orang banyak. Pastinya saya juga harus kuliah lagi dong yah, mosok jeruk makan jeruk, eh lulusan STM ngajar mahasiswa S1. Ah panjang banget PR yang harus dikerjakan …. pelan-pelan deh yaaa.

Wanita dan Teknologi

Wanita dan Teknologi

Kenapa yah, di luar sana kata ‘Wanita’ dianggap tidak bisa bersanding dengan kata ‘Teknologi’

Banyak orang beranggapan kalo wanita tidak mengerti teknologi. Kalaupun ada wanita yang mengerti perkembangan teknologi, dianggap bukan wanita biasa. Dituduhnya ada titisan setengah pria dalam jiwa wanita itu. Hahaha

Ketika saya menolak usulan mami untuk mendaftar ke Sekolah Perawat dan Sekolah Apoteker setingkat SMA, bahkan memilih STM Telkom sebagai penggantinya … saya sadar sepertinya saya termasuk golongan bukan wanita biasa. Yang saya tidak paham adalah resiko menjadi bagian dari golongan tersebut di kemudian hari.

Saya mengawali karir saya di dunia telekomunikasi dari mulai posisi TEKNISI. Waktu itu saya bertugas mengoperasikan mesin Calling Card Internasional. Masih inget gak sih jaman dulu kalo mau nelpon ke luar negeri, suka beli kartu calling card di toko? Trus kita tekan nomor tertentu, masukan 14 digit nomor yang ada di balik kartu (sebagai pengganti password), kemudian bisa bicara sesuai dengan jumlah nilai uang dalam kartu tsb. Nah waktu itu (1996-1999) saya bertugas menjaga mesin tsb beropersional secara baik.

Kemudian saya pindah kantor, dan diberi kepercayaan bergabung dalam tim Product Development. Saat itu produknya berupa SMS service. Lalu saya pindah perusahaan lagi, tapi masih berurusan dengan SMS service yang layanan utamanya berupa jadwal bioskop sampai mengerjakan projek terakhir yaitu M-ticketing (mesin untuk membeli tiket bioskop melalui online dan SMS). Lanjut pindah lagi ke operator telekom juga masih di product development, tapi kali ini berurusan dengan Voice Service (Ring Back Tone, Missed Call Notification, dll). Terakhir saya diminta untuk develop SIM card dan aplikasi yang ditanam didalamnya.

Secara SIM card pastinya berhubungan erat dengan perangkat telepon, akhirnya saya dipercaya bergabung ke dalam departemen baru yang tugasnya ngurusin henpon dan modem.

mainande3

Saya menemukan passion saya di pekerjaan ini (sudah 3x pindah untuk pekerjaan yang sama dalam waktu 6 tahun). Setiap hari saya merasa seperti anak kecil yang berada di dalam taman bermain, seperti yang pernah saya ceritakan di sini. Perkejaan ini juga yang membawa saya untuk melihat secara langsung pameran gadget terbesar di dunia, dan pernah saya share apa yang saya temukan dalam tulisan di sini.

Bagaimana saya bisa menyebut pekerjaan, kalau tiap hari pemandangan saya seperti ini?

mainande2

Di saat orang lain sibuk memilih dan menghitung uang yang dibutuhkan untuk membeli gadget terbaru, saya setiap hari WAJIB bermain dengan barang-barang tersebut secara cuma-cuma. Benda-benda tersebut berhamburan di meja saya untuk di coba.

mainande1

Seperti hal nya tukang bikin kue yang harus paham bahan dasarnya, cara membuatnya dan bagaimana menyajikannya di dalam piring atau kemasan. Sebagai ‘tukang bikin henpon’ (julukan Fayra untuk saya) … saya juga harus paham cara pakai, bahan-bahannya dan kemasannya. Dari mulai processor, memory, screen, camera, berbagai jenis material yang digunakan untuk casing nya sampai memikirkan kemasan yang menarik. Padahal ini printilan laki-laki yang biasanya wanita tidak peduli.

mainande4

Lalu kalo kerjaan sudah sesuai passion, kenapa saya khawatir?

Apa aja sih resiko nya?

Tentunya wanita yang berkecimpung di bidang teknologi, akan termasuk ke dalam kaum minoritas. Dalam melakukan interaksi pekerjaan, kami selalu dikelilingi laki-laki. Saya pernah kerja dimana 1 lantai cuma ada 2 wanita. Pernah juga harus lembur dan menginap di kantor bersama mereka. Kalau menjadi perempuan sendiri dalam ruang rapat mah sudah biasa.

