Orang-orang yang dekat dengan saya, mengetahui kalo cita-cita saya sejak dulu adalah menjadi ibu rumah tangga. Sebenarnya waktu hamil Rafa, saya sudah memutuskan berhenti menjadi mbak-mbak kantoran. Tapi begitu Rafa menginjak usia 6 bulan, kondisi keuangan keluarga kecil kami mendadak minus karena Masguh ditipu orang ratusan juta. Karena tidak tega melihat suami, saya memutuskan untuk membantunya dengan kembali kerja.
Waktu hamil Fayra, keinginan untuk pensiun sebelum umur 40 tahun kembali menguat. Sadar belum punya bekal pensiun, saya pun mempersiapkan diri dengan ikut kursus memasak sampai cake decorating. Saya juga mulai jualan online supaya tetap bisa punya penghasilan. Pokoknya apapun akan saya lakukan deh.
Bulan Ramadhan tahun kemarin ada 1 doa yang saya panjatkan secara khusus dan terus menerus:
“Ya Allah, kalo memang Engkau takdirkan aku sebagai ibu pekerja maka berilah kemudahan proses rekrutmen di PT. X (kebetulan waktu itu ada tawaran di tempat lain)… tapi kalo Engkau takdirkan aku sebagai ibu rumah tangga maka berilah kemantaban hati dan perluaskan pintu rejeki keluarga kami”
Kenapa kemantaban hati?
Karena saya merasa lemah dan khawatir tidak bisa membedakan mana kesempatan dan mana yang godaan. Saya khawatir labil berkepanjangan.
Dan alhamdulillah semakin kesini saya semakin merasa mantab untuk pensiun. 3 tahun lebih cepat dari target saya untuk pensiun di usia 40 tahun. Lebih cepat lebih baik bukan?
Banyak orang yang komentar “elo mah enak, de. Udah punya toko jadi enak aja bisa resign sekarang”
Mereka gak paham kalo saya berhenti bukan karena sudah punya toko, melainkan justru saya berani buka toko karena persiapan untuk berhenti kerja kantoran.
Banyak juga yang heran “apa gak sayang, de. Udah di posisi enak kok malah berhenti. Pasti gak mudah untuk bisa mencapai apa yang udah elo punya sekarang, kenapa malah ditinggalkan?”
Saya mulai bekerja di industri telekomunikasi 19 tahun yang lalu. Saya mengawali karir saya dengan menjabat sebagai TEKNISI, alhamdulillah terakhir saya diberi kesempatan untuk menjabat sebagai GENERAL MANAGER SMARTPHONE (product development – marketing). Justru karena sudah mencapai posisi ini maka saya merasa sekarang lah waktu yang tepat untuk berhenti. Saya tidak obsesi untuk bisa mencapai posisi lebih tinggi dari yang sekarang. Saya bersyukur bisa mencapai ini semua, setidaknya saya punya bahan cerita untuk anak cucu nantinya kalau saya pernah berada di posisi mereka dan mengerti rasanya kerja kantoran. Sekarang waktunya saya untuk pindah quadrant dari orang gajian menjadi usahawan.