Resiko pertama adalah wanita harus pintar menjaga diri dan siap di-bully. Yang saya maksud disini bukan secara kekerasan fisik yah, tapi bisa sekedar menjadi bahan bercandaan.

Kadang wanita juga dianggap remeh dan lemah. Sehingga resiko berikutnya adalah wanita harus bekerja lebih giat dan berani membuktikan diri bahwa kami bisa melakukan apa yang mereka lakukan.

Bahkan ketika seorang teman mengajukan CV saya sebagai kandidat untuk posisi kosong di departemennya, wajar ketika sang bos bereaksi dengan berkomentar “perempuan? tau apa dia?“. Setelah dibujuk, si bapak akhirnya mau menyediakan waktu untuk interview saya. Alhamdulillah saya berhasil menjawab pertanyaan yang diajukan dan menerima posisi kosong tsb.

Pernah saya menerima komentar orang saat ngobrol tentang gadget “ih tumben loh mbak, saya ketemu perempuan yang ngerti beginian“. Saat itu saya sampai bingung harus tersanjung atau tersinggung. Hahaha

Bekerja di lingkungan laki-laki, maka tidak ada alasan kinerja menurun karena alasan PMS (siklus bulanan wanita). Resikonya adalah kita harus bisa manage emosi bawaan hormon, yang kadang suka lepas dari kendali otak. Perempuan lain pasti ngerti kan maksud saya? Hihihihi

Kita juga tidak bisa menolak tugas ke luar kota/negeri sendirian, hanya karena kita wanita. Walau kadang pergi nya bisa bareng 3 – 7 orang, menjadi perempuan sendiri di dalam rombongan artinya kita mendapat privilege menempati kamar sendiri. Akan berasa gak enaknya ketika harus tidur sendirian di kamar yang luas banget dalam hotel yang dibangun tahun 1800an. Spooky ceu! Gak mungkin numpang tidur di kamar sebelah yang isinya laki-laki semua dong? Yang ada akhirnya TV di kamar tidak mati sampai pagi sebagai teman tidur saya hahahahaha.

Mengalami hal itu semua, tidak membuat saya menyesal dengan pilihan dan jalan hidup saya yang unik ini. Malah saya bersyukur bisa masuk ke dalam dunia yang gak biasa untuk wanita. Meski artinya saya harus bekerja sedikit lebih keras dari laki-laki untuk membuktikan diri.

Apa ada teman lain yang mengalami hal sama dengan saya?

Semangat terus ya!

Pekerjaan Mama

Pekerjaan Mama

defay1

Foto di atas diambil secara candid oleh Masguh saat Idul Fitri di rumah adek. Fayra memang suka sekali kerajinan tangan, baik melukis ataupun membuat pernak pernik lucu. Saya jadi terpaksa harus ikut berpikir kreatif untuk bisa mengimbangi Fayra. Apalagi dengan semakin bertambahnya usia Fayra, dia juga semakin kritis dan mengajukan pertanyaan yang kadang membuat kami (saya dan suami) harus berpikir dulu sebelum menjawabnya.

Kemarin malam saat saya baru pulang kantor, Fayra memulai diskusi seru …

Fayra: “mama itu kalo di kantor kerjanya apa aja sih? bikin hape doang?

Mama: “iya, kan suka mama bawa pulang hape2nya dan kamu mainin

Fayra: “trus mama dibayar untuk kerja kaya gitu?

Mama: “iya dong. uangnya kita pakai untuk kebutuhan sehari-hari, termasuk bayar sekolah kamu dan liburan kita

Fayra: “tapi aku ke kantor mama beberapa kali, gak pernah liat bos mama ngasih uang ke mama

Hahahaha seru kan pertanyaannya?

Bikin mama nya musti hati-hati dalam menjawab pertanyaan itu.

Jadi lah saya menjelaskan ke Fayra metode pembayaran untuk orang yang bekerja, mulai dibayar per tugas/proyek, bayaran mingguan dan bayaran bulanan.

Saya juga menjelaskan cara pembayarannya, mulai dari uang tunai dan transfer ke bank.

Ketika saya tanya “jadi kamu mau mama tetap kerja di kantor, atau mama berhenti kerja dan bisa menemani kamu 24 jam di rumah?

Cukup mengejutkan , Fayra menjawab “tetap kerja aja. supaya kita bisa liburan terus

Hahahaha baiklah *kecup Fayra*