Banyak juga yang tanya “Lo kenapa justru berhentinya sekarang, de? Saat anak-anak udah makin besar. Bukannya malah enak karena mereka udah bisa ditinggal?”
Sekali lagi saya harus menerangkan bahwa kondisi saya bekerja awalnya karena kondisi ekonomi. Dulu terpaksa berani ninggalin bayi untuk kerja kantoran karena memang butuh uang. Bukan berarti sekarang kami udah gak butuh uang sih. Tapi karena 8 tahun terakhir saya sudah mempersiapkan diri untuk bisa menghasilkan uang tanpa harus kerja kantoran. Justru saya dan suami berpendapat bahwa anak remaja itu butuh didampingi, apalagi di masa era digital begini.
Sudah setahun terakhir saya memberikan pemahaman ke Rafa dan Fayra apa pro&cons kalau mamanya tidak bekerja kantoran. Kalau selama ini saya berusaha menjelaskan ke anak-anak tentang Kenapa Mama Harus Kerja, sekarang saya sibuk menjelaskan ke mereka Kenapa Mama Berhenti Kerja.
Saya jabarkan ke mereka, apa yang akan saya lakukan saat di rumah: antar jemput mereka, masak makanan kesukaan mereka, menemani mereka belajar, ngaji harian bareng, dll.
Saya juga memberitahu konsekuensinya, bahwa artinya kami harus lebih berhemat, frekuensi ngemol berkurang, liburan tergantung kondisi keuangan, saya juga mungkin akan pergi mengurus toko atau ketemu rekan bisnis, dll.
Surat pengunduran diri sudah saya serahkan ke HRD awal Dec 2014 lalu. Untuk jabatan saya, membutuhkan waktu 2 bulan transisi (2 month notice). Jadi saya baru efektif berhenti pertengahan Feb 2015. Minggu ini terakhir saya ke kantor.
Jumat kemarin saya upload foto di IG dengan caption “Gonna miss them … D-7”

Ternyata Fayra melihat dan langsung mengirim pesan via Line:

Saya tidak menyangka sepenggal kalimat tsb diartikan sedemikian dalam oleh Fayra. Sabtu pagi Fayra mengunci diri di kamarnya, dan keluar dengan mata berkaca-kaca sambil meminta saya membaca bukunya:

Saya tulis ulang di sini ya:
Dear Diary,
Hari ini hari yang membuatku sedih karena 2 minggu lagi mamaku sudah tidak kerja dan itu membuatku sedih karena mama akan kangen dengan ruangannya dan temannya. Sampai tadi pagi dan sekarang aku menangis karena aku merasa kasihan kepadanya. Jadi aku tidak mau dia meninggalkan kantornya dan temannya begitu saja. Aslinya aku juga kangen dengan kantornya dan pekerjaannya.
Walaupun aku telat ke sekolah karena tidak diantar mama (Fayra ikut jemputan sekolah), itu tidak apa-apa karena aku lebih mementingkan dia atau mama daripada diri aku sendiri selamanya. Dan kesenangan itu tidak boleh untuk diri sendiri tapi kita harus membagi kesenangan yang ada dalam diri kita untuk orang lain juga. Agar dunia semuanya senang. Dan itu adalah pelajaran untuk kita semua. Kita juga harus ingat pesan ini selamanya.
Aku tidak mau tulis apa lagi jadi … dadah diary 🙁
—
Tisu mana Tisu?
Mendadak saya gagu, tidak bisa bicara. Mata saya pun mulai burem berkaca-kaca. Hati saya menghangat. Saya hanya bisa memeluk Fayra kencang tanpa berkata.
Saya tanya “memang adek gak senang kalau mama di rumah?”
Fayra menjawab “aku senang mama di rumah. Tapi aku sedih kalo nanti mama kangen kantor dan teman2 mama. Aku senang kalau mama kerja, aku suka ruangan kantor mama, aku juga senang kalo mama pergi keliling dunia”
Saya tanya lagi “emang kalo mama kerja atau pergi, adek gak kangen sama mama?”
Fayra menjawab santai “kan aku bisa skype dan line”
Saya pun kembali memeluknya “mungkin mama akan kangen kantor dan teman-teman mama. Tapi mama lebih kangen kamu dan ingin ada dekat kamu dan kakak. Jadi saat mama di rumah, kita senang-senang ya. Mama gak akan sedih karena ninggalin kantor kok. Kan mama juga masih cari uang walo tidak harus ke kantor. Kalaupun nanti mama kangen teman, kamu bisa ikut mama untuk ketemu teman-teman kantor mama”
Saya bersyukur memiliki anak yang manis dan sangat pengertian, juga suami yang sangat mendukung setiap langkah saya. Dan sebagai bentuk rasa syukur itulah saya merasa sekarang saatnya saya berhenti mengejar karir. Sekarang adalah saatnya saya mendampingi anak-anak dalam mengejar impian dan cita-cita mereka.
Insya Allah saya akan tetap berkarya dan berusaha membuat keluarga bangga atas keberadaan diri saya.